Kemenkes Ajak Masyarakat Ikut Serta Eliminir TBC

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggencarkan upaya eliminasi tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Salah satunya, dengan kampanye Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis dengan Komitmen dan Aksi Nyata (GIATKAN) untuk mengajak masyarakat sadar bahaya TBC.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan, Pemerintah sangat serius dalam menangani TBC, mengingat penyakit ini masih menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat. Sejak pertama kali ditemukan 140 tahun lalu, TBC telah menyebabkan lebih dari satu miliar kematian di seluruh dunia.
Percepatan penanganan kasus TBC sangat penting agar kita bisa menurunkan angka kematian dan mencegah penyebaran lebih luas,” ujar Menkes, dalam keterangan persnya, Sabtu (1/3/2025).
Program kampanye GIATKAN digelar menjelang Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) 2025 pada 24 Maret. Kampanye ini sekaligus bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan penyakit menular tersebut.
Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus TBC tertinggi, dengan 136 ribu kematian per tahun. Artinya, sekitar dua orang meninggal setiap lima menit akibat penyakit ini.
“Target kami adalah memastikan bahwa minimal 90 persen pasien yang terdiagnosis dapat memulai dan menyelesaikan pengobatan," tutur Menkes.
Untuk mencapai target eliminasi TBC pada 2030, Kemenkes telah merancang berbagai strategi komprehensif. Salah satunya adalah melalui Temukan TB, Obati Sampai Sembuh (TOSS TB), sebuah program yang mendorong peningkatan penemuan kasus aktif, pengobatan tepat sasaran, dan pendampingan pasien agar menyelesaikan terapi hingga tuntas.
Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes, Yudhi Pramono, menjelaskan, dalam kampanye GIATKAN, Pemerintah juga menggencarkan deteksi dini serta pengobatan pencegahan. Salah satu metode yang digunakan adalah Terapi Pencegahan TB (TPT), yang ditargetkan bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan orang dengan daya tahan tubuh lemah.
Dia mengingatkan, deteksi dini sangat krusial agar pasien bisa segera mendapat pengobatan yang tepat. “Selain itu, kita ingin memastikan pasien tidak mengalami resistensi obat, yang bisa membuat pengobatan lebih sulit dan memperpanjang masa penyembuhan," jelas Yudhi.
Selain fokus pada pengobatan, Pemerintah juga berupaya meningkatkan akses layanan kesehatan bagi pasien TBC. Kemenkes bekerja sama dengan fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia untuk mempercepat proses diagnosis, memperluas cakupan layanan terapi, serta memastikan distribusi obat-obatan berjalan lancar.
Dia mengingatkan, deteksi dini sangat krusial agar pasien bisa segera mendapat pengobatan yang tepat. “Selain itu, kita ingin memastikan pasien tidak mengalami resistensi obat, yang bisa membuat pengobatan lebih sulit dan memperpanjang masa penyembuhan," jelas Yudhi.
Selain fokus pada pengobatan, Pemerintah juga berupaya meningkatkan akses layanan kesehatan bagi pasien TBC. Kemenkes bekerja sama dengan fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia untuk mempercepat proses diagnosis, memperluas cakupan layanan terapi, serta memastikan distribusi obat-obatan berjalan lancar.
Dia menegaskannya, eliminasi TBC bukan hanya tanggung jawab Pemerintah dan tenaga kesehatan, tetapi juga membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat. Dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan sekitar dapat membantu pasien menjalani pengobatan dengan lebih disiplin.
Salah satu tantangan utama dalam penanganan TBC adalah stigma sosial yang masih melekat pada penderita. Banyak pasien merasa malu atau takut dikucilkan oleh masyarakat, sehingga enggan mencari pengobatan. Padahal, jika tidak diobati dengan baik, penyakit ini dapat menular lebih luas dan menjadi semakin sulit dikendalikan.
Semua pihak perlu bekerja sama menghilangkan stigma terhadap pasien TBC. Apalagi ini bukan penyakit kutukan atau sesuatu yang harus ditakuti secara berlebihan.
“Yang penting adalah memastikan pasien mendapatkan perawatan yang sesuai, serta memberikan mereka dukungan moral agar bisa sembuh,” imbau Yudhi.
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 15 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 8 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu