TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Wacana Ribuan Koruptor Akan Terima Amnesti Presiden, Terobosan Atau Nabrak Aturan?

Oleh: Farhan
Editor: Redaksi
Minggu, 22 Desember 2024 | 11:02 WIB
Lapas Sukamiskin, Bandung. Foto : Ist
Lapas Sukamiskin, Bandung. Foto : Ist

JAKARTA - Langkah Presiden Prabowo Subianto mempertimbangkan untuk memaafkan para koruptor yang mengembalikan duit hasil korupsi ke negara, menuai pro kontra. Bagi yang setuju, wacana ini dinilai sebagai terobosan mengembalikan aset negara. Di lain sisi, wacana ini dinilai tidak sesuai aturan yang ada.

Sebelumnya, Prabowo mengaku pihaknya sedang memberi kesempatan bagi para koruptor untuk taubat. Menurutnya, Pemerintah akan memaafkan, bila semua uang curian dikembalikan ke negara.

"Saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk taubat," kata Prabowo, saat berpidato di depan para mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024) waktu setempat.

"Hai, para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," imbuhnya.

Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Permasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyebut, jumlah narapidana kasus korupsi yang akan menerima amnesti dari Presiden berjumlah ribuan. Yusril mengklaim, jumlah itu masih lebih kecil dibandingkan jumlah narapidana narkotika yang akan menerima amnesti, dengan total penerima amnesti sebelumnya diperkirakan mencapai 44 ribu.

"Tapi yang korupsi itu enggak banyak, itu cuma ya berapa ribu, yang paling banyak narkotika," kata Yusril kepada wartawan, Jumat (20/12/2024).

Yusril mengatakan, rencana Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada narapidana korupsi itu tidak melanggar undang-undang. "Harus baca undang-undang lain. Undang-undang lain itu lebih tinggi, sumbernya Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi," jelasnya.

Dia menjelaskan, Presiden memberikan grasi meminta pertimbangan Mahkamah Agung. Sementara, kalau Presiden memberikan amnesti dan abolisi, meminta pertimbangan DPR "Grasi, amnesti dan abolisi itu bisa diberikan terhadap tindak pidana apapun," sambungnya.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hasbiallah Ilyas menilai, wacana pengampunan bagi koruptor yang mengembalikan aset sebagai sebuah solusi. Apalagi, kata dia, berapa banyak koruptor yang ditangkap, tapi uang negara juga hilang.

"Realistis saja. Belum lagi menghabiskan uang negara dengan memberikan makan bagi koruptor. Jadi uang yang dikembalikan itu jauh lebih sedikit," ujar Hasbiyallah Ilyas kepada Redaksi, Sabtu (21/12/2024).

Sementara Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menegaskan, pengembalian kerugian keuangan negara tak akan menghapus hukuman pidana yang menjerat para koruptor. Dia menjelaskan, pada saat penyelidikan atau bahkan saat koruptor rela mengembalikan uang yang dikorupsikan, kerugian memang tidak muncul sehingga hangus.

"Tapi tetap, perbuatannya tetap dianggap sebagai kriminal kejahatan, yaitu korupsi,” ujar

Mendalami topik ini lebih lanjut, berikut wawancara selengkapnya dengan Bonyamin Saiman.

Apa tanggapan Anda dengan usulan pemberian maaf kepada koruptor jika mengembalikan hasil korupsinya?

 

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi dengan tegas mengatakan, pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Memang ada aturan seperti itu.

MAKI sendiri pernah mengajukan gugatan pra peradilan penghentian penyidikan karena sudah dikembalikan kerugiannya. Jadi itu kan sudah pada tahap penyidikan.

Sementara kalau masih dalam penyelidikan atau belum dilaporkan, itu kan tidak muncul kerugian negara. Namun perbuatannya itu termasuk perbuatan kriminal dan kejahatan, yakni korupsi.

Namun, apakah ada aturan yang membolehkan diperbolehkannya kebijakan tersebut?

Bisa Presiden melalui Kejaksaan Agung, apalagi KPK juga bagian eksekutif tidak meneruskan penuntutan. Itu kan punya diskresi. Ada celah memang.

Anda melihat korupsi seperti apa yang bisa dimaafkan?

Korupsinya jahat bukan karena kesalahan administrasi, kesalahan prosedur saja, ya tidak apa-apa. Tetapi kalau memang karena ada kesengajaan dengan membuat fiktif anggaran, menggelembungkan anggaran atau tender sudah diatur atau dimonopoli, maka sudah tidak bisa dimaafkan atau diampuni.

Tapi kalau karena kesalahan prosedur apapun atau berkaitan dengan keperdataan ya tidak apa-apa. Namun harus diingat, aturan terkait itu ada karena memang namanya korupsi pasti ada niat jahatnya. Tapi memang ada beberapa kasus yang kemudian dinyatakan perbuatan perdata.

Anda sendiri setuju dengan usulan ini?

Saya tidak pada posisi setuju atau tidak setuju, tapi kendalanya, orang korupsi itu kan sudah dengan cara-cara cerdas.

Maksudnya bagaimana?

Mereka yang disidangkan saja mengaku tidak korupsi. Bagaimana cara koruptor diambil hatinya supaya mengembalikan harta yang dicurinya. Wong mereka merasa tidak bermasalah kok. Merasa kalau proyek untungnya besar ya untungnya dia atau ketika dana-dana yang lain ditilep, ya mereka menilai itu upahnya.

Nah itu kan gak mungkin rasanya mereka mengaku dan menyerahkan kepada Pemerintah sesuai arahan Pak Prabowo. Jadi saya mempertanyakan efektifitas dari seruan Pak Prabowo itu.

Jadi memang ada potensi pengembalian aset negara ya?

Nah, siapa tahu dengan seruan itu dan dengan sikap tegas Pak Prabowo, akhirnya koruptor pada takut dan mengembalikan uangnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit