Jumlah Hidran Minim Dan Sering Mampet
Petugas Damkar Pake Air Got Dan Kali Padamkan Api
JAKARTA - Jumlah hidran di Jakarta minim. Itu pun sebagian dalam kondisi rusak. Dengan kondisi itu, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI sering menggunakan air comberan dan kali untuk memadamkan api.
Berdasarkan, data yang dirilis data.jakarta.go.id pada tahun 2020, Jakarta hanya memiliki 1349 titik hidran.
Rinciannya, di Jakarta Pusat terdapat 308 titik hidran, 139 titik di antaranya rusak. Di Jakarta Utara terdapat 185 titik hidran, 75 di antaranya rusak. Di Jakarta Barat terdapat 154 titik hidran, 51 di antaranya rusak dan 14 titik hilang. Di Jakarta Selatan terdapat 246 titik hidran dan 71 di antaranya rusak dan 26 titik hilang.
Di Jakarta Timur terdapat 456 titik hidran, 75 di antaranya rusak dan 20 titik dilaporkan hilang.
Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta Satriadi menyebut, jumlah hidran di Jakarta kurang ideal. Apalagi ketersediaan air masih minim.
Ia mengungkapkan, penyediaan jumlah hidran di DKI selama ini tergantung pada penyedia air. Pasalnya, saluran hidran dan saluran air bersih masih menjadi satu.
“Beberapa lokasi tidak memiliki hidran karena tidak dilewati atau tidak terjangkau saluran (perusahaan) penyedia air. Kalau bicara standarisasi harusnya jarak antar titik hidran adalah 200 meter,” kata Satriadi.
Dengan kondisi itu, Dinas Gulkarmat DKI Jakarta mengupayakan sumber air alternatif yaitu air got, sungai, atau danau di area kebakaran, untuk memadamkan api.
“Kolam renang pun kalau bisa kita gunakan, ya kita gunakan juga,” tegasnya.
Selain itu, Dinas Gulkarmat DKI Jakarta mengandalkan hidran mandiri. Ini adalah tandon air atau kolam air penampungan yang dilengkapi pompa air. Hidran ini ditempatkan di area pemukiman yang susah akses air.
“Ada sekitar ada 18 hidran mandiri, yang letaknya di daerah-daerah rawan kebakaran yang jauh dari sumber air,” terang dia
Satriadi menjelaskan, masyarakat area tersebut sudah diajarkan cara menggunakan hidran tersebut agar bisa cepat memadamkan api sembari menunggu petugas Dinas Gulkarmat datang.
“Teorinya kan api tidak mungkin langsung besar, pasti kecil dulu. Ketika api masih kecil, masyarakat bisa menggunakan hidran mandiri terlebih dahulu,” ujarnya.
Satriadi menjelaskan, masyarakat area tersebut sudah diajarkan cara menggunakan hidran tersebut agar bisa cepat memadamkan api sembari menunggu petugas Dinas Gulkarmat datang.
“Teorinya kan api tidak mungkin langsung besar, pasti kecil dulu. Ketika api masih kecil, masyarakat bisa menggunakan hidran mandiri terlebih dahulu,” papar dia.
Selain itu, pihaknya sudah membentuk Sistem Keselamatan Kebakaran Lingkungan (SKKL) tingkat RW. Peran SKKL melakukan sosialisasi pencegahan kebakaran. Sebab, banyak warga belum tahu bagaimana mencegah dan menangani kebakaran.
Tekanan Kecil
Satriadi menuturkan, peran hidran di lokasi kebakaran sejauh ini belum optimal untuk memadamkan api. Karena, tekanan airnya kecil.
“Ibaratnya kalau dilihat di film kartun, air hidran bisa ngangkat mobil. Tapi kalau di sini kita yang harus nyedot ke hidran, bukannya mengandalkan tekanan,” ujar Satriadi.
Sebelumnya, pemadaman kebakaran di Jalan Simprug Golf 2, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu (21/8) terkendala ketersediaan sumber air. Akibatnya, sejumlah unit mobil pemadam kebakaran ditambahkan guna membuat rangkaian air.
“Kendalanya sumber air yang susah dan jauh sehingga butuh mobil banyak untuk membuat rangkaian,” ujar Petugas Call Center Sudin Gulkarmat Jakarta Selatan, Nizam.
Tak hanya di Simprug, petugas juga mengalami kesulitan akses air saat memadamkan kebakaran di pemukiman padat penduduk Jalan Swadaya Rukun Tetangga (RT) 13, Rukun Warga (RW) 2, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Senin (29/8).
Kepala Seksi Operasional Suku Dinas Gulkarmat Jakarta Timur, Gatot Sulaeman menuturkan, selain pasokan air, mobil parkir sembarangan ikut menyulitkan mobilitas mobil damkar.
“Kami agak kesulitan menjangkau lokasi karena banyak mobil parkir di jalan, kemudian sumber air juga jauh,” katanya.
Saat itu, untuk mendapatkan akses air, petugas meminta air di pabrik-pabrik yang berada di sekitar wilayah tersebut.
Meski api dapat dipadamkan dalam waktu satu jam, kebakaran di Cakung ini menyebabkan 40 rumah hangus dan 54 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal.
Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino mengatakan, banyaknya peristiwa kebakaran menjadi catatan serius untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terutama Dinas Gulkarmat.
“Keterlambatan petugas dan mobil damkar sepersekian detik saja akan berdampak kepada masyarakat yang berada di pemukiman padat,” ujarnya.
Wibi menyoroti peristiwa kebakaran di Simprug yang terjadi di lokasi pemukiman padat penduduk. Petugas pemadam kebakaran terlambat datang dan membuat kobaran api semakin meluas.
“Ini menjadi catatan serius kita untuk Pemprov DKI Jakarta, terutama untuk Gulkarmat, bahwasanya di tempat hunian padat seperti ini minimal ada lokasi-lokasi pengambilan air,” tandasnya. (rm.id)
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 18 jam yang lalu