TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Jadwal imsak
Dewan Pers

Putusan MK Kembali Bikin Geger

Reporter & Editor : AY
Sabtu, 22 Maret 2025 | 09:41 WIB
Ketua MK Suhartoyo. Foto : Ist
Ketua MK Suhartoyo. Foto : Ist

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali bikin geger dengan putusan terbarunya mengenai mekanisme pengunduran diri calon anggota legislatif (caleg) terpilih yang ingin maju dalam Pilkada. Dalam putusannya, MK menegaskan, caleg terpilih tidak boleh mengundurkan diri demi mencalonkan diri di Pilkada.

 

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/3/2024).

 

Perkara dengan nomor 176/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh tiga mahasiswa asal Jawa Timur, yaitu Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Wianda Julita Maharani. Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan.

 

Hakim Suhartoyo menyatakan, pengunduran diri caleg terpilih hanya diperbolehkan jika alasannya adalah untuk menjalankan tugas negara yang tidak melalui pemilihan umum.

 

Putusan ini sekaligus mengubah isi Pasal 426 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sebelumnya, aturan tersebut membolehkan pergantian caleg DPR, DPD, dan DPRD jika mereka mengundurkan diri. Namun, MK menilai ketentuan itu bertentangan dengan UUD NRI 1945, sehingga menambah­kan syarat baru dalam poin b.

 

"Sepanjang tidak dimaknai 'mengun­durkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum'," ujar Su­hartoyo saat membacakan amar putusan.

 

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyoroti fenomena pengunduran diri caleg ter­pilih sebagai praktik yang tidak sehat dalam demokrasi, terutama jika tujuan­nya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah dalam Pilkada. Menurut Arsul Sani, tindakan tersebut berpotensi bersifat transaksional dan dapat mende­gradasi prinsip kedaulatan rakyat yang menjadi esensi pemilihan umum.

 

"Calon terpilih yang hendak mengundurkan diri demi mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah atau wakil kepala daerah melanggar hak konstitusional sebagai pemegang ke­daulatan rakyat," tegas Arsul.

 

Pada Pilkada Serentak 2024, diketa­hui banyak caleg terpilih yang mundur dari jabatannya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Antara lain Airin Rachmi Diany Caleg terpilih Golkar dari Dapil Banten III yang me­ngundurkan diri untuk menjadi Calon Gubernur Banten, dan Dedi Mulyadi dari Gerindra yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Barat (Jabar).

 

Ada juga Caleg terpilih PKS Ahmad Syaikhu dari Dapil Jabar VII yang men­jadi Calon Gubernur Jabar, Rano Karno dari PDIP selaku Caleg terpilih Dapil Banten III yang mundur untuk menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, hingga Ru­dy Mas'ud dari Golkar yang mencalonkan diri pada Pilgub Kalimantan Timur.

 

Menanggapi putusan ini, Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan putusan MK itu akan men­jadi bahan dalam perbaikan UU Pemilu dan UU Pilkada. “Kami akan masukkan dalam pembahasan revisi UU Pemilu?” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

 

Lalu bagaimana tanggapan parpol? Politisi PDIP Dwi Rio Sambodo menilai, putusan MK yang melarang caleg terpilih mengundurkan diri demi maju dalam pilkada sebagai langkah tepat untuk menjaga konsistensi dan tang­gung jawab politik.

 

Dia menyebut, putusan MK ini menegaskan bahwa caleg terpilih harus memegang komitmen terhadap konstituen yang telah memilihnya. Jika mereka mundur hanya untuk mengejar jabatan lain, hal itu dapat dianggap sebagai bentuk ketidakseriusan dalam menjalankan mandat rakyat.

 

Aturan ini juga bertujuan mencegah praktik politik yang tidak sehat, seperti politik transaksional atau pencalonan sebagai batu loncatan menuju jabatan lain. Dengan adanya pembatasan ini, di­harapkan kualitas demokrasi dan integ­ritas politik semakin meningkat,” ujar Dwi Rio dalam keterangannya kepada Redaksi, Jumat (21/3/2024).

 

Ia menambahkan, jika caleg terpilih dibiarkan mundur untuk maju Pilkada, hal itu dapat menimbulkan ketidaksta­bilan politik, terutama dalam pengisian kursi yang kosong. Larangan ini, menurutnya, menjadi instrumen pen­ting dalam memastikan stabilitas dan kontinuitas kinerja legislatif.

 

Namun, Dwi Rio juga mengakui adanya perdebatan mengenai aturan ini. Beberapa pihak berpendapat bahwa larangan tersebut bisa dianggap mem­batasi hak dan kebebasan seseorang dalam berpolitik.

 

Pengamat Pemilu dari Universitas In­donesia Titi Anggraini mengapresiasi, putusan MK yang melarang caleg ter­pilih mengundurkan diri demi mencalonkan diri dalam Pilkada. Menurutnya, putusan ini merupakan langkah pro­gresif yang akan membawa dampak positif bagi demokrasi di Indonesia.

 

"Putusan ini juga bisa mencegah caleg yang nyaleg di Pemilu Legislatif sekadar untuk 'tes ombak' elektabilitas demi kepentingan utamanya ikut kon­testasi Pilkada," ujar Titi kepada Rakyat Merdeka, Jumat (21/3/2025).

 

Titi menekankan, putusan MK ini memiliki potensi besar untuk mendo­rong perbaikan tata kelola internal partai politik. Dengan adanya aturan tersebut, partai politik akan terdorong untuk lebih serius dalam mempersiapkan proses rekrutmen kader, baik untuk kontestasi pemilu legislatif maupun pilkada.

 

Lebih lanjut, Titi menilai, putusan ini dapat mendorong partai politik menjadi lebih modern dan sehat dalam tata ke­lolanya. Karena itu, ia mengimbau agar partai tidak bersikap resisten terhadap keputusan MK tersebut.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit