Perombakan Harus Bikin Happy
JAKARTA - Reshuffle kabinet bisa dilihat dari banyak sisi. Diantaranya, politik dan kerakyatan.
Reshuffle yang baik bisa mempertemukan “kepentingan politik” dan kepentingan rakyat. Terlalu berat kepada “politik” bisa merugikan rakyat.
Terlalu berat ke rakyat, akan menguntungkan sisi politisnya. Ini ideal. Inilah pemihakan sesungguhnya. Sejati-jatinya. Karena, kursi itu untuk rakyat. Bukan untuk yang lain.
Menteri bisa pensiun, tapi rakyat tidak. Program menteri bisa berhenti atau dihentikan, tapi kepentingan rakyat akan selalu sama dan tetap ada.
Reshuffle yang baik, yang hasilnya baru bisa diketahui beberapa bulan ke depan, adalah reshuffle yang bisa membuat Presiden happy, juga bisa membuat rakyat senang.
Dua menteri dan tiga wakil menteri yang baru dilantik kemarin, tugasnya sesederhana itu: membuat happy.
Reshuffle diharapkan bisa membantu Presiden dalam menjalankan dan menyukseskan program-program pemerintah. Membantu Presiden mengatasi banyak persoalan rakyat.
Masalah minyak goreng misalnya, sekarang masih belum benar-benar tutas. Ada juga persoalan sengketa lahan, polarisasi bangsa, persoalan Papua, lapangan kerja, masalah-masalah di daerah, dan banyak lagi.
Bagi sebagian rakyat, reshuffle mungkin direaksi biasa-biasa saja. Tak terlalu mendapat perhatian. Karena, bagi rakyat, seperti kata pemimpin China, “kucing hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus”.
Siapa pun menterinya, yang penting bisa membereskan berbagai macam persoalan rakyat. Bukan yang asyik bermain untuk kepentingan parpol, kelompoknya atau pihak-pihak yang justru sangat jauh dari rakyat.
Selama delapan tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, ada tujuh kali reshuffle kabinet. Empat kali di periode pertama (2014-2019) dan tiga kali di periode kedua.
Selama itu pula kita mengetahui ada menteri terbaik, standar, biasa-biasa saja atau bahkan di bawah standar.
Reshuffle pertama dilakukan 12 Agustus 2015. Salah satu yang masuk adalah Sofyan Djalil yang diangkat sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas. Setelah tujuh tahun, Sofyan akhirnya tergusur, kemarin.
Penggantian Sofyan, oleh para pengamat disebut sebagai tergusurnya “orang JK, Jusuf Kalla”. Itu hanya analisis politik.
Yang masih bertahan dari reshuffle pertama adalah Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu menjadi Menko Polhukam. Luhut menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno. Sampai sekarang Luhut menjadi tulang punggung kabinet Jokowi. Jabatannya juga terus bertambah.
Ada yang bertahan, datang, dan pergi. Tapi satu yang tetap tak tergantikan: RAKYAT, dengan huruf besar semua.
Rakyat juga punya memori yang pendek terhadap mereka yang pernah duduk di kursi menteri. Apalagi kalau yang durasi jabatannya relatif singkat.
Yang cukup diingat hanya dua: yang terkena kasus dan yang punya legacy yang membuat rakyat happy. Semoga menteri dan wamen baru punya legacy hebat. Untuk rakyat. Bukan yang lain. Bukan pula hanya sekadar numpang lewat. (rm.id)
SEA Games 2025 | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
SEA Games 2025 | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Opini | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu


