Soal Transaksi 300 T
Hari Ini, Mahfud-Sri Mul Buka-bukaan Di Senayan
JAKARTA - Hari ini, Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani diagendakan bakal berada dalam 1 forum di Komisi III DPR untuk membongkar heboh transaksi Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan yang selama ini masih berpolemik. Akankah urusan ini jadi mereda atau akan jadi lebih rame lagi setelah pertemuan ini? Kita tunggu saja.
Bagi Mahfud, ini kali ketiga, dirinya hadir di Komisi III DPR dalam perkara yang sama. Untuk yang ketiga ini, Mahfud mengaku siap hadir dan bakal buka-bukaan lagi.
“Ya, kami akan hadir besok (hari ini),” ungkap Mahfud usai rapat dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) di kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Jakarta Pusat, kemarin.
Dalam rapat tersebut, hadir Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (Wakil Ketua Komite TPPU), Kepala PPATK (Sekretaris Komite TPPU), dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly serta Sri Mulyani selaku anggota Komite TPPU.
Selain itu turut hadir Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.
Sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU), Mahfud mengaku punya amunisi baru untuk disampaikan di hadapan anggota Komisi III. Data itu diperoleh setelah rapat di kantor PPATK.
Dari pertemuan itu, ada tujuh poin yang dihasilkan. Antara lain, Mahfud menegaskan tidak ada perbedaan data soal transaksi Rp 349 triliun dari 300 surat sepanjang 2009-2022 yang diterima dari PPATK. “Karena sumber data yang disampaikan sama dengan data agregat Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK tahun 2009-2023," kata Mahfud.
Dia menjelaskan, data itu terlihat berbeda karena cara klasifikasi dan penyajiannya. Padahal keseluruhan LHA atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) memiliki nilai sekitar Rp 349 triliun.
Selanjutnya, dari surat 300 tersebut sebagian sudah ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Sebagian lagi masih dalam proses penyelesaian. Mahfud juga meminta kasus TPPU emas di Bea Cukai senilai Rp 189.273.872.395.172 dilanjutkan kembali. Meskipun telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Komite memutuskan untuk tetap melakukan tindak lanjut termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk kedalam proses hukum (case building) oleh Kementerian Keuangan," lanjutnya.
Selain itu, Komite TPPU akan membentuk Tim Gabungan atau Satuan Tugas (Satgas) untuk menemukan tindak pidana asal terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349.874.187.502.987
Nantinya Satgas akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, dan Kemenko Polhukam. Semua poin tersebut, akan dibawa Mahfud sebagai bahan untuk diskusi dengan Komisi III DPR.
Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yustinus Prastowo memastikan bosnya akan hadir memenuhi undangan dari Komisi III DPR. Sesuai undangan yang dikirim, kata dia, rapat akan dilaksanakan 11 April 2023, pukul 14.00 WIB.
Prastowo juga telah mengkonfirmasi bahwa Sri Mulyani telah menerima undangan tersebut. "Surat undangan disampaikan ke Ketua Komite yaitu Menkopolhukam. Menkeu sebagai anggota Komite mendapat tembusan," katanya, Sabtu (8/4).
Prastowo menyebut, berdasarkan hasil koordinasi, Sri Mulyani akan hadir dalam rapat tersebut. "Berdasarkan hasil koordinasi, Bapak Menko Polhukam akan hadir bersama Menkeu," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengaku siap menerima kehadiran Mahfud dan Sri Mulyani. “Kami tentu menyambutnya secara positif,” kata Arsul.
Politikus partai berlambang Ka’bah itu juga memastikan bahwa Mahfud, Sri Mulyani, hingga Ivan Yustiavandana akan menghadiri rapat tersebut. “Iya (ketiganya sudah konfirmasi hadir),” tutur Asrul Sani.
Dia berharap dalam pertemuan tersebut, data mengenai transaksi janggal Rp 349 triliun yang ramai dibicarakan menjadi jelas. Setelah itu, maka rencana aksi proses hukum secara pidana bisa saja dilakukan. “Atau proses penyelesaian jika ternyata secara pidana tidak cukup bukti,” kata Asrul Sani.
Lebih lanjut dia menyambut baik rencana Komite TPPU membentuk Satgas. Menurutnya, hal itu diperlukan sebagai tindak lanjut mengungkap transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun.
Wakil Ketua MPR ini berharap, Satgas dapat mengungkap tindak pidana asal maupun TPPU dibalik transaksi jumbo tersebut. “Kami di Komisi III akan memberikan dukungan yang diperlukan dalam konteks tugas dan fungsi DPR untuk menindaklanjuti soal ini, dan untuk itulah tentu penjelasan yang lebih mendalam diperlukan di forum rapat komisi III,” tegasnya.
Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas 17 Agustus Jakarta, Timbo Mangaranap Sirait berharap RDP antara Komite TPPU dan Komisi III DPR dapat membuat terang asal usul duit sebesar Rp 349 Triliun. Dia meminta, dalam rapat itu ada fakta dan data baru soal siapa saja pihak yang terlibat dan bagaimana langkah konkret selanjutnya.
“Dibuka inisialnya dalam pertemuan tersebut. Karena kalau tidak dibuka, pertemuan ini hanya menjadi konsumsi politik,” sebutnya.
Dia pun menilai pembentukan Satgas kurang tepat, sebab perkara korupsi dan TPPU bisa dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bila ditambah Satgas, dia khawatir penanganan perkaranya akan bias. Lantaran berpotensi terjadinya tumpang tindih, antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. “Kalau betul data transaksi mencurigakan ini ada dan serius untuk diusut, maka cukup Kejaksaan Agung saja mampu mengusut ini, tidak perlu Satgas-satgasan,” pungkasnya. Rm.id
Nasional | 10 jam yang lalu
Pos Tangerang | 21 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 10 jam yang lalu
Olahraga | 10 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu