TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Dana Pemda Parkir Di Bank Rp 200 Triliun

Nggak Heran, Kalau Duit Dipake Jor-joran Pas Akhir Tahun

Oleh: ASI/AY
Sabtu, 18 Juni 2022 | 12:01 WIB
Ilustrasi dana parkir di Bank. (Ist)
Ilustrasi dana parkir di Bank. (Ist)

JAKARTA - Kinerja Pemerintah Daerah (Pemda) membelanjakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lelet. Dana Rp 200 triliun cuma ngendon di bank.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sewot dengan realisasi belanja modal untuk pembangunan infrastruktur dasar yang sangat minim. Padahal, Pemerintah Pusat secara rutin mentransfer dana ke daerah.

“Pemda lebih suka menar­uh uangnya di bank. Totalnya mencapai Rp 200 triliun. Jadi, ini ironis. Ada resources, ada dananya, tapi nggak bisa dijalankan,” keluh Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengungkapkan, belanja Pemda bahkan minus 17 persen pada akhir Mei 2022, dari semula Rp 270 triliun menjadi Rp 223 triliun. “Catat, minus 17 persen bukan minus 1 persen, atau 5 persen,” ucapnya.

Kata Sri Mulyani, realisasi be­lanja Rp 223 triliun justru lebih banyak dialokasikan untuk gaji pegawai, angkanya mencapai Rp 113 triliun. Dan yang disayang­kan, belanja modal yang pent­ing, untuk peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) angkanya malah kecil. “Hanya Rp 12 triliun,” katanya.

Belanja modal ini pun lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar Rp 14 triliun, dan belanja lainnya Rp 44 triliun. Bahkan, dana Rp 200 triliun yang mengendap di bank pada Mei 2022, dicatat Sri, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2021 dan tahun 2020.

Hingga akhir Mei tahun lalu, dana Pemda yang mengendap hanya Rp 172 triliun, sementara Mei 2020 hanya Rp 165 triliun.

“Dana ngendon di bank ini menandakan bahwa pembangunan infrastruktur dasar. Termasuk penyediaan air bersih di daerah tidak jalan atau mandek. Padahal rakyat masih membu­tuhkan infrastruktur dasar,” ujar Sri Mulyani.

Tak hanya itu, Sri Mulyani melihat, banyak daerah-daerah yang tidak memiliki sarana MCK (Mandi, Cuci dan Kakus) memad­ai. Selain itu, tingkat kemiskinan di daerah masih tinggi.

“Begitu menerima transfer dari pusat langsung gampang ba­yar gaji saja. Apalagi ini seben­tar lagi gaji ke-13. Itu nggak perlu leadership. Wong ada by account by number. Yang perlu dipikirkan ya tadi, kenapa be­lanja barangnya banyak,” ucap Sri Mulyani.

Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni meminta Pemda segera melakukan akselerasi realisasi dana daerah. Agar program yang telah direncanakan segera dirasakan nyata oleh masyarakat.

Netizen sedih melihat besarnya dana daerah yang men­gendap di bank. Padahal, dana tersebut sangat dibutuhkan masyarakat. Untuk membangun jalan, jembatan hingga lampu penerangan.

Akun @AriesPratama men­duga, minimnya realisasi belanja Pemda karena ada ketakutan dari kepala daerah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Mereka takut kena OTT (Operasi Tangkap Tangan), se­mentara ada kewajiban setoran sana sini,” ujarnya.

Menurut @Susilow62383231, salah satu dampak dari dana yang ngendon di bank, yakni banyak jalan-jalan rusak, dan jembatan Indiana Jones yang cuma 2 batang bambu, belum juga dibenahi.

“Makanya, hei netizen kalau ada jalan rusak jangan takut up­load di sosial media,” saran dia.

Akun @Yusrianda11 mengata­kan, realisasi dana daerah kurang maksimal karena tidak ada pen­gawasan ketat. Sudah saatnya Pemerintah Pusat membina dan mengawasi realisasi dana daerah.

“Kayanya masalah setiap ta­hun seperti ini. Kenapa ya mereka suka banget ngendapin uang di bank,” kata @saefulloh67.

Harusnya, lanjut @saeful­loh67, dibuat aturan semacam sanksi supaya uang negara lekas dibelanjakan untuk kemaslaha­tan masyarakat. Bukan rahasia lagi kalau akhir tahun baru gencar perbaikan-perbaikan in­frastruktur. “Jadi asal jadi. Asal-asalan di Pemda. Kuncinya adalah sanksi,” tegas dia.

Akun @ngunduhguyub se­dih melihat Pemda tidak bisa mengelola uang. Bahkan, ada pemimpin daerah yang bisanya membuat senang dengan uang, bukan dengan karya produktif jangka panjang.

“Mengendap di bank mungkin ada kepentingan individu yang dapat fee dari banknya,” ung­kap @fandipanda.

Menurut @hii_dayy, kejadian seperti ini terus berulang terus setiap tahun. “Duit negara selalu dihabiskannya buru-buru pas mentok akhir tahun,” katanya.

“Pantesan pembangunan di daerah stagnan,” kata @jonath­ann_kp. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo