Posisi Tawar RI Di Tengah Perang Dagang Diperhitungkan Amerika Dan China

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan posisi tawar Indonesia tetap netral di tengah perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Atas sikapnya itu, Indonesia diperhitungan kedua negara adidaya itu.
"Kita tetap dalam posisi yang cukup netral, dihormati, dan diperhitungkan. Ini merupakan daya tawar yang baik yang harus kita jaga,” kata Sri Mul-sapaan akrab Sri Mulyani-dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (24/4/2025).
Untuk diketahui, Sri Mul telah bertemu dengan Menteri Keuangan China Lan Fo'an dan dijadwalkan bertemu Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada pekan ini.
Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, pertemuan bilateral dengan Lan Fo'an dilakukan di sela-sela lawatannya di AS untuk mempererat hubungan kedua negara. Ia pun mendapatkan undangan untuk datang ke Beijing.
Menurut Sri Mul, Indonesia menjalankan negosiasi dengan AS melalui pendekatan yang aktif. Termasuk menyampaikan komitmen dan langkah-langkah kebijakan domestik yang relevan.
Pemerintah dan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) sepakat untuk membahas negosiasi tarif secara intensif dan menyiapkan kerangka kerja sama dalam waktu 60 hari.
Selain dengan USTR, Pemerintah berkomunikasi intens dengan pelaku usaha AS, seperti The United States-Indonesia Society (USINDO) dan Kamar Dagang Amerika Serikat (US Chamber of Commerce).
“Mereka memberikan timbal balik dan saran mengenai berbagai posisi Indonesia terhadap respons tarif resiprokal yang diterapkan Pemerintah AS,” tandas Sri Mul.
Di tempat terpisah Tim Teknis Indonesia terus melakukan pertemuan dengan Tim Teknis USTR.
Dalam pertemuan ini, telah dilakukan penandatanganan Agreement Between the Government of the United States of America and the Government of the Republic of Indonesia, regarding the Treatment of Information Related to Bilateral Agreement on Reciprocal Trade, Investment and Economic Security.
“Dengan ditandatanganinya dokumen ini, secara resmi mulai dilakukan proses negosiasi tingkat teknis untuk membahas posisi kedua negara dalam isu Tarif Resiprokal Amerika Serikat ini,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangannya, Kamis (24/4/2025).
Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak sepakat untuk segera membahas isu-isu teknis dalam perundingan yang rencananya akan dimulai pembahasan substansi teknis dalam waktu dua pekan mendatang. Hasil-hasil perundingan tingkat teknis ini akan dituangkan dalam suatu framework agreement yang nantinya akan memuat hal-hal yang akan disepakati kedua belah pihak.
Pasar Ekspor
Memanasnya perang dagang AS dan China juga mendapat sorotan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Kadin pun melakukan pertemuan dengan 31 Duta Besar (Dubes) membahas perluasan pasar ekspor dan investasi ke beberapa negara.
Ketua Umum Kadin Anindya Bakrie menganggap, Indonesia butuh pasar alternatif. "Kita belum tahu berapa lama, ini pasti ada efeknya buat Indonesia. Indonesia mesti berpikir untuk mencari kesimbangan, satu tentunya dengan AS dan dengan China," katanya di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Kamis (24/4/2025).
Kepada 31 dubes, Anindya menyampaikan pandangannya soal kepentingan pelaku industri di sektor perdagangan dan investasi. Menurut dia, hal ini menjadi penting untuk kepentingan dunia usaha.
Ia memastikan, Pemerintah dan pelaku usaha terus memperkuat posisi perdagangan Indonesia di pasar global. Beberapa langkah yang telah diambil, termasuk menjadi anggota penuh BRICS sejak 6 Januari 2025 dan mencoba Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
"Kita mencari alternatif pasar lainnya. Nah itulah alasan Indonesia ingin bergabung dengan BRICS, OECD, dan lain-lain," pungkasnya.
Sebelumnya, perang dagang antara AS dan China berdampak ke ekonomi Indonesia. International Monetary Fund (IMF) memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini jadi 4,7 persen dari sebelumnya 5,1 persen.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,7 persen pada 2025. Pada 2026, IMF juga memprediksi stagnan diangka yang sama. Padahal, pada Januari 2025, IMF masih memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5,1 persen pada 2025 dan 2026.
Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Olivier Gourinchas menjelaskan, perang dagang dan ketidakpastian kebijakan menjadi beban bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. "Kita tengah memasuki era baru. Di mana sistem ekonomi global yang telah berfungsi selama 80 tahun sedang di-reset," kata Gourinchas.
Menurutnya, proteksionis sejumlah negara akan berdampak pada perdagangan dunia, keputusan investasi, dan konsumsi di berbagai belahan dunia. Sehingga IMF memprediksi inflasi Indonesia akan turun dari 2,3 persen pada 2024 menjadi 1,7 persen tahun ini.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 23 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu