TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Tanpa Proses Pengadilan, Pemerintah Ingin Atur Perampasan Aset

Bonyamin Saiman: Beberapa Negara Sudah Menerapkan

Reporter: Farhan
Editor: AY
Sabtu, 20 September 2025 | 09:35 WIB
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman. Foto : Ist
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman. Foto : Ist

JAKARTA - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej ingin Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset juga mengatur soal perampasan atau pemulihan aset dilakukan tanpa harus melalui putusan pengadilan. Usulan tersebut langsung mendapat respon beragam.

 

Eddy menjelaskan, sistem hukum di Indonesia saat ini hanya mengatur bahwa pemulihan aset hanya bisa dilakukan melalui putusan pengadilan atau biasa dikenal dengan istilah conviction-based asset forfeiture (CBAF). Menurutnya, RUU Perampasan Aset ke depan perlu mengatur sebaliknya, bahwa pemulihan aset bisa dilakukan tanpa putusan pengadilan atau dikenal dengan istilah non-conviction based asset forfeiture (NCBAF).

 

“NCB [NCBAF] ini yang harus dikelola, karena dia bukan hukum acara pidana, juga bukan hukum acara perdata,” kata Eddy dalam rapat penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kamis (18/9/2025).

 

Eddy berpendapat, RUU Perampasan Aset mestinya dibahas setelah revisi KUHAP dan KUH Perdata selesai. Namun, dia mendukung DPR untuk mulai membahas RUU Perampasan Aset pada 2025 karena harus menerima masukan dari berbagai pihak.

 

“Tapi kami setuju dengan Baleg, bahwa kami mulai merintis dari tahun 2025, entah kapan selesainya kami butuh meaningful participation,” kata dia.

 

Eddy dalam kesempatan itu juga menolak penggunaan istilah "perampasan" dalam RUU Perampasan Aset. Menurut dia, istilah tersebut tak dikenal dalam hukum internasional, melainkan asset recovery atau pemulihan aset.

 

Asset recovery tidak diterjemahkan sebagai perampasan aset tapi pemulihan aset. Perampasan aset adalah bagian kecil dari pemulihan aset,” katanya.

 

Eddy mengatakan ada tujuh langkah dalam proses pemulihan aset. Dia mengaku pernah melakukan penelitian tentang hal itu selama tiga tahun dan tidak mudah. “Kami pernah melakukan penelitian panjang tiga tahun tentang asset recovery dan memang tidak mudah seperti dikatakan oleh Pak Ketua,” katanya.

 

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman mendukung rencana tersebut. Bahkan, kata dia, hal tersebut sudah dilakukan di beberapa negara. 

 

Yang mana, itu diduga sudah tidak jelas asal-usulnya. Kedua, tidak sesuai profilnya,” tegas Bonyamin kepada Redaksi, Jumat (19/9/2025).

 

Sedangkan, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai, Pemerintah harus lebih detail menerangkan keinginannya tersebut. Termasuk contoh kebijakan yang sama dari negara lain. “Saya pikir Pemerintah perlu menjelaskan secara detail dan best practice-nya di negara lain,” ungkap Nasir kepada Redaksi, Jumat (19/9/2025).

 

Untuk mengetahui pandangan dari Bonyamin Saiman mengenai keinginan Wamenkum soal perampasan aset atau pemulihan aset tanpa pengadilan, berikut wawancaranya. 

 

Apa pandangan Anda dengan keinginan Wamenkum agar RUU Perampasan Aset juga mengatur soal perampasan atau pemulihan aset dilakukan tanpa harus melalui putusan pengadilan?

 

Beberapa negara, biasa melakukan perampasan aset tanpa melalui proses pengadilan. 

 

Negara mana saja yang menerapkan hal tersebut?

 

Beberapa negara yang berlaku perampasan aset termasuk Australia, yang mengimplementasikan mekanisme unexplained wealth order (UWO). Inggris Raya, yang proses perampasannya didasarkan pada undang-undang seperti Proceeds of Crime Act 2002 dan Criminal Finances Act 2017. Negara-negara ini menggunakan berbagai metode, termasuk penyitaan uang tunai, pemulihan perdata, dan mekanisme UWO yang mengharuskan terduga menjelaskan asal harta kekayaannya.

 

Apa alasan dilakukan sistem seperti itu?

 

Tidak dapat warisan atau bisnis, tiba-tiba di rekeningnya atau asetnya besar. Misal berupa tanah, saham, dan sebagainya. Ya dirampas dulu, nanti kepada yang bersangkutan baru disuruh menjelaskan. Supaya tidak hilang nanti. Sedangkan, misal saja dihilangkan menjadi berupa saham atau bitcoin, kan sudah tidak bisa dikejar lagi, hanya memenjarakan orang. 

 

Untuk istilahnya sudah tepat jika disebut perampasan aset?

 

Nah ini maksudnya istilahnya dibekukan sebenarnya, bukan dirampas. Sebenarnya ini hanya istilah lain yang lebih keren, ya supaya keren saja perampasan itu. Sebenarnya ini dibekukan, nanti kepada yang bersangkutan, yang merasa punya, itu disuruh menjelaskan. Kalau tidak bisa menjelaskan, ya dirampas, tanpa harus melalui mekanisme persidangan.

 

Bagaimana jika orangnya tidak hadir untuk menjelaskan?

 

Misalnya, setelah dibekukan tidak muncul karena takut, kalau muncul malah ketahuan dia. Misalnya hasil judi, narkoba, hasil kejahatan-kejahatan lainnya. Jadi ini mekanisme ini pengembangan dari pembuktian terbalik.

 

Anda mendukung rencana ini?

 

Sepanjang undang-undangnya disahkan, ya tidak masalah. Negara membekukan dulu, atau bahasa kerennya merampas. Kalau nanti dia bisa membuktikan dengan data yang paling bisa dipertanggungjawabkan, ya dikembalikan harta-harta itu. Tapi kalau nanti datanya palsu, malah kena lagi.

Komentar:
ePaper Edisi 19 September 2025
Berita Populer
03
18 Ribu Anak Di Pandeglang Tak Sekolah

Pos Banten | 2 hari yang lalu

04
PSI Tangsel Kenalkan Pengurus Baru Ke Wali Kota

TangselCity | 1 hari yang lalu

06
Polisi Bekuk Penjual Obat Keras Di Pondok Karya

TangselCity | 2 hari yang lalu

08
Honorer Berbondong-bondong Bikin SKCK

Pos Banten | 2 hari yang lalu

10
Wabup Amir Minta Hutan Adat Baduy Dijaga

Pos Banten | 2 hari yang lalu

GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit