TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Membaca Ulang Al-Qur'an (20):

Bagaimana Merasakan Kehadiran Wahyu? (2)

Oleh: KH. Prof. Nazaruddin Umar
Selasa, 11 April 2023 | 09:06 WIB
KH. Prof. Nazaruddin Umar
KH. Prof. Nazaruddin Umar

CIPUTAT - Di antara kesulitan merasakan kehadiran wahyu di dalam kalbu karena belum jelasnya apa yang dimaksud wahyu. Kita sebagai bangsa Indonesia yang belum semuanya bisa menangkap dzauq al-lugah bahasa Arab, belum bisa merasakan makna semantic kata wahyu, karena kita tidak memiliki kosa kata yang sepadan dengan wahyu. Kita terpaksa mengindonesiakan kata wahyu itu sebagai inspirasi cerdas dari Tuhan yang diperuntukkan kepada Nabi.

Inspirasi cerdas yang turun kepada manusia non-nabi hanya bisa mengakses ilham atau ta’lim. Dengan demikian, makna wahyu menjadi identik dengan Al-Kitab atau al-Qur'an. Padahal, ketiga istilah ini, di samping mempunyai persamaan juga mempunyai perbedaan. Semua ayat-ayat dalam Al-Qur'an dan atau al-Kitab (Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an) adalah wahyu, namun tidak semua wahyu adalah Al-Qur'an atau al-Kitab). Al-Qur'an mengisyaratkan ada wahyu yang tidak ditujukan kepada nabi atau kepada manusia, melainkan kepada non-nabi dan jenis hewan, sebagaimana diungkapkan dalam ayat: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia" (Q.S. al-Nahl/16:68).

Kita bisa terbantu menangkap makna holistik wahyu jika mencari padanannya di dalam bahasa Inggris. Wahyu dalam bahasa Inggris secara literal sering diartikan dengan to reveal (menyingkapkan), to show, expose (menunjukkan), to xplosure (memberitahukan), to inform (mengumumkan), to appear (menyatakan), to make known (mengungkapkan), to display (memperlihatkan), to disclosure (memberitahukan), to discover, to open (membuka). Dengan demikian, wahyu dapat dibayangkan sebagai sesuatu yang tadinya tersembunyi menjadi nyata, sesuatu yang tadinya misteri dan tidak diketahui menjadi diketahui dan difahami, sesuatu yang tadinya gaib menjadi syahadah atau disaksikan.

Wahyu sering dijelaskan secara sederhana sebagai petunjuk Allah Swt ditujukan kepada Nabi-Nya melalui malaikat Jibril dengan maksud untuk dijadikan petunjuk bagi umat manusia di dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba dan sebagai khalifah. Wahyu adalah model petunjuk Tuhan paling tinggi yang kualifikasi kebenarannya sering disebut dengan haqq al-yaqin, atau kebenarannya 100 persen. Ilham adalah petunjuk Tuhan yang diperuntukkan kepada para wali atau kekasih-Nya. Kualifikasi kebenarannya biasa disebut 'ain al-yaqin atau kebenarannya di bawah 100 persen tetapi di atas 90 persen. Sedangkan petunjuk lainnya lebih umum biasa disebut dengan ta'lim, yakni informasi cerdas yang diperoleh melalui usaha seperti belajar. Kualifikasi kebenarannya hanya sampai keadaan 'ilm al-yaqin yang kebenarannya sekitar 75 persen. Yang pertama dan yang kedua lebih merupakan petunjuk personal, tidak mutlak harus disampaikan kepada umat lainnya.

Wahyu, ilham, dan ta'lim bukanlah ciptaan manusia, melainkan given dari Yang Maha Atas melalui proses inzal dan tanzil. Ketiga jenis informasi ini sama-sama berasal dari dunia atas; baik dalam arti lauh al-mahfudz atau dari dalam lingkup al-A'yan al-Tsabitah. Lalu ketiganya turun ke langit bumi untuk dijadikan petunjuk bagi manusia. Wahyu memiliki proses khusus karena diantar oleh malaikat Jibril, sedangkan keduanya prosesnya langsung kepada manusia atau obyek yang dituju.

Untuk memperoleh salahstu dari tiga sumber informasi ini melalui penyingkapan atau lebih dikenal dengan mukasyafah dalam konsep tasawuf, yaitu terbukanya hijab atau tabir yang selama ini menghalangi seseorang untuk mengakses obyek yang ada atau yang berasal dari alam atau dunia gaib. Jika hijab sudah terbuka (mukasyafah), maka hilanglah kegaiban itu dan tampaklah sesuatu yang tadinya tidak tampak, atau turunlah sesuatu yang tadinya masih di dunia atas.

Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel terdahulu bahwa alam gaib itu bertingkat-tingkat. Ada alam gaib tidak mutlak dan ada alam gaib yang mutlak, bahkan ada Yang Maha Gaib, yang tidak bisa lagi disebut alam tetapi biasa disebut al-A'yan al-Tsabitah atau Entitas Permanen. Sesungguhnya al-A'yan al-Tsabitah masih bisa dikenali karena di situ ada nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT, namun yang Maha Mutlak Kegaibannya ialah Sang Sirr al-Asrar, Substansi Allah SWT. Al-A'yan al-Tsabitah biasa disebut level Wahidiyyah-Nya dan Sirr al-Asrar biasa disebut level Ahadiyyah-Nya. Allahu al’lam.

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Datuk ITB
Sabtu, 23 November 2024
Foto : Ist
Jangan Ada Lagi Makelar Proyek
Sabtu, 23 November 2024
Dahlan Iskan
Kokkang Ibunda
Jumat, 22 November 2024
Dahlan Iskan
Critical Parah
Rabu, 20 November 2024
Dahlan Iskan
Tafsir Iqra
Selasa, 19 November 2024
Dahlan Iskan
Medali Debat
Senin, 18 November 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo