Makna Iqra’ Pertama
CIPUTAT - Makna Iqra’ pertama ialah membaca fisik Al-Qur’an yang terdiri atas kumpulan huruf-huruf hijaiyah. Dalam tradisi Islam diidealkan setiap muslim atau muslimah dapat membaca Al-Qur’an.
Membaca Al-Qur’an, khususnya surah Al-Fatihah, merupakan suatu keharusan di dalam shalat. Dalam hadis disebutkan: La shalata illa bi fatihah al-kitab (Tidak ada shalat tanpa membaca surah al-Fatihah). Surah ini wajib dibaca di dalam shalat lima waktu dalam setiap rakaat.
Iqra’ pertama penekanannya masih lebih kepada kesadaran sensorial, yaitu membaca huruf demi huruf dan kata demi kata Al-Qur’an.
Membaca Al-Qur’an diyakini mendapatkan pahala bagi para pembacanya meskipun belum tahu artinya. Dalam bulan suci Ramadan, para pembaca Al-Qur’an akan diberikan bonus 10 pahala setiap huruf.
Dalam bulan suci Ramadan umat Islam ramai sekali melakukan tadarrusan, khataman, dan tahfiz Al-Qur’an. Iqra’ pertama masih disebut kesadaran sensorial karena masih fokus kepada kemahiran bagaimana membaca Al-Qur’an (how to reading the Qur’an).
Meskipun tidak difahami arti dan maksudnya, perintah membaca Al-Qur’an sudah menyentak masyarakat saat itu yang masih pada umumnya buta huruf. Seperti kita tahu bahwa zaman itu masih sering disebut sebagai zaman Jahiliyah.
Disebut zaman Jahiliyah karena membicarakan nilai-nilai kebenaran masih tetap domain-nya gereja yang berkolaborasi dengan Kaisar atau Raja. Seseorang sangat hati-hati membaca saat itu karena salah sedikit nyawanya bisa melayang jika temuannya terbukti bertentangan atau tidak sejalan dengan pendapat gereja. Di samping itu, Prof Hull juga menyatakan sengitnya pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Lesunya tradisi intelektual dunia saat lahirnya Nabi Muhammad SAW sangat memprihatinkan. Menurut Prof Hull, setiap enam abad perjalanan anak manusia selalu terjadi pergumulan antara ilmu pengetahuan dan agama. Abad VI SM sampai abad 1 M ditandai dengan kemenangan ilmu pengetahuan dan tenggelamnya agama.
Dalam periode ini ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh filsafat Yunani yang amat tersohor seperti Tales, Pytagoras, Aristoteles, Plato, dan lain-lain. Periode kedua, abad 1M-VIM kemenangan agama dan tenggelamnya ilmu pengetahuan. Periode ini ditandai dengan merosotnya pengaruh dan popularitas filosof/ilmuan dan menguatnya peran penguasa yang berkoalisi dengan pemimpin gereja.
Periode ini, orang-orang tidak berani berfikir dan mengkaji ilmu pengetahuan, karena bisa saja berarti malapetaka baginya, terutama jika teori dan hasil pemikirannya berbeda, apalagi bertentangan dengan pendapat istana dan gereja. Akibatnya muncullah zaman kegelapan dan kebodohan (jahiliyyah).
Periode jahiliyah inilah yang menjadi background lahirnya agama Islam. Dari sini dapat difahami mengapa Iqra’menjadi starting point ajaran Islam.
Periode ketiga, bersandingnya agama dan ilmu pengetahuan. Periode ini diawali dengan lahirnya Nabi Muhammad (abad VI M) sampai abad kebangkitan Eropa (abad XIII M). Periode ini diawali dengan abad kegelapan Kristen Eropa sebagai akibat dominannya Raja yang mengambil alih otoritas gereja.
Figur Nabi Muhammad menjadi central factor dalam periode ini. Ia mendapatkan direction berupa perpaduan antara ilmu pengetahuan dan agama, yang disimbolkan dalam Iqra’ bi ismi rabbik! (Bacalah dengan membaca nama Tuhanmu). Iqra’ simbol ilmu pengetahuan dan bi ismi rabbik sebagai simbol agama. Iqra’ tanpa bi ismi rabbik atau bi ismi rabbik tanpa Iqra’, terbukti tidak mengangkat martabat manusia dan kemanusiaan.
Periode keempat, diawali dengan melemahnya pusat-pusat kerajaan Islam dan kebangkitan Eropa di abad XIII. Periode ini ditandai dengan kebangkitan hellenisme jilid II di Barat yang begitu cepat. Kedudukan agama pada periode ini mengalami stagnan.
Satu persatu dunia Islam takluk di bawah kekuasaan penjajah Barat. Dunia Barat hanya mengembangkan sains dan teknologi tetapi melupakan agama sebagai pembimbingnya. Inilah mereka, merampas kekayaan intelektual dunia Islam tetapi meninggalkan agama sebagai pembimbingnya.
Mereka baru sadar setelah bom Atom meledak di Hirosima dan Nagasaki. Ternyata benar bahwa iqra' tanpa bi ismi Rabbik adalah malapetaka keamanusiaan.
Periode kelima ditandai dengan kejenuhan manusia memuja pikirannya sendiri. Akhirnya muncul berbagai gerakan dan filsafat yang bertema kemanusiaan, seperti gerakan posmodernisme, new age, dan gerakan humanisme lainnya.
Pada akhirnya menurut Prof. Hull, manusia tidak akan pernah mungkin melepaskan diri dari agama. Persoalannya ialah, agama mana yang dapat membimbing ilmu pengetahuan modern? Hipotesa Hull, agama yang tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan tidak punya tempat di masa depan.
Prof Hull melihat peluang besar agama Islam untuk menjadi pemandu masyarakat modern karena doktrinnya tidak bertentangan dengan prinsip sains.
Atas dasar kenyataan ini maka Allah SWT menyentak manusia dengan perintah Iqra’ (Bacalah!) dalam ayat pertama. Tidak lama setelah itu disusul sumpah Tuhan pertama dalam Al-Qur’an, yaitu Nun wa al-qalam wama yasthurun (Nun Demi kalam dan apa yang mereka tulis/Q.S. al-Qalam/68:1).
Ayat pertama turun perintah membaca dan sumpah pertama dalam Al-Qur’an ialah Demi Pena dan apa yang mereka tulis. Kedua-duanya menjadi simbol pengembangan ilmu pengetahun. Seolah-olah Allah SWT menyaratkan segala bentuk kemajuan peradaban dan kemanusiaan syaratnya adalah ilmu pengetahuan.
Namun, dalam Al-Qur’an tidak cukup hanya dengan membaca (how to read) tetapi juga masih ada tingkatan Iqra’ kedua (how to learn or how to think), sebagaimana yang akan dibahas dalam artikel mendatang.
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu
TangselCity | 17 jam yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu