PHK Mengkhawatirkan
JAKARTA - Target Presiden Prabowo Subianto agar pertumbuhan ekonomi tembus 8 persen bukanlah perkara mudah. Selain kondisi geopolitik yang tidak stabil, tantangan ekonomi di dalam negeri juga berat. Salah satunya soal PHK atau pemutusan hubungan kerja yang terjadi di berbagai daerah.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat 59.764 pekerja terkena PHK hingga 24 Oktober 2024. Sebagian besar, PHK terjadi di tiga provinsi utama. Yaitu, DKI Jakarta 14.501 orang, Jawa Tengah 11.252 orang, dan Banten 10.254 orang.
Kemenaker menjelaskan faktor penyebab PHK Antara lain, melemahnya ekspor produk tekstil dan garmen, serta efisiensi perusahaan akibat ketatnya persaingan global.
PHK kemungkinan terjadi setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Senin (21/10/2024) lalu. Karena perusahaan yang bergerak di bidang industri tekstil ini, memiliki sekitar 50 ribuan karyawan.
Pemerintah melalui Wamenaker sebelumnya menyatakan menjamin bahwa perusahaan Sritex bakal tetap beroperasi dan tidak ada karyawan yang di PHK.
Selain Sritex, ancaman bakal terjadi badai PHK juga berasal perusahaan lain. Misalnya Visa, perusahaan layanan pembayaran global berbasis kartu, berencana melakukan PHK kepada sekitar 1.400 karyawan dan kontraktor.
Berlanjut, ancaman PHK di PT Bukalapak.com. Pemicunya karena Bukalapak.com mencatatkan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 545,97 miliar per September 2024, turun 23,04 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 792,78 miliar. Bukalapak.com juga mengumumkan rencana PHK pada dua kuartal mendatang.
CEO Bukalapak, Willix Halim mengatakan, perusahaan telah melakukan berbagai upaya terbaik. Namun, kerugian dan tantangan industri semakin kencang. Perusahaan terpaksa akan melakukan restrukturisasi yang berarti pengurangan jumlah karyawan.
“Restrukturisasi ini akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja di berbagai bisnis yang akan dilaksanakan dalam dua kuartal mendatang,” tulis Willix Halim, dalam rilis perseroan, Rabu (30/10/2024) lalu.
Apa langkah dari Pemerintah? Juru bicara Kemenaker, Anwar Sanusi menyampaikan, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli meminta Pemerintah Daerah cepat tanggap terhadap fenomena PHK. Salah satunya dengan menerapkan sistem peringatan dini terhadap perusahaan-perusahaan yang berpotensi melakukan PHK.
Anwar bilang, instruksi tersebut segera direalisasikan. Kemenaker akan berkordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
“Sehingga Pemerintah Pusat atau Daerah bisa melakukan langkah-langkah mitigasi untuk membantu perusahaan-perusahaan tersebut. Seperti pendampingan agar perusahaan melakukan aksi korporasi, seperti efisiensi biaya untuk mencegah PHK,” kata Anwar.
Apabila perusahaan terpaksa melakukan PHK, lanjut Anwar, Pemerintah Pusat dan Daerah akan memastikan para pekerja mendapatkan bantuan dan pendampingan. Misalkan, para pekerja mendapatkan hak-haknya, memastikan mendapatkan juga Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Pemerintah juga punya program dan balai latihan kerja untuk meningkatkan kemampuan mereka agar bisa mendapatkan pekerjaan kembali sesuai kebutuhan industri yang ada. Intinya, sistem peringatan dini tersebut bertujuan menghindari makin bertambahnya pekerja yang ter PHK,” papar mantan Sekjen Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal itu.
Sementara, Pengamat Ketenegakerjaan, Prof Payaman Simajuntak menilai sistem peringatan dini tersebut akan efektif jika berjalan beriringan dengan ketegasan Pemerintah menjalankan regulasi. Contohnya, ucap dia, soal aturan pembatasan barang impor yang bisa memukul industri dalam negeri.
“Aturan yang ada sebenarnya sudah bagus, sayangnya ketegasan soal pelaksanaannya yang jadi masalah. Selama tidak ada ketegasan dalam penerapan regulasi tanpa pandang bulu, maka akan makin bamyak perusahaan berguguran dan korban PHK akan terus bertambah,” pungkas Payaman.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui belakangan ini daya beli masyarakat sedang menurun. Hal ini yang membuat bisnis manufaktur goyang dan banyak perusahaan gulung tikar.
Airlangga mengatakan, fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Menurutnya, mayoritas negara mengalami hal serupa. Di ASEAN, bisnis manufaktur juga lesu dan membuat banyak usaha gulung tikar.
Agar kondisi ini tidak berlangsung lama, Airlangga sedang berupaya memulihkan daya beli masyarakat. Pihaknya akan mengutamakan desain kebijakan ekonomi jangka menengah-panjang dalam 100 hari pertama.
TangselCity | 12 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 16 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu