Terbesar di Dunia, Penerima MBG Sudah Tembus 44 Juta
BEKASI - Penerima manfaat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan mulai 6 Januari 2025 sudah tembus 44 juta. Presiden Prabowo Subianto senang dengan capaian ini.
"Ini terbesar di dunia," kata Presiden Prabowo saat meluncurkan Program Digitalisasi Pembelajaran dengan penyediaan Interactive Flat Panel (IFP) atau Smartboard, di SMP Negeri 4 Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/11/2025).
Sasaran program MBG mencakup peserta didik dari PAUD hingga SMA, ibu hamil, dan ibu menyusui. Prabowo bertekad terus meningkatkan jumlah penerima manfaat MBG. Dia ingin memastikan, generasi muda Indonesia mendapatkan kesempatan terbaik untuk tumbuh, belajar, dan berprestasi.
"Saya tidak rela di abad 21 ini, masih ada rakyat hidupnya sangat sulit. Anak-anak sekolah tidak makan," ucap Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
Saat ini, sambung Prabowo, masih ada 40 juta anak dan ibu-ibu hamil yang belum menerima MBG. “Saya minta sabar, ini adalah yang paling cepat yang kita mampu," imbuhnya.
Program MBG resmi diluncurkan pada 6 Januari 2025. Pada tahap awal pelaksanaan, program berjalan mulus. Namun, memasuki pertengahan periode implementasi, muncul sejumlah temuan mengenai bahan makanan yang tidak higienis. Kondisi ini kemudian memicu kasus keracunan pada sejumlah siswa.
Menyikapi hal ini, Prabowo telah memerintahkan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk secara ketat mengawasi pelaksanaan MBG di lapangan. "Pemantauan lebih keras. Kita minta semua prosedur yang perlu diambil, harus diambil. Alat pembersih ompreng, alat filtrasi air dan sebagainya," titah mantan Menteri Pertahanan itu.
Prabowo menyadari, masih ada sebagian pihak yang menolak program ini. Namun, Prabowo tidak ambil pusing. Sebab, lebih banyak masyarakat yang mendukung dan merasakan manfaat MBG.
"Tanya guru, anak-anak, itu merasa manfaat atau tidak dapat makanan sekali makan di sekolah. Saya haqqul yaqin mereka merasakan manfaatnya, mereka akan jadi lebih kuat. Dia akan makan protein, dia akan jadi lebih tinggi, ototnya lebih baik, tulangnya lebih kuat, sel otaknya lebih cerdas," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala BGN Dadan Hindayana menerangkan, serapan anggaran program MBG telah menembus Rp 48 triliun. Terdapat tambahan sarapan senilai Rp 5 triliun pada Jumat (14/11/2025).
Menurut Dadan, lonjakan penyerapan anggaran sejalan dengan meningkatnya jumlah penerima manfaat plus bertambahnya Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG di berbagai daerah.
“Saya sudah sampaikan berulang kali, pola penyerapan anggaran di BGN identik dengan kenaikan jumlah penerima manfaat. Semakin banyak penerima, semakin besar kebutuhan anggarannya. Itu juga tercermin dari bertambahnya SPPG,” terangnya, Jumat (14/11/2025).
Dia menjelaskan, keberadaan SPPG menjadi indikator paling konkret dalam menghitung kebutuhan anggaran harian MBG. Setiap unit SPPG yang mulai beroperasi berdampak langsung pada besaran dana yang harus disiapkan.
“Setiap satu SPPG berdiri, penyerapan per harinya bisa mencapai Rp 900 juta. Kalau di Papua, angkanya bisa mencapai miliaran,” jelas Dadan.
Dadan menambahkan, mekanisme penyaluran dana MBG berbeda dengan program Pemerintah lainnya. Sebab, anggaran disalurkan langsung dari Pemerintah Pusat kepada penerima di lapangan, tanpa melalui Pemerintah Daerah.
“Ini satu-satunya program yang dananya mengalir dari Pusat langsung ke tingkat paling bawah. Program lain biasanya melalui Pemda. Jadi, ini uangnya langsung beredar di masyarakat,” terangnya.
Seiring percepatan implementasi program, sisa pagu anggaran MBG terus menurun. Dadan menyampaikan, kebutuhan dana meningkat tajam seiring meluasnya cakupan program di berbagai wilayah.
“Dari sisa pagu yang awalnya Rp 14 triliun, kini tinggal Rp 9 triliun. Kita masih punya waktu sekitar 50 hari. Akhir November, kita perkirakan akan menyerap sekitar Rp 8 triliun. Artinya, memasuki Desember kita sudah kekurangan anggaran untuk MBG,” terangnya.
Dalam memperbaiki tata kelola pelaksanaan, BGN telah menetapkan Petunjuk Teknis (Juknis) terbaru mengenai kapasitas pelayanan SPPG. Setiap SPPG yang baru beroperasi dibatasi maksimal melayani 2.500 penerima manfaat. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kualitas layanan.
“Jika sebelumnya SPPG dapat melayani 3.000 hingga 4.000 penerima, melalui juknis baru ini BGN menetapkan batas rata-rata 2.500. Dengan rincian 2.000 untuk anak sekolah dan minimal 500 untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita,” jelas Dadan.
Meski demikian, SPPG yang memiliki tenaga masak terampil tetap diperbolehkan melayani hingga 3.000 penerima manfaat. Sebab, Dadan tidak ingin ada penerima yang tertinggal akibat penyesuaian kapasitas.
Dia juga menekankan kewajiban penerapan standar keamanan dan kebersihan pangan di seluruh SPPG. Setiap satuan diwajibkan menggunakan rapid test untuk mencegah risiko keracunan makanan.
“SPPG wajib menggunakan alat sterilisasi ompreng atau food tray, menyediakan air bersertifikat atau sistem penyaring untuk menjamin kebersihan air saat memasak maupun mencuci peralatan makan,” jelasnya.
Selain itu, BGN mewajibkan penyelenggaraan pelatihan dan bimbingan teknis berkala bagi para penjamah makanan agar memahami prinsip higienitas, sanitasi, dan keamanan pangan. Dadan juga mengingatkan pentingnya percepatan pemenuhan Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), dan sertifikasi halal di seluruh SPPG.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu



