TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Gerakan Hakim Cuti Bersama, Sebaiknya Tidak Ganggu Persidangan

Oleh: Farhan
Rabu, 02 Oktober 2024 | 10:18 WIB
Ilustrasi. Foto: Ist
Ilustrasi. Foto: Ist

JAKARTA - Rencana gerakan cuti bersama para hakim pada 7 hingga 11 Oktober 2024, menjadi pembicaraan beberapa hari ini. Meski langkah hakim ini tidak melanggar aturan, banyak yang meminta agar layanan kepada para pencari keadilan, tidak terganggu.

Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) Fauzan Arrasyid menyatakan, jumlah hakim yang mengikuti gerakan cuti bersama akan bertambah. “Sampai saat ini, yang bergabung secara terbuka, 1.611 hakim,” katanya, seperti diberitakan Tempo, Selasa (1/10/2024).

Fauzan menuturkan, berbagai upaya resmi dan formal telah ditem­puh agar Pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut. Namun, kata dia, hingga Selasa itu, hal ini belum mendapatkan respons. “Belum ada tanggapan yang sepadan dari Pemerintah,” katanya.

Empat hal yang didorong Solidaritas Hakim Indonesia adalah, pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2018 terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012, pengesa­han Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim, Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi Hakim, dan pengesahan RUU Contempt of Court.

Dalam keterangan resmi sebelumnya, Kamis (26/9/2024), Fauzan mengatakan, aturan mengenai gaji dan tunjangan jabatan hakim yang saat ini berlaku, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012.

Sampai saat ini, kata dia, PP tersebut belum disesuaikan. Padahal, Indonesia terus mengalami inflasi setiap tahun. “Gaji dan tunjangan menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini,” tuturnya.

Menurut Fauzan, gaji pokok hakim saat ini masih sama dengan gaji pegawai negeri sipil (PNS) biasa. Dia menambahkan, kondisi ini mengakibatkan penghasilan hakim merosot drastis ketika mereka pensiun.

Selain gaji pokok, lanjut Fauzan, tunjangan jabatan hakim juga tidak disesuaikan selama 12 tahun terakhir. “Banyak hakim merasa penghasilan tidak lagi mencerminkan tanggung jawab dan beban kerja yang mereka emban,” ujarnya.

Sementara anggota, yang juga Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, pihaknya memahami dan mendukung upaya para hakim untuk meningkatkan kesejahteraan­nya. “Negara wajib memenuhi hak keuangan dan fasilitas hakim yang menjadi salah satu perwujudan independensi hakim,” tandasnya.

Guru Besar Hukum Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Ahmad Tholabi Kharli menilai, rencana tersebut perlu mendapat per­hatian dari berbagai pihak. “Khususnya DPR, Pemerintah dan MA,” ujarnya.

Namun, Tholabi mengingatkan, agar aksi cuti bersama itu tidak menganggu pelayanan. “Jangan sampai aksi cuti massal mengabaikan pencari keadilan,” ingat Wakil Rektor UIN Jakarta ini.

Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara dengan Ahmad Tholabi Kharlie.

Bagaimana tanggapan Anda ten­tang rencana cuti bersama para ha­kim, tanggal 7-11 Desember 2024?

Rencana tersebut perlu menda­pat perhatian dari berbagai pihak. Substansi pesan yang disampaikan, harus ditangkap dengan baik oleh DPR dan Pemerintah.

Substansi pesan itu harus difor­mulasikan dalam bentuk kebijakan. Ini momentum bagi pemerintahan baru dan DPR baru untuk menin­daklanjutinya.

Aspirasi yang disampaikan para hakim itu harus direspons seperti apa?

Hal ini dapat menjadi bahan ma­teri para pembentuk undang-undang maupun penyelenggara pemerintahan. Aspirasi para hakim, merepresentasi­kan aspek sosiologis dalam pemben­tukan kebijakan, khususnya di bidang kekuasaan kehakiman.

Apa wajar ada aksi semacam ini?

Aspirasi ini merupakan potret re­alitas sosiologis teman-teman hakim. Aspirasi ini menjadi bahan penting dalam pembentukan kebijakan, mau­pun peraturan perundang-undangan.

Catatan Anda, apa saja tuntutan para hakim itu?

Sejumlah tuntutan itu, tak terlepas dari kebijakan hukum yang dituang­kan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun tin­dakan Pemerintah. Tuntutan tersebut sebagai bagian dari penguatan kekua­saan kehakiman.

Ragam aspirasi yang disampaikan, dapat disimpulkan sebagai bagian penguatan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan menjadi amanat konstitusi.

Bagaimana jika pelayanan ter­ganggu akibat aksi ini?

Rencana cuti massal para hakim perlu dipikirkan mengenai dampak­nya atas pelayanan bagi masyarakat dalam mencari keadilan.

Rencana cuti massal hakim, sebai­knya tidak menganggu proses per­sidangan di pengadilan. Karena itu, perlu menjadi perhatian.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo