Bisakah Presiden 2 Periode Jadi Wapres?
Prof. Jimly Bilang: Tidak!!!
JAKARTA - Pendapat Jubir Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono yang membolehkan presiden 2 peridoe maju sebagai cawapres menuai kontroversi. Pendapat itu dicurigai sebagai karpet merah untuk Presiden Jokowi agar bisa kembali bertarung di Pilpres 2024 sebagai cawapres.
Bagaimana pandangan Prof Jimly Asshidiqie, pakar hukum tata negara yang juga eks Ketua MK menjawab soal bisakah presiden presiden dua periode maju sebagai wapres? Dengan tegas, Prof Jimly bilang : Tidak!!!.
Setelah wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden 3 periode meredup, kini muncul isu yang tak kalah kontroversinya. Presiden yang sudah menjabat selama 2 periode, masih boleh maju lagi di Pilpres. Tapi bukan sebagai capres, melainkan turun kelas menjadi cawapres.
Kok bisa? Menurut Fajar, konstitusi tidak mengatur secara eksplisit bahwa presiden 2 periode tidak boleh maju sebagai cawapres. Kata dia, yang diatur secara eksplisit adalah masa jabatan maksimal dua periode yang diatur dalam Pasal 7 UUD 1945. Jadi, kata dia, tak ada peraturan yang melarang presiden dua periode maju sebagai cawapres.
"Secara normatif boleh saja. Tidak ada larangan, tapi urusannya jadi soal etika politik," kata Fajar menjelaskan soal argumennya itu.
Omongan Fajar itu kemudian menjadi pemberitaan yang luas dan menuai polemik. Dari pernyataan ini, sejumlah politisi lantas mengaitkan dengan niat Jokowi yang dituding ingin melanggengkan kekuasaan.
Meskipun belum ada bantahan dari Istana maupun Jokowi sendiri, wacana yang dilemparkan MK itu langsung disimpulkan sebagai pembuka jalan bagi incumbent untuk maju sebagai cawapres.
Sebelum polemik itu berlangsung terlalu jauh, Jimly buru-buru memberikan pencerahan. Kepada Rakyat Merdeka, senator asal DKI Jakarta itu bilang, tidak bisa presiden 2 periode maju lagi di Pilpres meskipun sebagai cawapres.
Begini penjelasannya. Kata dia, Presiden dan Wapres itu satu paket. Jika setelah dilantik presiden meninggal, wapres naik jadi presiden. Jadi, membaca Pasal 7 UUD harus sistematis dan kontekstual, jangan cuma titik komanya saja.
"Intinya Presiden Jokowi tidak bisa nyalon lagi. Titik," kata Prof Jimly, saat dikontak Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) tadi malam.
Jimly lalu menjelaskan isi Pasal 7 UUD yang berbunyi: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 kali masa jabatan.
Sementara Pasal 8 ayat 1 berbunyi: Jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wapres sampai habis masa jabatannya.
Mantan Ketua DKPP ini mengatakan, jika Jokowi jadi wapres 2024, maka Pasal 8 ayat (1) UUD 45 tidak akan dapat dilaksanakan karena akan bertentangan dengan Pasal 7. Dengan begitu, lanjut dia, Jokowi tak memenuhi syarat untuk menjadi cawapres di 2024. "Dari segi hukum jelas tidak bisa, apalagi dari etika," ujarnya.
Mantan Ketua ICMI itu lalu menyayangkan omongan Jubir MK yang sudah offside, atau melampaui kewenangannya. Ia berharap MK memberikan teguran. Soalnya, kata dia, staf tidak boleh berbicara soal perkara apalagi sampai membuat penafsiran sendiri.
Jimly menilai, wacana presiden dua periode jadi cawapres sebenarnya berpotensi menjadi materi perkara di MK. Ke depan, Jimly menyarankan, sebaiknya staf di pengadilan di mana pun baik di MA, MK jangan ikut-ikutan bicara di depan publik yang tidak ada kewenangannya apalagi dalam persoalan materi perkara.
"Jika didiskusikan di mahasiswa boleh saja, tapi kalau sudah disampaikan di tataran pelaksana hukum negara apalagi staf MK, sudah tidak benar.
Ia meminta publik tidak menjadikan omongan Jubir MK sebagai referensi. Karena hanya pendapat staf, bukan putusan hakim MK.
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana berpendapat serupa. Kata dia, Jokowi tak bisa menjadi cawapres. Karena Pasal 7 UUD 1945, membatasi masa jabatan presiden untuk maksimal 2 periode.
Kata dia, kalau Jokowi bisa menjadi cawapres ada potensi Jokowi bisa menjadi presiden 3 periode dan karenanya melanggar Pasal 7 UUD 1945.
"Secara hukum, yang bisa terjadi adalah jika, periode pertama 5 tahun seseorang menjadi presiden, lima tahun kedua menjadi wapres, lalu 5 tahun ketiga dia menjadi presiden kembali," kata Denny, dalam keterangannya, kemarin.
Lagi pula, kata dia, tidak pernah ada presiden dua periode kembali mencalonkan diri menjadi wakil presiden.
"Kalau ada, itu akan menjadi rekor, dan keajaiban dunia ke-8," serunya.
Soal ini, MK akhirnya memberikan klarifikasi. MK menyatakan pernyataan yang disampaikan Jubir Fajar Laksono adalah pernyataan pribadi. Bukan sikap resmi lembaga/putusan MK.
Pernyataan mengenai isu dimaksud bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi," demikian siaran pers Humas MK.
Pernyataan tersebut merupakan respons jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal pada saat menjawab wartawan yang bertanya melalui chat WA, bukan dalam forum resmi, doorstop, apalagi dalam ruang atau pertemuan khusus yang sengaja dimaksudkan untuk itu.
Menurut MK, di samping menjabat sebagai Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, serta menjalankan fungsi kejurubicaraan, Fajar Laksono merupakan pengajar/akademisi.
Karena itu, dalam beberapa kesempatan selama ini membuka ruang bagi wartawan yang ingin, baik bertemu secara langsung di ruang kerja, melalui chat WA, atau sambungan telepon, guna mendiskusikan isu-isu publik aktual, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik.
"Umumnya, wartawan ingin mendapatkan tambahan informasi, pemahaman, atau perspektif berbeda guna memperkaya sudut pandang, tidak untuk keperluan pemberitaan," tulis MK.
Waketum PKB Jazilul Fawaid ikut menyayangkan omongan Fajar yang menyebut presiden dua periode dapat kembali maju sebagai cawapres. Menurut dia, pernyataan tersebut memojokkan Jokowi. Soalnya publik mulai beropini Jokowi akan maju di 2024 sebagai cawapres.
"Hemat saya Jubir MK kurang bijaksana," kata Gus Jazil, sapaannya, kemarin.
Sebelumnya, sejumlah politisi ikut terpancing untuk mengomentari pendapat yang dilemparkan Fajar. Ketua Bappilu PDIP, Bambang ‘Pacul’ Wuryanto menyatakan bisa saja Jokowi jadi cawapres. Syaratnya harus dipilih oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Bahkan, Gerindra yang sudah bulat akan mencapreskan Prabowo Subianto, buka peluang untuk meminang Jokowi sebagai cawapresnya.
Menurut Wakil Ketua Umum Gerindra, Habiburokhman, kalau secara konstitusional memungkinkan bisa saja Prabowo berpasangan dengan Jokowi. Namun, kata dia, soal ini keputusan ada di tangan Prabowo. (rm.id)
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu