Nama Baik Hakim Tercoreng, Ketua PN Jakarta Selatan Diduga Terima Suap 60 M

JAKARTA - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) menambah panjang daftar hakim yang tersandung kasus hukum. Ia diduga menerima suap hingga Rp 60 miliar. Akibat perbuatannya, nama baik hakim kembali tercoreng.
Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) Sabtu (12/4/2025) malam, setelah diperiksa secara intensif di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta Selatan. Arif diperiksa terkait dugaan suap putusan lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat (Jakpus), yang melibatkan tiga terdakwa korporasi yakni PT PHG, PT WNG, dan PT MMG.
Usai ditetapkan jadi tersangka, Arif langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. Ketika digiring ke dalam mobil tahanan, dia sudah memakai rompi merah muda khas tahanan Kejagung, dengan kedua tangan terborgol. Topi putih menutupi wajahnya.
Selain Arif, penyidik Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lain. Yakni panitera muda pada PN Jakarta Utara (PN Jakut) Wahyu Gunawan (WG), serta pengacara korporasi Marcella Santoso (MS) dan Aryanto (AR).
“Para tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025).
Menurut Qohar, Marcella dan Aryanto diduga menyuap Arif melalui Wahyu untuk memuluskan putusan lepas atau onslag terhadap tiga korporasi dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO. Total uang suap yang diduga diterima mencapai Rp 60 miliar.
Perkara ini kemudian diurus tiga Panitera Pengganti (PP) untuk masing-masing terdakwa. Agnasia Marliana Tubalawony untuk terdakwa PT MMG, Vera Damayanti untuk terdakwa PT PHG, dan Mis Nani BM Gultom untuk terdakwa PT WNG.
Sementara, susunan majelisnya diketuai Hakim Djuyamto dan dua anggotanya yakni Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin. Ketiganya kemudian memutuskan, perbuatan terdakwa terbukti sesuai dengan dakwaan jaksa tapi dianggap bukan termasuk tindak pidana.
Dalam putusan yang dibacakan pada 19 Maret 2025 tersebut, Majelis Hakim juga membebaskan para terdakwa dari tuntutan jaksa serta memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, serta martabat para terdakwa seperti semula. Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut ketiga korporasi tersebut membayar uang pengganti. Masing-masing kepada PGH sebesar Rp 937 miliar, WNG sebesar Rp 11,8 triliun, dan MMG sebesar Rp 4,8 triliun.
“Terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa WG, MS, dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan/atau gratifikasi kepada MAN sebesar Rp 60 miliar dalam rangka pengurusan putusan perkara dimaksud,” terang Qohar.
Saat ini, Kejagung tengah memeriksa majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Hakim Djuyamto sempat datang ke Gedung Bundar pada Minggu (13/4/2025) pukul 02.05 WIB, tapi belum diperiksa karena waktu yang tidak memungkinkan. Sedangkan dua hakim lainnya, Agam dan Ali, telah menjalani pemeriksaan pada siang harinya.
“Apakah mendapat (aliran uang) atau tidak, sedang kami dalami. Yang pasti putusannya sesuai yang diminta,” ungkap Qohar.
Atas putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hingga kini, jaksa masih menunggu putusan majelis hakim kasasi terkait perkara korupsi ekspor CPO dengan terdakwa tiga korporasi tersebut.
Kasus ini terbongkar Kejagung saat mendalami dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Surabaya. Ketika menggeledah lima lokasi di Jakarta pada Jumat (11/4/2025), penyidik justru menemukan alat bukti dokumen dan uang yang mengarah pada dugaan tindak pidana suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi pemberian izin ekspor CPO di PN Jakpus.
Dalam kasus ini, terdakwa PHG yang terdiri dari PT NPL, PT PAA, PT NY, PT PHPO, dan PT PHS. Kemudian, terdakwa WNG yang terdiri dari PT MNA, PT MNS, PT SAP, PT WBI, dan PT WNI. Sementara terdakwa MMG terdiri dari PT MM, PT IP, PT MONI, PT AMR, PT MMF, PT MM, dan PT WIM.
Atas temuan itu, penyidik langsung memeriksa beberapa saksi dan menggeledah beberapa lokasi. Antara lain kediaman Arif, yang ditemukan uang tunai dalam pecahan dolar AS, dolar Singapura, hingga ringgit Malaysia.
Menanggapi kasus ini, Mahkamah Agung (MA) belum mengeluarkan pernyataan resmi. Juru Bicara MA Yanto mengatakan, keterangan resmi akan disampaikan hari ini, Senin (14/4/2025).
“Saya belum berani (bicara). Pimpinan kan harus ngomong dulu,” ujarnya, saat dihubungi Redaksi, Minggu malam (13/4/2025).
Dalam kasus sebelumnya, kata dia, biasanya MA akan dapat pemberitahuan resmi dari Kejagung. Namun, dalam kasus ini, pihaknya belum mendapat pemberitahuan ini. “Karena kan masih libur,” imbuhnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
TangselCity | 23 jam yang lalu
TangselCity | 2 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 5 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu