Politik Indonesia Berat Di Ongkos, Wakil Rakyat Rame-rame Gadaikan SK Ke Bank
JAKARTA - Baru juga dilantik jadi anggota dewan, para wakil rakyat di berbagai daerah langsung menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatannya ke bank untuk meminjam uang. Fenomena ini membuktikan jika politik Indonesia berat di ongkos.
Kabar banyaknya wakil rakyat menggadaikan SK viral dalam beberapa hari terakhir. Misalnya, di Subang, Jawa Barat. Dari total 50 anggota DPRD, 10 di antaranya telah menggadaikan SK-nya ke bank.
Hal tersebut diakui Sekretaris DPRD Subang, Tatang Supriatna. Kata dia, keperluan administratif untuk menggadaikan SK sudah dilakukan anggota DPRD sebelum pelantikan. Nilainya berbeda-beda.
Pinjaman, kata dia, akan dilunasi selama lima tahun dengan skema potong gaji 50 persen setiap bulan. Tatang memastikan, pinjaman tersebut untuk keperluan pribadi, dan tidak ada kaitannya dengan fraksi atau partai.
Di Bangkalan, Jawa Timur, juga begitu. 20 anggota DPRD Bangkalan telah menggadaikan SK-nya ke Bank Jatim. Nilai pinjaman berkisar antara Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar.
"Namanya juga anggota, mungkin pinjam ada keperluan," tutur Sekretaris DPRD Bangkalan, Jatim, Rudianto.
Kejadian yang sama juga terjadi di Kota Serang, Banten. Sekitar 10 anggota DPRD periode 2024-2029 telah menggadaikan SK-nya.
Sekretaris DPRD Kota Serang, Ahmad Nuri mengaku, telah meneken sejumlah berkas sebelum SK mereka digadaikan. Menurut dia, hal tersebut wajar karena tidak ada larangan bagi anggota DPRD untuk mengajukan peminjaman bank dengan jaminan SK pengangkatan.
Hal senada juga terjadi di Malang, Jawa Timur. Sebanyak 17 anggota DPRD Malang menggadaikan SK-nya.
Sekretaris DPRD Kota Malang, Zulkifli Amrizal mengatakan, 17 anggota DPRD sudah meminta surat keterangan untuk menggadaikan SK-nya.
Menurut dia, pihaknya hanya mengeluarkan surat keterangan rincian gaji tanpa menyertakan alasan melakukan pinjaman bank. Ia membeberkan, gaji anggota DPRD Kota Malang per bulan mencapai Rp 45 juta, termasuk tunjangan transportasi, perumahan hingga komunikasi.
Heboh anggota DPRD menggadaikan SK juga terjadi di Bali. Sekretaris DPRD Bali, I Gede Indra Dewa Putra mengatakan, anggota DPRD yang menggadaikan SK sebagian besar petahana. Sedangkan, anggota dewan yang baru menjabat belum ada tercatat menggadaikan SK.
Dewa Putra tak mengingat jumlah anggota yang menggadaikan SK. Menurutnya, jumlah anggota dewan ini dalam kategori banyak. Nilai pinjamannya pun dalam kisaran Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar.
Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengungkapkan, fenomena ini memperlihatkan jika ongkos politik di Indonesia mahal. Sehingga, ketika mereka sudah dilantik akan mencari cara untuk menutup pengeluarannya.
"Sehingga ketika punya SK, langsung digadaikan sebagai sumber uang tunai cepat. Kebanyakan dari mereka kehabisan dana akibat biaya kampanye yang jor-joran," beber Titi saat dihubungi, Sabtu (7/9/2024) malam.
Gaya hidup juga mempengaruhi. Legislator biasanya dilengkapi fasilitas mewah, sehingga mereka perlu menyesuaikan. Apalagi, stigma di masyarakat anggota dewan itu identik punya banyak uang.
Dengan gaji dan tunjangan yang diterima, mereka optimis bisa membayar pinjamannya tersebut ke bank. Apalagi sistem keuangan di Indonesia memungkinkan hal itu dilakukan.
Meski tidak melanggar hukum, kata dia, jika dibiarkan, perilaku seperti ini bisa memicu korupsi. Seharunya, Pemerintah berupaya mencari cara untuk menurunkan ongkos politik.
"Kalau SK digadaikan, bisa mendorong politisi terus mencari uang tambahan. Risikonya, penyalahgunaan wewenang dengan tujuan untuk menutupi kebutuhan membayar cicilan dan biaya-biaya politik lainnya," kata Titi.
Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai, fenomena tersebut disebabkan mayoritas wakil rakyat merupakan tokoh yang tidak cukup dana, tapi memaksakan jadi anggota dewan.
Hasilnya, mereka mengeluarkan banyak biaya dari utang. “Sehingga, begitu dilantik, perlu biaya untuk mengembalikan pinjaman untuk kepentingan selama kampanye,” katanya.
Menurut dia, hingga saat ini, tidak ada mitigasi untuk menghilangkan istilah politik berat di ongkos. Namun, KPU bisa saja melakukan terobosan. Seperti seleksi ketat bakal calon, atau menggunakan aturan SK DPR tidak berlaku di bank.
TangselCity | 11 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 14 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu