TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kasus Pungli Di Rutan KPK, Diminta Iuran 5 Juta, Pegang Hp Iuran 20 Juta

Laporan: AY
Selasa, 24 September 2024 | 12:07 WIB
Suasana sidang kasus pungli di KPK. Foto : Ist
Suasana sidang kasus pungli di KPK. Foto : Ist

JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi diminta membayar iuran saat menghuni rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Nurhadi dihadirkan sebagai saksi sidang perkara pungutan liar di rutan KPK Senin, 23 September 2024. Terpidana makelar kasus itu, memberikan kesaksian secara daring dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung.

Nurhadi pernah mendekam di Rutan KPK Kavling C1, Kun­ingan, Jakarta Selatan. Ketika baru ditahan, Nurhadi sempat diisolasi selama dua pekan. Selanjutnya dipindah ke Blok A.

Terdakwa H lalu menghampiri Nurhadi di selnya. Ia mewajibkan tahanan memegang telepon selu­lar (ponsel) di rutan. Alat komu­nikasi itu diberi istilah "botol".

Biaya untuk menggunakan ponsel Rp 20 juta. Tahanan juga diwajibkan membayar iuran Rp 5 juta per bulan.

Ketentuan itu juga berlaku untuk menantunya, Rezky Herbiyono yang juga jadi tahanan di rutan KPK.

Uang penggunaan ponsel dan iuran diserahkan tunai lewat orang suruhan Nurhadi. "Setahu saya, di rutan itu hanya tiga orang (petugas) yang tidak mau uang bulanan itu," beber Nurhadi.

Ia memastikan, 15 terdakwa mantan petugas rutan KPK me­nerima uang iuran dari tahanan. "Ini bukan rahasia lagi, yang lain juga tahu itu," kata Nurhadi.

Ia menghitung telah menggelontorkan Rp 115 juta untuk membayar iuran sejak ditahan pada Juni 2020 hingga Januari 2022.

Namun, di luar iuran bulanan, Nurhadi masih memberikan uang kepada petugas rutan. Petugas sering menyambangi sel dan curhat mengenai masalah keuangan.

Ada yang curhat sedang mem­bangun rumah. Belum ada pagar pintu dan dapur. "Kemudian datang lagi petugas lain, ada (yang curhat) istrinya sakit, ada anak sakit dirawat di rumah sakit. Nah, harus memberikan (uang) itu," tutur Nurhadi.

Uang untuk diberikan kepa­da petugas diselundupkan ke dalam rutan menggunakan boks makanan.

Agar boks makanan itu bisa sampai ke tangannya, Nurhadi lagi-lagi mengaku, memberikan uang kepada petugas. Ia men­gistilahkannya "ongkos gojek".

Nurhadi mengemukakan, sanksi yang dialami tahanan jika enggan atau telat membayar iuran. Mulai air galon tidak diberikan, aliran air kamar man­di dimatikan, hingga kiriman makanan dari keluarga ditahan.

Nurhadi mengalami makanan dari keluarga ditunda diberikan sampai sore. Juga ada makanan yang dicatut. Ia pun komplain kepada petugas. "Katanya ter­cecer di mobil," tuturnya.

Menurutnya, delapan tahanan di Rutan Kavling C1 semuanya membayar iuran bulanan. Total uang yang terkumpul Rp 40 juta per bulan.

Di luar iuran, tahanan harus memberikan uang untuk infor­masi sidak. Kodenya "hujan". Uang yang diminta berkisar Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu.

Uang dibayarkan tunai di mushala rutan karena di tempat ini tidak dipasang kamera CCTV.

Nurhadi juga mengungkapkan, ada petugas rutan yang punya menjadi makelar pengacara. Ia menawarkan jasa pengacara ke­pada tahanan baru dan mendapat komisi.

Mantan Direktur Utama Pe­rusda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan juga memberikan kesaksian secara daring dari Lapas Sukamiskin, mengenai pungli di rutan KPK.

Yoory sempat menjadi koor­dinator saat ditahan di Rutan KPK Cabang Guntur. Tugasnya mengingatkan tahanan lain un­tuk membayar iuran bulanan.

Ia mengaku membayar iuran mencapai Rp 130 juta, baik se­cara tunai maupun transfer lewat adiknya. Uang itu sudah termasuk biaya penggunaan ponsel di dalam rutan atau diistilahkan "mainan".

"Saya berusaha memenuhi dengan cara apapun. Saya menjual semua mobil saya untuk kebutuhan itu semuanya," ungkap Yoory.

Ia sempat menyelundupkan uang tunai sebanyak Rp 80 juta untuk dibagi-bagikan kepada petugas rutan.

Juga menyelundupkan uang tunai Rp 30 juta untuk keperluan tahanan, yakni membeli kopi, gula, sabun, sikat hingga ember.

Yoory menyatakan, tidak mendapat keuntungan selama menjadi koordinator pengum­pulan uang. Ia hanya ingin mem­bantu sesama tahanan, tapi malah dituduh memalak tahanan lain.

"Itu semata-mata hanya me­nolong teman-teman yang sakit. Bahkan ada yang meninggal di dalam (rutan) karena tinda­kan untuk memberikan ban­tuan kesehatan itu sangat-sangat lama, lambat," dalihnya.

Terpidana lainnya, yakni mantan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, turut diminta kesaksiannya mengenai praktik pungli di rutan KPK. Emirsyah juga memberikan kesaksian secara daring dari Lapas Sukamiskin.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo