TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Jadwal imsak
Dewan Pers

PPDB Resmi Jadi SPMB

Reporter: Farhan
Editor: Redaksi
Kamis, 06 Maret 2025 | 11:47 WIB
Mendikdasmen Abdul Mu'ti. Foto : Ist
Mendikdasmen Abdul Mu'ti. Foto : Ist

JAKARTA - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara resmi meluncurkan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang tertuang dalam Peraturan Mendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025.

 

Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyatakan, penerapan kebijakan ini sebagai wujud evaluasi dan penyempurnaan dari kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya, yakni Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

 

“Sistem yang kami kembangkan ini, selain berdasarkan pada landasan konstitusional, juga melihat pelaksanaan PPDB 2017-2024 yang di dalamnya kami menemukan beberapa permasalahan untuk kita perbaiki,” kata Abdul Mu'ti di Jakarta Pusat pada Senin (3/3/2025).

 

Mu'ti menyampaikan, ada tiga aspek mendasar pada permasalahan dan dampak PPDB yang berjalan sejak 2017 hingga 2024. Dia menuturkan, permasalahannya ada pada akademik, administrasi dan potensi penyimpangan.

 

"Potensi penyimpangan proses seleksi kurang atau tidak akuntabel, transparansi proses PPDB yang lemah, kemudian tidak patuh pada petunjuk teknis pusat dan daerah," kata Mu'ti.

 

Kemudian, penggantian istilah “peserta didik” menjadi “murid” merupakan upaya agar program Pemerintah ini lebih inklusif, mencakup peserta didik dari berbagai jalur dan latar belakang pendidikan.

 

SPMB bukan hanya mencakup sistem penerimaan murid, namun terdapat pembinaan, evaluasi, kurasi prestasi, fleksibilitas daerah, pelibatan sekolah swasta, dan integrasi teknologi,” kata Mu'ti.

 

Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengapresiasi diterbitkannya aturan mengenai SPMB ini. Politisi Partai Golkar ini yakin, SPMB mampu mengatasi permasalahan pada era PPDB.

 

"Komisi X DPR akan  memastikan kebijakan SPMB, benar-benar memberikan akses pendidikan yang adil bagi semua anak Indonesia, tanpa diskriminasi," ujar Hetifah.

 

Namun, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengaku tidak yakin SPMB akan menuntaskan persoalan pokok dan klasik yang terjadi dalam PPDB.

 

"Setelah menyimak dan membaca paparan, termasuk Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tentang SPMB, P2G meragukan sistem yang diklaim baru ini," ujar Satriwan, Rabu (5/3/2025).

 

Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara selengkapnya dengan Satriwan Salim

 

Kenapa Anda ragu SPMB dapat menyelesaikan permasalahan era PPDB?

 

Kami ada lima catatan terkait topik ini. Antara lain, pertama, P2G dari awal meminta Pemerintah Pusat agar tetap mempertahankan secara substansi empat jalur PPDB (Zonasi, Prestasi, Afirmasi dan Perpindahan Orang Tua). Sebab, Wakil Presiden Gibran Rakabuming pernah mengatakan akan menghapus Jalur Zonasi dalam PPDB.

 

Untuk itu, kami mengapresiasi, karena Pemerintah mempertahankan Jalur Zonasi, meskipun berganti nama menjadi Domisili. Bahkan, jalur afirmasi mendapat penambahan kuota menjadi 20 persen di SMP, dan 30 persen di SMA. Ini membuka peluang makin luas bagi anak keluarga miskin bersekolah di sekolah negeri.

 

Apa lagi catatan Anda?

 

Kedua, meskipun ada penambahan Jalur Afirmasi, tapi Kemendikdasmen mengurangi Jalur Zonasi/Domisili menjadi 30 persen untuk SMA, yang sebelumnya 50 persen.

 

Yang lebih mengejutkan, Jalur Prestasi justru bertambah menjadi 30 persen di SMA, dan 25 persen di SMP.  Penambahan Jalur Prestasi ini akan menciptakan kembali label "Sekolah Unggulan" atau "Sekolah Favorit" yang melahirkan ketimpangan pelayanan pendidikan bagi anak.

 

Bagaimana dengan akses pendidikannya?

 

Mengenai hal tersebut, SPMB belum sepenuhnya menjawab persoalan pokok dalam pemerataan akses pendidikan bagi seluruh anak tanpa kecuali, sebagaimana tujuan awal PPDB/SPMB. Ada tiga persoalan khas dalam PPDB/SPMB ini.

 

Apa saja?

 

Pertama, keterbatasan dan ketidakmerataan jumlah sebaran sekolah negeri, serta ketidakmerataan mutu sekolah di wilayah Indonesia. Ada wilayah yang sekolah negerinya tak mampu menampung calon siswa, karena ruang kelas terbatas. Namun sebaliknya, ada wilayah yang sekolahnya justru kekurangan murid. Bahkan, tidak ada murid yang mendaftar.

 

Kenapa bisa seperti itu?

 

Salah satunya, karena jarak antara sekolah negeri dan rumah siswa terlalu jauh, transportasi tidak memadai, akses jalan rusak, sehingga orangtua memilih sekolah/madrasah swasta dekat rumah.

 

Kedua, kami menilai, selama ini persoalan sistem penerimaan murid baru di sekolah hanya menjadi isu satu kementerian saja, yakni Kemendikdasmen. Padahal, persoalan SPMB/PPDB menyangkut soal sebaran gedung sekolah, fasilitas sekolah, sebaran anak usia sekolah, dokumen Kartu Keluarga (kependudukan), akses infrastruktur jalan, moda transportasi, internet, pelibatan madrasah, dan lain-lain.

 

Semua adalah isu yang seharusnya melibatkan lintas kementerian dan Pemda. Harusnya ada solusi komprehensif yang menjadi tanggung jawab lintas kementerian.

 

Poin berikutnya?

 

Poin ketiga, yakni masalah kecurangan dan pelanggaran hukum. Seperti pungli, jual beli kursi oleh oknum sekolah kepada calon orangtua murid, manipulasi data Kartu Keluarga, dokumen kependudukan, intervensi kepada panitia sekolah, bahkan kolusi antara oknum pihak sekolah dengan oknum pejabat daerah dan calon orangtua murid.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit