Anggaran MBG Rp 1,2 T Per Hari
Tahun Depan Layani 82 Juta Penerima

JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) ditargetkan bisa menjangkau 82,9 juta penerima manfaat mulai Januari 2026. Untuk melayani penerima manfaat ini, dibutuhkan anggaran Rp 1,2 triliun per harinya.
“Insya Allah, tahun depan, kita akan mulai dari Januari dengan 82,9 juta penerima, dan Badan Gizi Nasional (BGN) akan spending Rp 1,2 triliun per hari,” kata Kepala BGN Dadan Hindayana, Senin (8/9/2025).
Menurut Dadan, besarnya anggaran ini mencerminkan keseriusan Pemerintah dalam memerangi masalah gizi buruk, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan. Besarnya anggaran MBG per hari setara dengan setengah dari anggaran Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) selama satu tahun.
"Jadi, dua hari BGN sama dengan satu tahun anggaran PPN. Itu menunjukkan prioritas besar Pemerintah,” ucap Dadan.
Untuk tahun ini, pelaksanaan MBG telah menyerap Rp 13 triliun dari total anggaran 2025 sebesar Rp 71 triliun. Sebanyak 7.475 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG telah melayani lebih dari 25 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.
“Artinya, kita sudah hampir melayani jumlah penduduk setara satu benua Australia atau empat negara Skandinavia,” tambah Dadan.
Selain memberikan manfaat gizi, kata Dadan, program ini juga berdampak besar pada perekonomian nasional. Tercatat, 29 ribu SPPG telah mendaftar, dengan setiap unit mempekerjakan 50 orang dan membutuhkan 15 pemasok (supplier) lokal.
"Dampak ekonominya luar biasa. Karena setiap SPPG menciptakan lapangan kerja, menggerakkan rantai pasok, dan memberdayakan masyarakat,” jelas Dadan.
Untuk tahun 2026, Dadan menyebut, pihaknya mendapat tambahan anggaran sebesar Rp 50 triliun. Dengan tambahan ini, total anggaran BGN meningkat dari Rp 217 triliun menjadi Rp 268 triliun.
“Penambahan anggaran Rp 50 triliun itu diprioritaskan untuk peningkatan cakupan Makan Bergizi Gratis, digitalisasi, promosi edukasi, dan pemberdayaan masyarakat, pengawasan serta penguatan tata kelola,” terang Dadan.
Dia merinci, alokasi tambahan anggaran tersebut meliputi Rp 34 triliun untuk bantuan pangan bergizi bagi anak sekolah; Rp 3,1 triliun untuk dukungan gizi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita; Rp 3,9 triliun untuk belanja pegawai; Rp 3,1 triliun untuk digitalisasi program; Rp 280 miliar untuk promosi dan edukasi; Rp 700 miliar untuk pemantauan dan pengawasan; Rp 412 miliar untuk penguatan tata kelola; dan Rp 3,8 triliun untuk koordinasi penyediaan dan penyaluran gizi.
“Dengan demikian kita lihat bahwa anggaran terpusat pada Deputi Penyediaan dan Penyaluran dengan alokasi mencapai 94,62 persen. Ini artinya, intervensi merupakan bagian utama dan anggaran itu sepenuhnya digunakan untuk pemenuhan gizi nasional,” terangnya.
Terpisah, anggota Komisi IX DPR Muh Haris mengingatkan BGN tentang pentingnya ketersediaan anggaran dalam menjalankan program MBG. Kata Haris, anggaran yang dibutuhkan BGN untuk menyalurkan paket makan bergizi kepada 82,9 juta sebesar Rp 335 triliun. Sedangkan, alokasi anggaran BGN di 2026 hanya Rp 268 triliun.
"Ada gap Rp 67 triliun yang harus segera dicarikan solusinya. Pemerintah perlu memastikan strategi bridging yang konkret, baik melalui efisiensi, cost-sharing dengan pemerintah daerah, maupun mekanisme pembiayaan kreatif. Jangan sampai pelayanan gizi untuk anak-anak bangsa terpotong di tengah jalan,” ucap Haris, mengingatkan.
Selain persoalan anggaran, Haris juga menyoroti aspek kualitas gizi dan prioritas intervensi 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Saat ini, alokasi untuk anak sekolah masih mendominasi dengan 83,4 persen, sementara untuk ibu hamil, menyusui, dan balita hanya 10,1 persen.
“Padahal, periode 1.000 HPK adalah kunci pencegahan stunting. BGN harus berani menaikkan porsinya menjadi minimal 12-15 persen agar dampaknya signifikan,” pesan politisi PKS itu.
Dia juga menekankan pentingnya digitalisasi tata kelola MBG agar benar-benar memberi manfaat. Digitalisasi bukan sekadar proyek, tapi harus menjamin transparansi, integritas pembayaran, dan akuntabilitas.
"SLA (Service Level Agreement) pembayaran harus maksimal tujuh hari, fraud rate di bawah 0,2 persen, serta adanya dashboard publik real-time agar masyarakat bisa ikut mengawasi,” tegasnya.
Terkait kesiapan lapangan, Haris meminta BGN memastikan kapasitas dapur umum, cold chain, dan SDM gizi benar-benar siap mendukung lonjakan 30.000 SPPG hingga akhir 2025.
“Program ini jangan sampai terganjal bottleneck di lapangan. Keterlambatan distribusi atau lemahnya pengawasan bisa berakibat fatal, apalagi sudah ada kasus keracunan dan isu halal yang meruntuhkan kepercayaan publik,” ucapnya.
Haris menegaskan, pihaknya mendukung penuh akselerasi MBG sebagai investasi strategis untuk menurunkan stunting, meningkatkan konsentrasi belajar, dan memperkuat ekonomi lokal melalui kemitraan UMKM. Namun, dukungan tersebut tetap disertai pengawasan ketat.
“Program Makan Bergizi Gratis ini menyangkut masa depan anak-anak bangsa. Kami ingin memastikan program ini berjalan sehat, halal, higienis, adil, dan bermanfaat bagi rakyat kecil. Jangan sampai ada anak yang keracunan, jangan ada UMKM yang dirugikan karena keterlambatan pembayaran. Ini wujud nyata keberpihakan kita kepada rakyat,” pungkas Haris.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Ekonomi Bisnis | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu