PSSI dan FIFA Perkuat Perlindungan Digital Sepakbola
JAKARTA - Peringatan International Day for Tolerance setiap 16 November menjadi pengingat penting bagi dunia sepak bola global.
Momen ini menegaskan kembali bahwa sepak bola harus menjadi ruang yang aman, inklusif, serta bebas dari diskriminasi dalam bentuk apa pun.
Presiden FIFA, Gianni Infantino, menekankan bahwa sepak bola, baik di lapangan, di tribun, maupun di platform digital, harus senantiasa menjunjung rasa aman dan menghormati sesama.
Dalam menjalankan komitmen tersebut, FIFA mengoperasikan FIFA Social Media Protection Service (SMPS), sebuah layanan yang memadukan teknologi canggih dan tim khusus untuk mendeteksi serta menindak konten bernada kebencian yang menyerang pemain, pelatih, ofisial, maupun tim.
Sepanjang 2025, SMPS telah melaporkan lebih dari 30.000 unggahan abusif kepada platform media sosial dan meneruskan 11 kasus kepada aparat penegak hukum.
Sejak diluncurkan pada 2022, layanan ini telah merekomendasikan lebih dari 65.000 unggahan untuk ditinjau atau dihapus demi menjaga ruang digital sepak bola tetap sehat.
Pada ajang FIFA Club World Cup 2025, SMPS memonitor 2.401 akun aktif di lima platform media sosial, menganalisis lebih dari 5,9 juta unggahan, dan menandai 179.517 postingan untuk ditinjau lebih lanjut. Dari jumlah tersebut, 20.587 unggahan langsung dilaporkan kepada platform terkait.
Data tersebut menunjukkan bahwa ancaman digital terus berkembang, namun di sisi lain, FIFA memiliki sistem mitigasi yang semakin terukur. Salah satu langkah tegas yang dilakukan adalah memasukkan pelaku abuse ke dalam daftar blacklist sehingga mereka tidak dapat membeli tiket pertandingan resmi FIFA.
Sebagai bagian dari keluarga FIFA, PSSI menyatakan dukungan penuh terhadap komitmen global ini. PSSI menempatkan isu toleransi, perlindungan digital, dan literasi publik sebagai agenda utama untuk menjaga ekosistem sepak bola nasional tetap sehat.
Upaya pencegahan akan terus diperkuat melalui pemantauan konten bermuatan kebencian, peningkatan edukasi bagi pemain, klub, dan suporter, serta dorongan untuk menggunakan media sosial secara bertanggung jawab.
Dengan basis suporter yang sangat aktif di dunia digital, Indonesia membutuhkan langkah edukatif dan preventif yang konsisten agar budaya saling menghormati menjadi karakter sepak bola nasional.
Pada akhirnya, sepak bola adalah ruang kebersamaan, tempat merayakan permainan, bukan wadah bagi rasisme, ujaran kebencian, atau perilaku yang merusak ekosistem olahraga.
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu



