Beras Bulog Hasil Impor Harus Segera Disalurkan

JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo mengaku terkejut setelah menerima laporan dari Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengenai kondisi riil stok beras di gudang Bulog. Sebab, marak ditemukan beras Bulog turun mutu di sejumlah gudang.
“Stok beras hasil pengadaan dari luar negeri (impor) sebanyak lebih dari 101 ribu ton sudah berumur simpan selama lebih dari 12 hingga 15 bulan," ungkap Firman dalam keterangannya, Minggu (21/9/2025).
Bahkan, sebagian beras asal Vietnam sebanyak 26 ribu ton mulai mengalami penurunan mutu dengan warna menguning. "Hanya beras asal Thailand yang relatif masih baik kondisinya," katanya.
Kondisi ini tak lepas dari kebijakan distribusi yang terlalu lambat dan berbelit-belit. Padahal, pihaknya sudah berulang kali mengingatkan Kementerian Pertanian (Kementan) maupun Bapanas agar stok beras segera disalurkan sebelum melewati masa simpan ideal selama empat sampai enam bulan.
Dia bilang, kejadian lamanya beras tersimpan di gudang baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah. Namun, Bulog tidak bisa disalahkan karena mereka hanya pelaksana. "Tanpa perintah dari Pemerintah dan Bapanas, Bulog tidak berani mendistribusikan,” ujar politikus senior Golkar ini.
Keterlambatan distribusi, lanjutnya, bukan hanya masalah teknis, tetapi sudah menyentuh aspek tata kelola pangan secara nasional. Ketika stok menumpuk di gudang hingga kualitasnya turun, bukan hanya Bulog yang menanggung kerugian, tetapi juga negara dan masyarakat yang akhirnya dirugikan dengan harga pangan yang tidak stabil.
Bulog harus menanggung beban berat karena mengalami kerugian besar. Kalau tidak segera ada langkah penyelamatan, bisa semakin lemah,” tutur anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini.
Selain itu, Firman menilai langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah menginstruksikan agar Bulog dikembalikan pada peran strategisnya seperti di masa Orde Baru sebagai langkah tepat. Sebab Bulog difungsikan sebagai buffer stock atau stock penyangga harga pangan.
Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan transformasi kelembagaan Bulog agar dapat bekerja lebih cepat, terlepas dari jeratan birokrasi panjang maupun campur tangan berlebihan dari berbagai pihak. "Kalau perlu diperkuat lagi, Kepala Bulog setara dengan Menteri Pangan, sehingga keputusan bisa lebih cepat dan terarah,” saran Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia.
Firman mengingatkan, salah satu persoalan mendasar yang kerap dihadapi Bulog adalah model penyerapan beras maklon alias melalui pihak ketiga yang masih bermasalah. Juga, biaya produksi yang tinggi, keterbatasan fasilitas penyimpanan, serta risiko penurunan kualitas selama proses distribusi menjadi tantangan nyata. "Semua ini berimbas langsung pada harga di pasaran, yang pada akhirnya membebani masyarakat," kata dia.
Dengan itu, Firman berpendapat, penguatan kelembagaan Bulog tidak boleh berhenti pada aspek distribusi semata. Bulog harus memiliki fungsi strategis sebagai pengendali cadangan pangan nasional, sekaligus menjadi penyangga harga untuk melindungi petani maupun konsumen.
“Pengembalian fungsi Bulog seperti masa lalu dengan penguatan struktural adalah langkah realistis untuk menjaga stabilitas harga dan menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat,” terang legislator dari dapil Jawa Tengah (Jateng) III ini.
Firman menekankan, keberhasilan Bulog menjaga ketersediaan pangan akan sangat menentukan keberhasilan program Pemerintah dalam menekan inflasi dan menjamin ketahanan pangan nasional. Bila Bulog dibiarkan lemah, maka yang rugi bukan hanya lembaga, tapi seluruh masyarakat Indonesia. "Jadi transformasi Bulog harus segera dipercepat, bukan ditunda-tunda lagi,” tandasnya.
Sementara, Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani membantah beras di gudang Bulog ada yang terancam terbuang (disposal) karena mengalami penurunan mutu, sehingga tidak layak dikonsumsi.
Dia menegaskan, beras dalam keadaan baik, tidak rusak maupun turun mutu. "Proses penyimpanan beras di gudang hingga pengemasan dijaga dengan baik," tegas Rizal di Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Namun demikian, Rizal tidak menutup mata ada kemungkinan tidak 100 persen beras tidak mengalami kerusakan. Karena namanya tersimpan di gudang. "Intinya kita berupaya untuk jadi bagus dan berupaya memproses beras berkualitas baik bagi masyarakat," tegas Rizal.
Terkait keluhan kualitas beras untuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), Rizal menerangkan, memang kualitas varietas dari bibit padinya yang pera. Karena biasanya orang Sumatera sukanya yang pera. "Kalau orang Jawa sukanya pakai yang kering-kering, sehingga harus pulen," bebernya.
Namun demikian, tegas Rizal pihaknya akan terus memilih beras yang berkualitas baik dari gudang. "Langkah pemilihan yang selektif ini dilakukan demi menghindari penyaluran beras yang sudah menguning ke masyarakat," pungkasnya.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Internasional | 2 hari yang lalu