Pengaduan Masalah Keuangan Masih Tinggi
OJK Bakal Persempit Gerakan Pinjol Ilegal
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih banyak menerima pengaduan masyarakat terkait layanan dan produk sektor keuangan. Untuk itu, wasit perbankan tersebut berkomitmen untuk memperkuat pengawasan.
OJK menegaskan akan menjadikan pengawasan perilaku pasar (market conduct) sebagai prioritas pelaksanaan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Salah satu alasannya, karena saat ini masih tingginya pengaduan masyarakat terkait layanan ataupun produk sektor keuangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi membeberkan, pada periode 1 Januari 2022 hingga 31 Maret 2023 tercatat ada 9.836 aduan terkait perbankan, 117 terkait pasar modal, 1.600 terkait asuransi, 3.828 terkait pembiayaan dan 3.944 terkait financial technology (fintech) pembiayaan.
Menurut Kiki, sapaan Friderica, semua pengaduaan ini erat kaitannya dengan lebarnya gap (kesenjangan) antara tingkat literasi dan inklusi keuangan.
“Nah, gap yang lebar ini biasanya menimbulkan dispute di masyarakat Di tahun 2022, tingkat literasi keuangan mencapai 49,7 persen, sedangkan tingkat inklusi keuangan mencapai 85,1 persen. Ada gap sekitar 35,4 persen,” ucap Kiki di Jakarta, Senin (10/4).
Dari tahun ke tahun, sebenarnya tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat naik. Misalnya pada 2019, tingkat literasi keuangan mencapai 38 persen, sedangkan tingkat inklusi keuangan sebesar 76,2 persen. Gap saat itu sebesar 38,2 persen.
Salah satu upaya OJKuntuk memperkecil potensi dispute adalah dengan menggencarkan pengawasan perilaku pasar. Yang kini telah masuk dalam pasal-pasal di beleid P2SK. Antara lain terkait literasi dan inklusi keuangan, pengawasan perilaku pelaku usaha sektor keuangan, serta penangan pengaduan dan pemberantasan penipuan investasi.
Mantan bos Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) ini lalu menggarisbawahi, keuntungan masuknya poin-poin market conduct dalam beleid tersebut. Terutama untuk layanan pinjaman online (pinjol) yang kerap meresahkan masyarakat. Sebagaimana diketahui, saat ini masih banyak pinjol ilegal, yang mengenakan bunga pinjaman tinggi.
“Jika dulu tidak ada ketentuan pidana terkait perlindungan konsumen, sekarang hati-hati. Kalau masih ada yang ‘bermain’ akan didenda Rp 1 triliun dan hukuman penjara 10 tahun,” warning Kiki.
Seperti diketahui, pada 2022 OJKmenerima 350 ribu pengaduan dengan 90 persen dari pengaduan tersebut terindikasi melanggar aturan OJK, baik aturan terkait kesehatan perusahaan jasa keuangan maupun terkait market conduct.
"Kebanyakan pelanggaran market conduct. Jadi kita lakukan pemeriksaan, dan sekarang kita mulai kenakan sanksi kepada pelanggaran market conduct dengan Undang-Undang P2SK” tandasnya.
Mantan bos Danareksa Sekuritas ini meyakini, jika konsumen merasa aman dan terlindungi, maka otomatis industri jasa keuangan Tanah Air akan berkembang pesat.
Market Conduct Di Global
Kiki menyebutkan, pengawasan terhadap praktik market conduct di luar negeri sangat ketat. Sebut saja kasus market conduct di Australia. ASIC memberikan sanksi terhadap Findex Australia akibat iklan yang memuat kalimat Australia’s Largest Independent Financial Advice Company.
Padahal dalam praktiknya, imbuh Kiki, perusahaan ini mendapatkan komisi dari pelanggannya. ASIC mengenakan sanksi denda 21,600 dolar Australia (Rp 214 juta).
“Karena kata independent dapat mempengaruhi keputusan finansial seorang konsumen,” terang Kiki.
Contoh lainnya, market conduct di Amerika Serkat (AS). Bank yang berpusat di San Fransisco, yakni Wells Fargo Bank, membuka 1,5 juta rekening deposit baru dan 565 ribu kartu kredit tanpa seizin nasabah.
“Akibatnya, Wells Fargo Bank dikenakan denda total 185 juta dolar AS (setara Rp 2,7 triliun) oleh otoritas setempat. Dan full restitusi kepada konsumen,” terang Kiki.
Kiki berharap, dengan pengetatan market conduct ini, maka akan mempersempit ruang gerak pinjol ilegal. Serta, meminimalisir terjadinya kasus gagal bayar di industri keuangan.
“Kasus yang Jiwasraya, Bumiputera hingga Wanaartha Life semoga tidak terjadi lagi ke depannya,” tutup Kiki. rm.id
TangselCity | 22 jam yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 23 jam yang lalu
Ekonomi Bisnis | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu