TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Nafsu di Balik Anggaran

Oleh: Budi Rahman Hakim, Ph.D.
Editor: Redaksi selected
Jumat, 17 Oktober 2025 | 12:01 WIB
Budi Rahman Hakim, Ph.D. Foto : Dok. Pribadi
Budi Rahman Hakim, Ph.D. Foto : Dok. Pribadi

SERPONG - Bulan Oktober adalah musim sibuk bagi para perencana anggaran di pemerintahan daerah. Dokumen APBD Perubahan diselesaikan, sembari rancangan APBD tahun berikutnya digodok. Di Kota Tangerang Selatan, ritme ini terasa semakin cepat: rapat, evaluasi, revisi, hingga finalisasi angka-angka yang bernilai miliaran rupiah. Tapi di balik semua itu, adakah yang sempat bertanya: niatnya untuk siapa?

 

 Dalam tradisi tasawuf, niat (niyyah) bukan perkara teknis. Ia adalah ruh dari seluruh amal. Ibn ‘Ajibah, sufi besar dari Maroko abad ke-18, menulis bahwa niat adalah “tali penghubung antara amal dunia dan derajat akhirat.” Jika niatnya karena Allah dan maslahat umat, maka keputusan sekecil apa pun bisa menjadi ibadah. Tapi jika niatnya karena gengsi jabatan, kepentingan kelompok, atau sekadar mengejar citra, maka sebesar apa pun anggaran itu hanya akan menjadi beban di sisi Tuhan.

 

 Penyusunan APBD bukan hanya soal membagi pundi-pundi dana, tapi menentukan wajah etika pemerintahan. Anggaran adalah bentuk konkret dari keberpihakan: kepada siapa kota ini dibangun, kepada siapa layanan diberikan, dan siapa yang dibiarkan menunggu. Namun realitas birokrasi hari ini sering kali menempatkan “serapan” sebagai kata kunci utama, sementara “keberpihakan” menjadi formalitas naratif belaka.

 

 Proyek-proyek dirancang agar cepat dibelanjakan, bukan agar tepat sasaran. Banyak kegiatan hanya berubah nama dari tahun ke tahun, tanpa jejak dampak yang jelas. Jalan diaspal ulang, tapi sekolah rusak diabaikan. Gedung baru dibangun, tapi pelatihan guru ngaji tak terurus. Pelayanan sosial dipaketkan dalam proyek, padahal yang dibutuhkan warga adalah empati yang hadir setiap hari, bukan sekadar simbol tahunan.

 Inilah yang disebut Maulana Jalaluddin Rumi sebagai “kesesatan angka”. Dalam Mathnawi, ia menulis: “Angka bukanlah tujuan, tapi makna di baliknya yang utama.” Jika birokrasi hanya mengejar angka serapan, realisasi fisik, dan target administratif, maka sesungguhnya ia telah kehilangan jiwa. Karena yang menentukan keberkahan bukan besar kecilnya anggaran, tapi niat dan arah di baliknya.

 

 APBD seharusnya menjadi dokumen spiritual juga—yang dirancang dengan dzikir, bukan sekadar data. Rencana kerja tahunan semestinya disusun dengan hati yang bergetar melihat ketimpangan sosial. Pejabat yang terlibat dalam penyusunan anggaran mestinya memiliki muraqabah—kesadaran bahwa setiap rupiah yang ia alokasikan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

 

 Dalam praktik pemerintahan, kita memang memerlukan target, indikator, dan efisiensi. Namun tasawuf mengajarkan bahwa semua itu harus dilandasi oleh ikhlas dan rahmah. Anggaran yang baik bukan hanya yang terserap cepat, tapi yang menyentuh luka sosial. Ia bukan hanya rapi di dokumen, tapi terasa manfaatnya di dapur rakyat, di ruang kelas sempit, di puskesmas pinggir kampung.

 

 Tangsel sebagai kota modern harus berani menolak mentalitas proyekisasi pelayanan. Pelayanan publik bukan ladang proyek, tapi ladang amal. Pemerintah kota bisa memulai dengan evaluasi menyeluruh atas efektivitas sosial setiap program. Libatkan komunitas lokal, RT/RW, tokoh agama, dan warga biasa dalam menyusun prioritas. Biarkan suara rakyat menyusup ke dalam tabel-tabel anggaran.

 

 Dan yang tak kalah penting: tanamkan spiritualitas dalam proses penganggaran. Bentuk tim pengawal etika kebijakan lintas OPD, adakan forum muhasabah anggaran tiap akhir tahun, dan pastikan bahwa setiap pejabat memahami bahwa di balik angka ada amanah. Karena seperti kata Ibn ‘Ajibah, “Amal yang besar tanpa niat yang benar, hanyalah bayangan kosong tanpa ruh.”

 

 Semoga para penyusun APBD di Tangsel sadar, bahwa mereka sedang menulis lembaran sejarah batin kota ini. Yang kelak tak hanya dinilai oleh auditor, tapi juga oleh Allah dan rakyat yang mereka layani. Maka marilah kita pastikan: tidak ada nafsu di balik anggaran—yang ada hanya cinta, kasih, dan rasa takut untuk tidak adil.

Komentar:
ePaper Edisi 17 Oktober 2025
Berita Populer
02
03
05
‎3 Pria Disekap ‎& Dianiaya ‎Di Pondok Aren

TangselCity | 2 hari yang lalu

07
08
TPP ASN Dipangkas 6 Persen

TangselCity | 2 hari yang lalu

GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit