TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Dirilis BPS, Harga Beras Makin Mahal Tuh..

Oleh: Farhan
Rabu, 02 Oktober 2024 | 09:51 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Kabar tingginya harga beras nasional bukan isapan jempol. Dalam data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), secara tahunan atau year on year (yoy), harga beras di tingkat eceran naik 5,91 persen.

Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti merinci, selama September lalu, harga beras di tingkat grosir naik 0,08 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Sementara, secara tahunan atau yoy naik 4,40 persen.

“Di tingkat eceran, harga beras naik 0,05 persen secara mtm. Kemudian, secara yoy naik 5,91 persen,” terang Amalia, dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Amalia mengatakan, harga beras yang dimaksud merupakan rata-rata untuk berbagai jenis kualitas beras yang mencakup seluruh wilayah di Indonesia.

Kenaikan harga beras ini bertolak belakang dengan harga gabah. Kata Amalia, di tingkat petani, harga Gabah Kering Panen (GKP) turun 0,57 persen yoy. Sementara, harga Gabah Kering Giling (GKG) turun 3,95% yoy.

Di penggilingan, harga beras sebenarnya turun menjadi Rp 12.767 per kilogram. Namun, di grosir, harga beras justru naik menjadi Rp 13.611 per kilogram. Demikian juga di eceran, harga beras meningkat menjadi Rp 14.678 per kilogram.

Sebelumnya, mahalnya harga beras di Indonesia juga sempat disorot Bank Dunia. Sebab, harga beras Indonesia 20 persen lebih mahal dibandingkan harga beras di pasar global. Bahkan, harga beras dalam negeri tercatat sebagai yang tertinggi di ASEAN.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk mengidentifikasi beberapa faktor penyebab tingginya harga beras, termasuk kebijakan Pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi.

"Kebijakan yang mendistorsi harga ini menaikkan harga produk dan mengurangi daya saing pertanian,” kata Carolyn, dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024, di Bali, Jumat (20/9/2024).

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengakui harga beras di Tanah Air memang lebih tinggi, karena Indonesia tengah membatasi impor beras dan mendorong penyerapan petani dalam negeri.

Untuk itu, ia meminta masyarakat tak terprovokasi pernyataan Bank Dunia. Sebab, ia menilai komentar tersebut tidak lebih dari sekadar jebakan agar Indonesia terus melakukan impor.

"Kalau Bank Dunia menyampaikan pembatasan impor (yang dilakukan Indonesia) sehingga harga mahal, ya memang. Memang tugas kita sebagai negara melindungi petani kita," tutur Arief.

Sementara, peneliti Indef, Sugiyono Madelan menyebut, mahalnya harga beras karena produksi di dalam negeri turun. Semula 54,75 juta ton GKG pada 2022, menjadi 53,98 juta ton di 2023.

Untuk tahun ini, kata Sugiyono, produksi beras nasional diprediksi masih turun. Sebab, ada perubahan iklim yang menyebabkan kemarau panjang dan juga berkurangnya luas panen padi.

"Produksi beras yang turun membuat harga beras akan terdorong lebih tinggi," ulas Sugiyono, saat dihubungi Redaksi, Selasa (1/10/2024).

Faktor lainnya adalah rata-rata lahan petani semakin kecil. Alhasil, usaha mereka kurang ekonomis dan membuat biaya produksi mereka mahal.

Kata Sugiyono, meski sudah menerapkan traktorisasi untuk menggantikan sebagian ternak sapi atau kerbau untuk mengolah tanah, tapi upah buruh tani terdorong naik. Sistem upah buruh tani secara keseluruhan terasa lebih mahal. 

Di sisi lain, dukungan subsidi pupuk untuk meningkatkan produktivitas padi juga semakin menurun. Kemudian, usaha tani tidak mengalami banyak perubahan. "Program lumbung pangan belum mencapai keberhasilan sebagai yang ditargetkan oleh Pemerintah," kata Sugiyono.

Menurutnya, untuk menstabilkan harga beras, perlu pemberdayaan pertanian tanaman padi dengan dukungan Pemerintah yang besar. Contohnya seperti di era kepemimpinan Soeharto.

"Pemerintah terkesan telah meninggalkan kepentingan petani produsen padi. Oleh karena itu, pemberdayaan usaha tani dan ekspansi lahan padi mesti berhasil dikembangkan," pungkasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo