Dana Transfer Dipotong Pusat: Kepala Daerah Harus Kreatif, Jangan Cuma Ngomel-ngomel

JAKARTA - Para kepala daerah diminta tidak ngomel-ngomel saat dana Transfer ke Daerah (TKD) dipotong. Mereka seharusnya kreatif meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan tergantung pada TKD.
Pemerintah memotong TKD cukup besar untuk tahun depan. Dalam APBN 2026, yang sudah disepakati DPR dan Pemerintah, TKD dipatok Rp 693 triliun. Angka ini sebenarnya sudah naik Rp 43 triliun dari usulan semula yang sebesar Rp 649,99 triliun. Tapi, jika dibandingkan dengan TKD 2025 yang mencapai Rp 848 triliun, jumlah tahun depan turun drastis.
Pemotongan ini membuat sebagian kepala daerah uring-uringan. Pada Selasa (7/10/2025), 18 gubernur mendatangi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, memprotes pemotongan tersebut.
Menanggapi hal ini, Purbaya mempertimbangkan tidak memangkas TKD. Syaratnya, Pemerintah Daerah (Pemda) harus memperbaiki kinerja keuangannya terlebih dahulu.
"Saya akan kembalikan kalau mereka bagus. Kalau nggak bagus, ya ngapain," tegas Purbaya, kepada wartawan, di JICC Senayan, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mendapat informasi, selama ini, sebagian dana TKD digunakan untuk kegiatan yang tidak tepat sasaran. Purbaya menegaskan, kepala daerah boleh kecewa TKD dipangkas. Namun, dirinya lebih tidak ingin rakyat kecewa karena uang dari mereka digunakan secara tidak optimal.
"Banyak uangnya nggak tepat sasaran. Kalau mereka betulin itu sampai dengan triwulan kedua tahun depan dan kelihatan bagus, kita akan pikirkan (menaikkan TKD lagi)," janji Purbaya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ikut angkat suara atas protes para kepala daerah itu. Tito meminta para kepala daerah kreatif. Salah satunya, dengan mengoptimalkan pajak daerah. Dia melihat, masih banyak jenis pajak daerah yang belum digarap secara optimal untuk meningkatkan PAD.
"Daerah harus bisa cerdas, inovatif dalam mencari pendapatan, tetapi tidak memberatkan rakyat kecil," pesan Tito.
Jenis pendapatan yang masih bisa dioptimalkan Pemda antara lain Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa perhotelan, serta PBJT atas makanan dan minuman atau restoran.
Tito juga berpesan agar Pemda membangun sistem yang baik, sehingga potensi pajak dapat dimasukkan ke kas daerah sepenuhnya. Sebab, selama ini masih banyak kebocoran. Pungutan pajak dan retribusi daerah tidak sepenuhnya masuk ke kas Pemda.
Tito juga meminta Pemda melakukan peninjauan terhadap postur APBD masing-masing. Berbagai anggaran belanja yang tidak efektif harus ditekan, sembari mencari peluang inovasi untuk meningkatkan PAD.
Menurut Tito, Pemda bisa melakukan efisiensi belanja, terutama pada program-program yang bersifat birokratis. Misal, pada acara rapat dan perjalanan dinas yang berlebihan.
Tito menyebut, upaya efisiensi semacam ini berhasil dilakukan saat pandemi Covid-19. Saat itu, Pemda mampu mengoptimalkan program kerja secara efektif dan efisien, serta mengurangi belanja kegiatan yang tidak perlu. Menurutnya, efisiensi serupa juga bisa dilakukan saat ini.
Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin menyampaikan hal yang sama. Dia meminta Pemda lebih kreatif menambal kekurangan dari pemotongan TKD. Upaya itu lebih membuat kepala daerah gagah ketimbang "ngomel-ngomel" dan memprotes pemotongan TKD.
“Masih ada jalan yang bisa dipakai untuk membuat fiskal daerah bertambah atau kuat. Masih banyak peluang yang bisa digali dari sana," tutur Zulfikar.
Dia meminta, pemotongan TKD ini harus dijadikan momentum memperbaiki tata kelola keuangan daerah. Tujuannya, agar tidak ada lagi kebocoran dalam penerimaan. “Pak Presiden Prabowo Subianto selalu bilang begitu. Belanja sering bocor, bagaimana (agar) itu tak terjadi kembali," pesan Zulfikar.
Sementara, Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan merasa heran dengan sejumlah kepada daerah yang ngomel-ngomel sekarang soal pemotongan TKD itu. Sebab, pemotongan itu sudah melalui proses yang panjang saat penyusunan APBN 2026.
"Saya terkejut dengan langkah yang diambil beberapa gubernur dalam mengadvokasi kepentingannya. Menurut saya, langkah tersebut tidak tepat dan keliru. Seharusnya langkah seperti itu dilakukan sebelum Undang-Undang APBN ditetapkan," ucapnya.
Langkah Kreatif
Namun, tidak semua gubernur melakukan aksi ngomel-ngomel. Ada juga yang tertantang dan memilih berkreasi dalam membangun daerahnya. Salah satunya Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung.
"Keputusan ini sudah final, bahkan disahkan dalam Undang-Undang APBN oleh DPR. Jadi tidak ada ruang lagi untuk memperdebatkan," ucapnya.
Ketimbang membuang energi, Pramono memilih mengambil langkah kreatif dalam pembiayaan daerah. Bagi Jakarta, ini justru tantangan untuk berinovasi dalam pembiayaan," ucapnya.
Salah satu langkah strategis yang tengah diupayakan adalah menjalankan Jakarta Collaboration Fund. "Sebuah skema pembiayaan kreatif yang bertujuan memaksimalkan potensi pendanaan di tengah tekanan anggaran," kata Pramono.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga memberi contoh positif. Dia tertantang menaikkan pendapatan Jabar sebesar 50 persen dan di saat yang sama melakukan efisiensi besar-besaran.
"Birokratnya berpuasa. Bagaimana cara berpuasa? Satu, biaya listriknya turunin setengahnya, bayar airnya turunin setengahnya, penggunaan media digital turunin setengahnya," urai pria yang akrab disapa KDM ini.
Selain itu, mantan Bupati Purwakarta ini juga akan memangkas anggaran perjalanan dinas. "Insya Allah dapat melahirkan angka keuangan yang cukup untuk pembangunan. Maka tagline 2026 adalah ASN puasa rakyat berpesta," pungkasnya.
Olahraga | 6 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu