TNI Beli Jet Tempur Chengdu J-10 Made In China Senilai 148 T

JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa siap menggelontorkan dana Rp 148 triliun untuk kebutuhan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. Anggaran itu di antaranya untuk membeli jet tempur Chengdu J-10 buatan China yang diajukan Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Anggaran ini sebelumnya diajukan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin untuk tahun 2026. Jumlahnya sebesar 9 miliar dolar AS atau sekitar Rp 148 triliun.
"Sekitar 9 miliar dolar Amerika kalau nggak salah atau lebih. Saya lupa angkanya, tapi sudah disetujui. Jadi, harusnya sudah siap semua," ujar Purbaya, di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).
Kendati telah memberikan lampu hijau, Purbaya menekankan masih perlu melakukan pengecekan ulang terkait alokasi detail anggaran tersebut. Termasuk memastikan apakah pembelian pesawat J-10 Chengdu masuk dalam paket yang disetujui dan kapan waktu pengadaan akan dilakukan.
“Saya mesti double check lagi, apa (Kemhan) mau impornya tahun depan atau kapan. Tapi yang dia (Sjafrie) minta selama ini sudah kita penuhi,” terang Purbaya.
Sjafrie membenarkan rencana pembelian itu. Jet tempur Chengdu J-10 akan digunakan TNI Angkatan Udara (AU). Dia menyebut, pesawat yang dikenal dengan sebutan Vigorous Dragon itu bakal segera tiba di Tanah Air. "Sebentar lagi (J-10 C) terbang di Jakarta," kata Sjafrie, di Kantor Kemhan, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Sementara, Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama I Nyoman Suadnyana menyatakan, proses pengadaan alutsista merupakan kewenangan Kemenhan. TNI AU bertindak sebagai penyedia sumber daya manusia (SDM).
“Semua proses pengadaan alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) masih di Kemhan. Kami dari TNI AU hanya menyiapkan SDM-nya, apa-apa yang dipersyaratkan jika Kemhan membeli pesawat tersebut,” ujar Nyoman, dalam keterangan tertulis, Kamis (16/10/2205).
Nyoman mengatakan, jika benar Pemerintah membeli jet tempur J-10, diperkirakan wujudnya baru bisa dilihat di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. “Biasanya butuh waktu tiga sampai empat tahun sampai pesawat pertama hadir di Indonesia,” kata dia.
Dia mencontohkan pengadaan pesawat tempur buatan perusahaan Perancis, Rafale pada 2022. Pesawat tersebut diprediksi baru tiba di Indonesia pada Februari atau Maret 2026. Itu pun baru tiga unit karena skema pembeliannya bertahap.
Nyoman menambahkan, seluruh proses pengadaan pesawat telah dibahas dalam rapat dan menjadi keputusan pimpinan. TNI AU akan mengoperasikan pesawat apa pun yang diputuskan dengan tetap menyampaikan kriteria yang diinginkan.
“Hal-hal lain semua keputusan pimpinan. Apa pun yang diputuskan kami wajib melaksanakan dan menyiapkan SDM dalam mengawakinya,” ujar dia.
Chengdu J-10 adalah pesawat tempur multirole (serbaguna) buatan Chengdu Aircraft Industry Group, anak perusahaan Aviation Industry Corporation of China (AVIC). Pesawat ini menjadi kebanggaan Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF) dan simbol kemajuan industri dirgantara China. Nama lainnya adalah Vigorous Dragon (Menglong) yang mencerminkan peranannya sebagai jet tempur modern gesit dan bertenaga.
Jet tempur bermesin tunggal ini dirancang untuk menjalankan berbagai misi, mulai dari pertempuran udara jarak dekat hingga serangan darat presisi tinggi. Desain aerodinamis dengan konfigurasi canard delta-wing menjadikan J-10 sangat lincah di udara.
Selain itu, J-10 juga mampu membawa berbagai jenis persenjataan, mulai dari rudal udara-ke-udara PL-15 dan PL-12 hingga bom berpemandu laser. Tak heran banyak yang menyebutnya sebagai “versi Timur” dari F-16 Fighting Falcon, namun dengan biaya operasional yang jauh lebih efisien.
Pengamat pertahanan dan keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi menyambut baik pembelian jet tempur Chengdu J-10. Menurutnya, kehadiran alutsista baru itu bisa menambah daya tempur TNI AU.
"Potensinya besar, tapi nilai strategisnya akan sangat ditentukan oleh kesiapan SDM, interoperabilitas antar-matra, kesiapan industri dalam negeri, maupun keberlanjutan anggarannya," ulasnya.
Khairul Fahmi menyampaikan, tantangan tetap ada, terutama soal kompatibilitas sistem dengan alutsista TNI AU lain yang mayoritas berbasis teknologi Barat. Pemerintah perlu memastikan kesiapan integrasi serta pelatihan personel agar kehadiran “Naga Gesit” asal Chengdu ini benar-benar menjadi suntikan kekuatan baru, bukan sekadar simbol modernisasi.
"Kalau semua itu berjalan seiring, yang diperkuat bukan hanya daya tempur, tapi juga daya tangkal dan kesiapsiagaan TNI dalam jangka panjang," pungkasnya.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu