Tindak Pidana Ekonomi Banyak Pake Kripto
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkuat sinergi penegakan hukum. Salah satunya, dalam penanganan kasus yang melibatkan barang bukti kripto. Hal ini diharapkan penegakan hukum lebih berkeadilan.
Saat ini penggunaan mata uang digital tersebut kian masif dalam berbagai tindak pidana ekonomi. Apalagi di Indonesia, transaksi aset kripto juga semakin diminati.
Per Mei 2024, nilai transaksinya melonjak sebesar 506,83 persen year on year (yoy) atau mencapai Rp 49,82 triliun dibandingkan Mei 2023.
Menyoal ini, Pengamat pasar modal dan akademisi Hans Kwee mengakui, iming-iming kenaikan nilai aset kripto sangat menarik. Namun, warning Hans, jika ingin masuk di dalamnya calon investor harus paham betul apa yang diinvestasikan.
“Aset kripto merupakan investasi atau produk global yang tidak hanya diperdagangkan di Indonesia. Tapi, siapa yang ingin membeli kripto harus memahami seperti apa risikonya,” tegas Hans kepada Redaksi. Setelah go public, bisnisnya bisa saja gagal. Karena ada juga yang datang dari niat mencari modal, lewat go public, dengan tujuan kurang baik.
Sama halnya seperti aset kripto yang berkembang pesat. Ada yang gagal, ada juga penipuan. “Di situlah investor harus memahami, bahwa aset ini berisiko relatif lebih tinggi, tapi ada juga yang tidak,” ujarnya.
Sayangnya, sambung Hans, di era modern ini hanya memandang investasi di dunia saham maupun aset kripto dari sisi keuntungan. Padahal banyak contoh di luar sana yang membuktikan, volatilitas saham dan kripto bagaikan pisau bermata dua.
“Tren jual beli kripto juga terjadi secara global. Ketika hal ini disalahgunakan, maka harus ada aturan hukum yang mengatur,” imbaunya.
Di Amerika Serikat (AS), sebut Hans, kerugian akibat penipuan dan kecurangan terkait mata uang kripto meningkat 45 persen pada 2023 dibandingkan capaian 2022, dengan total lebih dari 5,6 miliar dolar AS (Rp 86,25 triliun).
“Karena penipu semakin memanfaatkan kecepatan dan sifat dari transaksi aset digital, yang tidak dapat dibatalkannya,” jelasnya.
Karena itu, dia mengingatkan, di Indonesia sangat diperlukan aturan hukum dalam mengatasi hal tersebut. Ia pun menyambut baik atas kolaborasi yang dilakukan OJK bersama Kejagung.
Seperti diketahui, pengelolaan aset kripto akan dialihkan dari Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) ke OJK mulai Januari 2025. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Hans melanjutkan, aset kripto dengan kapitalisasi terbesar, yakni bitcoin, tidak memiliki underlying atau yang mendasari seperti aset. Hal itu karena dikaitkan dengan kepemilikan perusahaan yang bersifat anonymous.
Namun ketika bitcoin menjadi pionir aset kripto, maka dianggap mampu memfasilitasi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan lintas negara dalam waktu singkat serta efektif (tanpa perantara).
Kelebihan itu dinilai menjadi katalis positif yang mampu mengatrol popularitas aset kripto.
“Dan sering dimanfaatkan menampung dana-dana dari hasil kejahatan,” sesalnya.
Diakuinya, ini adalah tren baru yang mengkhawatirkan, yang bisa saja dapat menyulitkan penegakan hukum. Terutama di Indonesia, yang belum banyak mengatur terhadap potensi tersebut.
Terpisah, Chief Executive Officer (CEO) Indodax, crypto exchange pertama di Indonesia, Oscar Darmawan mengingatkan pengguna, agar waspada terhadap penyalahgunaan aset kripto untuk aktivitas ilegal.
Hal ini sejalan dengan maraknya indikasi kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 132 triliun yang disebutkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dua pejabat yang memiliki aset kripto bernilai miliaran rupiah dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). KPK masih menyelidiki apakah kepemilikan aset kripto tersebut terindikasi TPPU atau tidak.
Pertumbuhan industri kripto yang pesat membuka peluang baru bagi banyak pihak, namun juga perlu diwaspadai potensi penyalahgunaannya,” ucap Oscar.
Dia menegaskan, penggunaan aset kripto untuk aktivitas ilegal adalah kesalahan besar, mengingat transparansi alami pada aset kripto.
Sebab, teknologi dasar aset kripto, yaitu Blockchain, memiliki kemampuan untuk memverifikasi dan melacak setiap transaksi, sehingga tindakan ilegal dapat terungkap dengan cepat.
“Sifat data yang terikat dalam teknologi Blockchain ini, sebenarnya menjadi faktor kunci dalam menjamin transparansi dan keamanan,” jelasnya.
Teknologi ini menawarkan berbagai keunggulan, seperti tingkat keamanan tinggi, transparansi yang lebih besar, ketidakmampuan untuk mengubah data, dan efisiensi yang meningkat.
“Selain itu, teknologi ini dapat mengurangi biaya operasional dan memudahkan pelacakan pergerakan aset,” katanya.
Perkuat Sinergi
Dalam pertemuan dengan Kejagung pada Jumat (13/9/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, OJK memiliki peran penting dalam penindakan administratif terhadap pelaku tindak pidana perbankan.
“Namun terkait penyidikan untuk mengejar harta pribadi pelaku, memerlukan kerja sama erat dengan jajaran JAM Pidum (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum),” jelas Dian dalam keterangan resmi, Sabtu (14/9/2024)
Kerja sama ini, sambung Dian, mencakup pemulihan aset negara yang berasal dari tindak pidana, yang melibatkan mekanisme penyitaan dan pemulihan aset yang dikelola Kejaksaan.
“Melalui koordinasi yang kuat, diharapkan penegakan hukum dalam kejahatan keuangan dapat lebih komprehensif dan berkeadilan,” harapnya.
JAM Pidum Asep Nana Mulyana turut berkomitmen untuk saling memperkuat sinergi dalam menghadapi kejahatan di sektor keuangan, yang makin canggih.
Pihaknya memastikan, setiap tindakan penegakan hukum didasarkan pada prinsip keadilan dan pemulihan kerugian.
Dia menggarisbawahi, pentingnya kolaborasi dalam penanganan kasus yang melibatkan barang bukti kripto.
“Pasalnya, penggunaan mata uang digital tersebut kian marak dalam berbagai tindak pidana ekonomi,” ujarnya.
Meskipun regulasi terkait mata uang kripto masih dalam tahap perkembangan, tapi penegakan hukum tidak bisa menunggu hingga regulasi selesai.
“Penindakan harus tetap dilaksanakan dengan tegas, mengingat dampak langsungnya terhadap masyarakat yang kerap menjadi korban dalam tindak pidana terkait kripto,” kata Asep.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu