TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Solusi Atasi Macet Jabodetabek, Pramono Perluasan Akses Transjakarta

Reporter: Farhan
Editor: Redaksi
Selasa, 25 Februari 2025 | 10:13 WIB
Armada Bus Transjakarta. Foto : Ist
Armada Bus Transjakarta. Foto : Ist

JAKARTA - Rencana Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memperluas akses transportasi umum dengan mengembangkan Transjakarta menjadi Transjabodetabek, mendapatkan dukungan. Meski langkah tersebut bakal mengalami kendala karena operasi Transjakarta masih disubsidi.

 

Menurut pengamat tata kota Yayat Supriatna, perlu otoritas tunggal yang memiliki wewenang lebih luas untuk mengatur dan mengelola seluruh sistem transportasi secara terpadu di Ja­karta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

 

“Pasalnya, saat ini belum ada badan yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengintegrasikan seluruh moda transportasi di Jabode­tabek,” jelas Yayat di Jakarta, Senin(24/2/2025).

 

Meski Badan Pengelola Trans­portasi Jabodetabek (BPTJ), yang berada di bawah naungan Kemen­terian Perhubungan (Kemenhub), telah memiliki beberapa program dan inisiatif. Seperti JR Connexion Jabodetabek dan subsidi Buy The Service (BTS), kewenangan mereka masih terbatas.

 

Sementara, lanjut Yayat Ke­menhub juga memiliki peran mengatur transportasi. Yakni mengatur besaran subsidi yang diberikan kepada angkutan mas­sal, termasuk Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek.

 

Yayat menilai, integrasi tarif kombinasi KRL, Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT) dan Transjakarta membutuhkan koordinasi teknis dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

 

“Jika sepenuhnya subsidi layanan diberikan ke Pemprov, otomatis kelembagaan Jabo­detabek sepenuhnya menjadi kewenangan Pemprov,” katanya.

 

Yayat juga mempertanyakan apakah Dewan Aglomerasi yang diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), nantinya memiliki wewenang untuk mengatasi masalah integrasi trans­portasi di Jabodetabek.

 

Dibutuhkan penjelasan ter­kait tugas dan tanggung jawab Dewan Aglomerasi di bidang transportasi,” kata Yayat.

 

Ada beberapa operator utama integrasi layanan Jabodetabek saat ini, yakni PT KCI, PT Trans Jakarta, LRT Jabodebek dan JR Connexion.

 

Menurutnya, tarif kombinasi antar-layanan KRL, MRT, LRT Jabodetabek, LRT Jakarta, Trans Jakarta, JR Connexion, serta perhitungan tarif untuk jarak an­tar-kota harus dipertimbangkan.

 

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, ketidakadaan otoritas transportasi di Jabodetabek menjadi salah satu tantangan dalam mewujudkan integrasi tarif dan sistem trans­portasi di Jabodetabek.

 

Sepanjang tidak ada lembaga yang punya otoritas memiliki kewenangan lintas wilayah administrasi antar Pemda, integrasi tarif tidak mudah diimplementa­sikan,” ujar Sudaryatmo.

 

Pembentukan otoritas ini, menurutnya, membutuhkan produk hukum yang jelas dan dukungan dari Pemda.

 

“Otoritas kan butuh produk hukum. Apakah Pemerintah rela sebagian kewenangannya diambil oleh otoritas tersebut?” tanyanya.

 

Selain kelembagaan, ketidak­seragaman rute dan trayek ang­kutan umum serta model bisnis operator angkutan umum, juga menjadi tantangan dalam inte­grasi transportasi Jabodetabek.

 

“Perlu ada rute atau trayek ang­kutan umum yang berbasis kepada kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

 

Sudaryatmo juga menekankan pentingnya melibatkan peru­sahaan swasta dalam integrasi transportasi.

 

“Saya harap kalau nanti in­tegrasi terbentuk tidak hanya BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), tetapi perusahaan swas­ta juga dilibatkan, sehingga jangkauannya bisa lebih luas,” harapnya.

 

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan, salah satu permasalahan utama Jakarta adalah padatnya mobilisasi masyarakat pada pagi dan sore hari.

 

Sebab, banyak masyarakat yang tinggal di area sub-urban seperti Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang, dan sekitarnya melakukan mobilisasi menuju dan keluar Jakarta.

 

“Kami tidak bisa menyelesaikan persoalan Jakarta hanya di wilayah Jakarta saja. Karena itu, perlu aturan bersama-sama (dengan wilayah lain),” ujar Pramono dalam pidato perdananya pada rapat paripurna di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, Kamis (20/2/2025).

 

Pramono menuturkan, untuk mewujudkan hal tersebut, Pem­prov memerlukan diskusi secara details dan mendalam dengan DPRD serta stakeholder terkait lainnya. Setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD, barulah Pemprov dapat mengeksekusi rencana pengembangan Transjakarta bersama para pemimpin daerah lain terkait.

 

Kami akan meminta persetu­juan dari saudara-saudara sekalian agar (rencana) ini bisa diterapkan bersama-sama,” kata politisi PDIP itu.

 

Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Ismail mendukung perluasan rute Transjakarta. Kebijakan tersebut sudah pernah diupayakan oleh PT Transjakarta. Namun terkendala masalah komunikasi dan koordi­nasi dengan pemangku wilayah.

 

Meski demikian, Ismail me­nyambut hangat perluasan jang­kauan wilayah rute Transjakarta masuk dalam program prioritas sebagai sarana transportasi pub­lik. Hal ini bisa mengurai kemacetan arus lalu lintas di Jakarta.

 

“Saat ini peluang untuk di­realisasikan karena sejalan dengan ide gubernur yang akan memberikan dukungan penuh. Termasuk memanfaatkan regu­lasi tentang aglomerasi sebagai dasar hukum,” ujar Ismail saat dihubungi, Jumat (21/2/2025).

 

Menurut Ismail, moda trans­portasi publik seperti Transja­karta memiliki beberapa keunggulan. Antara lain, jumlah armada yang memadai baik kecil, sedang maupun besar.

 

Selain itu, memiliki manaje­men layanan yang sudah teruji dan terus dikembangkan untuk melayani masyarakat Jakarta.

 

“Ini momentum yang tepat. Transjakarta bisa lebih proaktif menjemput para commuter dari wilayahnya masing-masing,” ungkap Ismail.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit