TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Bilang Perang Bisa Terjadi Di Sini, Panglima TNI Mengingatkan, Bukan Nakutin

Reporter & Editor : AY
Kamis, 26 Juni 2025 | 09:09 WIB
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto saat acara penutupan Pendidikan Reguler (Dikreg) LIII Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI Tahun Anggaran 2025 di Gedung Serasan, Sesko TNI, Bandung. Foto : Ist
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto saat acara penutupan Pendidikan Reguler (Dikreg) LIII Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI Tahun Anggaran 2025 di Gedung Serasan, Sesko TNI, Bandung. Foto : Ist

JAWA BARAT - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyebut, perang antar negara, bisa terjadi di mana saja, termasuk di Indonesia. Pernyataan Agus ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi mengingatkan untuk selalu waspada.

 

Hal tersebut dikatakan Agus saat menutup Pendidikan Reguler (Dikreg) LIII Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI Tahun Anggaran 2025 di Gedung Serasan, Sesko TNI, Bandung, Jawa Barat, Selasa (24/6/2025). 

 

Menurut Agus, ancaman konflik antarnegara bukan hanya hipotesis, tapi nyata dan dapat terjadi sewaktu-waktu. "Potensi konflik antarnegara akan selalu ada, dan perang bisa kapan saja terjadi di negara manapun, termasuk di negara kita," ujarnya.

 

Agus mencontohkan perang yang terjadi di Gaza, Palestina, konflik Rusia dengan Ukraina, dan yang terbaru perang Israel dengan Iran. Menurutnya, ketegangan-ketegangan itu mencerminkan geopolitik dunia yang sangat dinamis dan kompleks.

 

Menurut Agus, pandangan yang berpikir pertahanan negara bukan hal yang prioritas, salah kaprah. Saat menghadapi sebuah ancaman, kesiapan itu justru menjadi bagian penting untuk memastikan perdamaian tetap terjaga. "Kita harus siap perang, karena kita ingin damai," imbuhnya. 

 

Karena itu, dia menegaskan, untuk mengantisipasi ancaman keamanan yang ada, Indonesia perlu membangun kekuatan dan kesiapsiagaan seluruh komponen pertahanan negara. Dia mengajak seluruh elemen bangsa mempertahankan kedaulatan negara di tengah dinamika global yang kian tak menentu. 

 

Kita harus siap berperang untuk mempertahankan kedaulatan," tegasnya.

 

Agus mendorong para perwira lulusan Sesko TNI menjadi agen perubahan dengan semangat inovasi, tapi tetap berpijak pada jati diri TNI. Kata dia, jangan ragu membawa inovasi selama tetap berpijak pada nilai dasar jati diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara profesional. 

 

“Para perwira harus berani mengubah pola pikir dan pola tindak," pesannya.

 

Senada dikatakan Ketua Komisi I DPR Utut Adianto. Dia khawatir, konflik militer seperti yang tengah berlangsung di Timur Tengah (Timteng) saat ini terjadi di Indonesia. Menurut dia, hal tersebut harus jadi perhatian Pemerintah, termasuk TNI.

 

Berkaca pada perang Israel-Iran, kata dia, ada sejumlah hal perlu ditingkatkan, khususnya prajurit TNI dan alat utama sistem pertahanan (Alusista). Saat ini, perkembangan teknologi senjata sudah sangat bekerbang pesat. 

 

"Kita harus perbanyak ahli metalurgi, ilmu IT, radar. Kalau nggak, sudah lah,” tutur politisi PDIP ini.

 

Sementara, Pengamat Pertahanan dan Keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi menyebut, dalam dunia pertahanan, pernyataan Panglima merupakan bagian dari strategic signaling. Sekaligus pendidikan publik tentang realitas ancaman global yang makin tak terduga.

 

"Pernyataan Panglima TNI ini patut dipahami sebagai bentuk pengingat strategis, bukan ancaman atau upaya menakut-nakuti masyarakat," kata Khairul kepada tangselpos.id Rabu (25/6/2025).

 

Menurut dia, Panglima TNI ingin menyampaikan, dunia sedang berada dalam kondisi penuh ketidakpastian. Dari perang terbuka di Timteng, ketegangan di berbagai kawasan lainnya, hingga kemungkinan konflik akibat kompetisi sumber daya dan perubahan iklim. Dalam konteks ini, kesiapsiagaan menjadi kebutuhan, bukan pilihan.

 

Jadi, tegas Khairul, ini bukan retorika militeristik. Tapi refleksi atas dinamika global yang sewaktu-waktu bisa berdampak pada Indonesia. Baik langsung maupun tidak langsung. Kalimat itu jelas mencerminkan prinsip klasik "si vis pacem, para bellum" atau jika ingin damai, bersiaplah menghadapi perang.

 

Kata dia, ada beberapa hal krusial yang mendesak dilakukan. Pertama, modernisasi Alutsista perlu dipercepat. Bukan semata berbasis kuantitas, tapi pada kecocokan dengan doktrin perang modern dan potensi ancaman ke depan.

 

Kedua, kata dia, peningkatan kapasitas prajurit. Ini menyangkut pelatihan adaptif terhadap ancaman non-tradisional seperti perang siber, perang informasi, dan operasi multidomain. Selain itu, peningkatan kesejahteraan, pendidikan karakter, dan integritas prajurit juga harus menjadi fondasi profesionalisme militer.

 

Ketiga, penguatan sistem pertahanan semesta. Pemerintah perlu lebih mendorong penguatan komponen cadangan, pelatihan bela negara secara relevan, dan membangun kesadaran kolektif di kalangan sipil bahwa pertahanan bukan semata urusan TNI, melainkan tanggung jawab bersama.

 

Keempat, lanjutnya, pemutakhiran doktrin dan intelijen strategis. Menurutnya, dunia sedang mengalami pergeseran ancaman. Dari konflik konvensional menuju hibrida yang juga menggabungkan tekanan ekonomi, operasi informasi, dan sabotase digital. "TNI dan unsur pertahanan lainnya harus menyesuaikan diri dengan tren ini," pesannya.

 

Selain itu, menurut Khairul, pernyataan Panglima ini juga sejalan dengan garis kebijakan Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya membangun sistem pertahanan tangguh. Namun, tetap rasional dan adaptif terhadap kebutuhan nasional. Ini bukan soal ingin memicu perlombaan senjata, tapi membangun kapasitas deterrence yang kredibel.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit