KPAI Ungkap Korban Bullying Bisa Lebih Destruktif
CIPUTAT-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali menyoroti maraknya fenomena perundungan atau bullying di kalangan pelajar. Kasus ini menjadi peringatan bagi kalangan pendidik dan orang tua agar bisa mencegahnya.
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini mengungkapkan, bahwa korban bullying berpotensi melakukan tindakan balasan dengan cara yang jauh lebih ekstrem dan tidak terkontrol.
Menurut Diyah, kondisi ini menjadi alarm serius bagi seluruh pihak, terutama lingkungan pendidikan dan keluarga. Ia menjelaskan, bahwa korban bullying tidak hanya mengalami luka secara fisik, tetapi juga tekanan psikologis mendalam yang dapat memicu perilaku agresif sebagai bentuk pelampiasan.
“Dua minggu yang lalu kami menyelesaikan kasus di mana anak korban bullying membalas pelaku. Jadi, korban ini sudah tidak bisa menahan emosinya dan melakukan tindakan di luar kendali,” ungkapnya.
Ia menambahkan, tindakan balasan yang dilakukan korban tidak jarang justru lebih sadis dibandingkan perilaku pelaku awal. Hal ini disebabkan oleh akumulasi rasa sakit hati, dendam, dan trauma yang tidak tertangani dengan baik sejak awal terjadinya perundungan.
“Sekarang ini generasi anak-anak berbeda. Ada Generasi Z dan Generasi Alpha, mereka memiliki karakter dan kepribadian yang kuat, tapi juga lebih sensitif terhadap tekanan sosial. Jadi ketika mereka dibully, efeknya bisa sangat destruktif,” jelasnya.
Ia menilai, fenomena tersebut tidak bisa dianggap remeh karena sudah mulai banyak terjadi di lingkungan sekolah. Ia menegaskan, bahwa sekolah seharusnya menjadi ruang aman bagi anak untuk belajar dan berkembang, bukan tempat yang menumbuhkan ketakutan dan kekerasan.
“Harus hati-hati, karena sekarang banyak kasus yang terjadi justru di dalam sekolah. Anak-anak yang merasa tidak mendapat keadilan bisa melakukan sesuatu yang jauh lebih sadis dari pelaku awal,” katanya.
KPAI, lanjut Diyah, terus mendorong pemerintah daerah dan pihak sekolah untuk memperkuat sistem pengawasan dan pendampingan terhadap peserta didik. Upaya ini penting agar korban bullying dapat segera mendapatkan bantuan psikologis dan tidak dibiarkan memendam trauma sendirian.
Selain itu, ia juga meminta agar seluruh guru dan tenaga pendidik diberikan pelatihan dalam mengenali tanda-tanda awal terjadinya perundungan di sekolah. Menurutnya, deteksi dini dan penanganan cepat dapat mencegah terjadinya aksi balasan yang berpotensi berujung pada kekerasan baru.
“Kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat edukasi pencegahan bullying di sekolah-sekolah. Termasuk melibatkan orang tua agar lebih peduli terhadap perubahan perilaku anak di rumah,” tambahnya.
Diyah menegaskan, bahwa kasus bullying tidak boleh dianggap sebagai kenakalan anak semata. Ia menilai, fenomena ini merupakan ancaman serius terhadap perkembangan mental dan karakter generasi muda Indonesia.
“Kalau ini terus dibiarkan, bukan hanya anak korban yang rusak mentalnya, tapi lingkungan sekolah pun bisa menjadi tidak kondusif. Anak-anak kehilangan rasa aman, dan kepercayaan antar teman menjadi hilang,” tegasnya.
KPAI berharap ke depan seluruh pihak dapat bersinergi untuk menekan angka perundungan di sekolah. Diyah mengingatkan bahwa pendekatan empati dan edukasi karakter harus menjadi prioritas dalam dunia pendidikan agar generasi muda tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan saling menghargai.
“Anak-anak harus merasa aman di sekolah dan di rumah. Kalau mereka punya masalah, harus ada tempat bercerita dan mendapat dukungan, bukan malah dihakimi atau diabaikan,” tutupnya.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu



