BMKG Ungkap Potensi Tsunami Setinggi 3 Meter Akibat Megathrust Di Selat Sunda
JAKARTA - Dari hasil modeling skenario terburuk dampak Megathrust di Selat Sunda yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan adanya potensi gelombang tsunami setinggi tiga meter.
Hal itu dipaparkan oleh Ketua Tim Kerja Sistem Observasi Gempabumi dan Tsunami - Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Urip Setiono dalam diskusi daring bertajuk Megathrust Earthquake and Early Warning yang digelar oleh Jakarta Foreign Correspondents Club (JFCC), Selasa (10/9).
Urip mengatakan, potensi tsunami akibat gempa kuat di selatan pulau Jawa itu diperkirakan tidak hanya mencapai sejumlah daerah di Jawa Barat dan Banten, tapi juga bisa merangsek ke bibir pantai Jakarta bahkan beberapa wilayah pulau Sumatera. Terutama Lampung.
"Hasil pemodelan tsunami akibat gempa Magnitudo 8,7 di zona megathrust Selat Sunda menunjukkan bahwa tsunami bisa mencapai pantai Jakarta," kata Urip.
Megathrust Selat Sunda ini menjadi salah satu fokus perhatian BMKG karena seismic-gap atau zona kekosongan gempa besar di area patahan geologis sudah cukup lama, yakni mencapai 267 tahun.
Catatan BMKG, gempa besar di area patahan Selat Sunda terakhir terjadi pada tahun 1757 dengan kekuatan Magnitudo 7,7. Selain tsunami, gempa yang diproyeksikan mencapai Magnitudo 8,7 di masa mendatang diperkirakan dapat mengguncang wilayah Banten, Lampung, Jakarta, dan Jawa Barat dengan skala intensitas VII-VIII MMI.
"Bisa menyebabkan kerusakan bangunan sedang hingga berat," lanjutnya.
Selain Megathrust Selat Sunda, BMKG juga mewaspadai potensi Megathrust Mentawai-Siberut. Seismic-gap nya juga sudah cukup lama, mencapai 227 tahun.
Karena pada tahun 1797, wilayah tersebut pernah diguncang gempa dengan Magnitudo 8,5. Dalam catatannya, gempa besar tersebut mengakibatkan tsunami setinggi 9 meter dan menelan 300 korban jiwa.
"Siklus Megathrust dan celah seismik jelas terlihat di Sumatra," tuturnya.
"BMKG akan terus memantau aktivitas seismik di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut secara intensif," lanjut Urip.
Namun demikian, Urip menggaris bawahi bahwa potensi gempa Megathrust tersebut bukanlah prediksi atau peringatan dini. Karena belum ada teknologi yang bisa memprediksi kapan persisnya gempa dan tsunami terjadi.
Modeling skenario Megathrust ini dilakukan hanya sebagai upaya untuk mempersiapkan pencegahan risiko kerugian sosial-ekonomi dan hilangnya nyawa.
"Jadi jangan disalahartikan, oleh karena itu masyarakat disarankan untuk tetap melanjutkan aktivitas seperti biasa," terangnya.
Dalam diskusi ini, hadir pula Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mudrik Haryono dan Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu