Wabup Iing Murka Tolak Translokasi Badak Jawa
Dinilai Mustika Pandeglang Perlu Dijaga & Dirawat
PANDEGLANG - Kematian Mustofa Badak Jawa Cula Satu pascal translokasi (pemindahan) ke kawasan konservasi khusus Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), membuat Wakil Bupati (Wabup) Pandeglang Iing Andri Supriadi murka (sangat marah) hingga menolak translokasi Badak Jawa dari habitat asli di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Wabup Iing mengaku, sangat prihatin dan berduka atas matinya Mustofa. “Tentu kami Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang sangat berduka kehilangan salah satu Badak Cula Satu di Kabupaten Pandeglang, karena Badak Jawa ini bagian dari ikon Pandeglang,” kata Wabup Iing, Minggu (30/11).
Terlebih kata dia, Badak Jawa Cula Satu bagian dari ikon Pandeglang, yang keberlangsungannya harus betul-betul dijaga dan dirawat. Maka dari itulah dia menegaskan, jangan sampai terjadi lagi ada kematian akibat translokasi.
“Badak itu ikon Pandeglang yang berarti mustikanya Pandeglang dan sangat langka di Indonesia bahkan dunia. Sehingga kedepan kami berharap kepada pihak-pihak terkait khususnya Balai TNUK, untuk menjaga dan merawat dengan baik, sehingga kematian akibat translokasi tidak terjadi lagi,” jelasnya.
Wabup Iing juga murka hingga menyatakan penolakan dan meminta dihentikan translokasi (pemindahan) Badak Jawa Cula Satu dari habitat asli di TNUK, ke kawasan konservasi khusus JRSCA. Kekhawatiran ini meningkat setelah seekor Badak Jawa bernama Musofa, yang sebelumnya telah ditranslokasi, mati tak lama setelah pemindahan.
“Rencana translokasi, kalau menurut pribadi, resikonya tinggi khawatir mengakibatkan badak tersebut mati kembali. Saya rasa badak tersebut hidup sesuai dengan sebagaimana mestinya di habitat aslinya di TNUK. Saya tegaskan, saya menolak adanya translokasi Badak Jawa ke JRSCA,” tegasnya.
Menurut politisi muda Partai Demokrat Pandeglang ini, jangan ada translokasi karena membutuhkan adaptasi. Apalagi, badak ini sudah terbiasa berhimpun di lingkungan yang lama di daerah TNUK.
“Jangan sampai ditranslokasi badak ini. Minim kajian ilmiah dan analisis yang matang, berisiko tinggi menyebabkan stres, gangguan kesehatan, atau kematian pada badak. Jangan sampai terjadi lagi kematian,” tegasnya lagi.
Wabup Iing juga menyinggung pihak Balai TNUK kurang transparansi terhadap publik soal rencana translokasi tersebut. Bahkan dia sangat menyayangkan dengan sikap Balai TNUK yang tidak langsung menyampaikan ke publik kematian Mustofa akibat translokasi tersebut.
“Tidak adanya transparansi terhadap publik. Harusnya, dilakukan kajian ilmiah dan analisis matang, setelah itu sampaikan ke publik, bagaimana dampak negatif dan positifnya. Jangan setelah mati baru diekspos, dan itupun tidak langsung disampaikan waktu saat kematiannya,” katanya.
“Makanya jangan main-main. Meskipun dibawah naungan TNUK, harus melakukan koordinasi kepada Pemkab Pandeglang, ini tidak ada,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Badak Jawa Cula Satu (Rhinoceros sondaicus) yang merupakan warisan dunia bernama Mustofa, dikabarkan telah mati pada Jumat, 7 November 2025. Kematian itu terjadi pasca dua hari (Rabu, 5 November 2025) ditranslokasi ke Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang-Banten.
Dalam siaran persnya Nomor: SP.544/T.12/TU.4/KSA.03.01/B/11/2025, tanggal 27 November 2025, pihak Balai (TNUK) mengklaim, kematian si cula satu (Badak Jawa) bernama Mustofa itu bukan karena faktor ditranslokasi, akan tetapi si cula satu telah mengidap penyakit kronis bawaan yang sudah lama diderita.
Kata Kepala Balai TNUK Ardi Andono, upaya pelestarian Badak Jawa melalui translokasi individu untuk penguatan populasi kembali dihadapkan pada tantangan alamiah. Seekor Badak Jawa bernama Musofa yang menjalani perawatan intensif di JRSCA TNUK, dinyatakan tidak dapat diselamatkan akibat kondisi penyakit kronis bawaan yang sudah lama diderita.
Ardi Andono mengklaim, proses translokasi Musofa telah melalui perencanaan matang, melibatkan para ahli konservasi satwa liar dari dalam dan luar negeri, dokter hewan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta berbagai mitra konservasi.
Translokasi ini katanya, merupakan sesuatu kebutuhan konservasi jangka panjang bagi spesies ini mengingat kondisi DNA yang sudah tidak baik lagi, sehingga perlu upaya breeding sistematis, termasuk pendekatan Assisted Reproductive Technology (ART) dan biobank bahkan untuk gen editing.
Politik | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu


