Kejagung Minta Polri Usut Sisi Korupsi Pagar Laut

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan berkas empat tersangka penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di Tangerang kepada Bareskrim Polri. Kejagung meminta Polri tidak berhenti di kasus pemalsuan dokumen, tapi diminta mendalami dugaan tindak pidana korupsi yang ditemukan dalam kasus tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menerangkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) mengembalikan berkas tersebut karena dianggap kurang lengkap. “Kejaksaan Agung melalui Jampidum telah mengembalikan berkas perkara atas nama tersangka ARS dkk kepada Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri,” ujar Harli dalam keterangannya, Selasa (25/3/2025).
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen untuk penerbitan HGB dan SHM di perairan Desa Kohod, Tangerang. Mereka adalah Kepala Desa Kohod Arsin (ARS), Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua penerima kuasa bernama Septian Prasetyo serta Candra Eka.
Harli menjelaskan, berdasarkan hasil analisa hukum, JPU berpandangan kasus pemalsuan HGB dan SHB bukan sekedar perkara pidana. Namun, ada potensi kerugian keuangan negara dan perekonomian akibat penguasaan wilayah laut secara ilegal. Pelanggaran ini mencakup penerbitan sertipikat tanpa izin reklamasi maupun izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) Laut yang melanggar aturan.
Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” kata Harli.
Ia juga menyampaikan penyidik Bareskrim Polri diberikan waktu 14 hari untuk melengkapi berkas perkara sesuai arahan JPU. “Untuk itu, koordinasi lebih lanjut dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus diperlukan guna memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan,” pungkasnya.
Kasus pagar laut mencuat setelah ditemukan pagar sepanjang 30,1 kilometer di wilayah perairan Tangerang. Berdasarkan temuan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), ada 263 HGB dan 17 SHM yang diterbitkan di atas laut, yang seharusnya tidak bisa dilakukan secara hukum. Setelah proses telaah, ATR/BPN membatalkan 209 sertifikat, sementara 58 sertifikat lainnya dinyatakan sah karena berada dalam garis pantai.
Polisi menduga, para tersangka bersekongkol membuat surat girik palsu dan dokumen lainnya, seperti surat pernyataan penguasaan tanah dan surat keterangan tanah, untuk memuluskan penerbitan sertifikat tersebut.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan dokumen tersebut dijadikan dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan secara ilegal.
Di sisi lain, Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri masih menyelidiki dugaan korupsi dalam kasus pagar laut Tangerang. Dugaan korupsi itu ditengarai terjadi saat proses penerbitan Sertifikat HGB dan SHM di wilayah perairan Tangerang, Banten.
Kepala Kortastipidkor Inspektur Jenderal Cahyono Wibowo mengatakan sudah memeriksa 34 saksi. Para saksi tersebut berasal dari kalangan swasta, pegawai di Kementerian ATR/BPN hingga sejumlah kepala desa di Kabupaten Tangerang. Namun, Cahyono tidak menjabarkan bentuk dugaan korupsi yang terjadi.
“Penyelidikan masih berjalan,” kata Cahyono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/3/2025).
Selain Kejaksaan dan Polri, kasus ini turut menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Budiyanto menyatakan pihaknya sedang memverifikasi laporan dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat tersebut.
Tessa juga memastikan semua temuan akan dikoordinasikan KPK dengan aparat penegak hukum lain yang juga mengusut perkara serupa. “KPK akan melakukan proses analisa, verifikasi, dan mencari dari sisi-sisi yang tidak bertabrakan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung,” kata Tessa dalam keterangannya, dikutip Selasa (25/3/2025).
Diketahui, laporan itu disampaikan oleh mantan Ketua KPK Abraham Samad bersama Koalisi Masyarakat Anti Korupsi. Saat melaporkan, Samad menilai ada dugaan kuat suap dan gratifikasi dalam penerbitan sertifikat di atas laut, serta potensi kerugian negara yang signifikan.
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 18 jam yang lalu
Nasional | 9 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Internasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu