TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pengaduan Masalah Keuangan Masih Tinggi

OJK Bakal Persempit Gerakan Pinjol Ilegal

Laporan: AY
Kamis, 13 April 2023 | 11:52 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari. (Ist)
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari. (Ist)

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih banyak menerima pengaduan masyarakat terkait layanan dan produk sektor keuangan. Untuk itu, wasit perbankan tersebut berkomitmen untuk memperkuat pengawasan.

OJK menegaskan akan men­jadikan pengawasan perilaku pasar (market conduct) sebagai prioritas pelaksanaan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Salah satu alasan­nya, karena saat ini masih ting­ginya pengaduan masyarakat terkait layanan ataupun produk sektor keuangan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Per­lindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mem­beberkan, pada periode 1 Januari 2022 hingga 31 Maret 2023 tercatat ada 9.836 aduan terkait perbankan, 117 terkait pasar modal, 1.600 terkait asuransi, 3.828 terkait pembiayaan dan 3.944 terkait financial technology (fintech) pembiayaan.

Menurut Kiki, sapaan Friderica, semua pengaduaan ini erat kaitannya dengan lebarnya gap (kesenjangan) antara tingkat literasi dan inklusi keuangan.

“Nah, gap yang lebar ini biasanya menimbulkan dispute di masyarakat Di tahun 2022, ting­kat literasi keuangan mencapai 49,7 persen, sedangkan tingkat inklusi keuangan mencapai 85,1 persen. Ada gap sekitar 35,4 persen,” ucap Kiki di Jakarta, Senin (10/4).

Dari tahun ke tahun, sebe­narnya tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat naik. Misalnya pada 2019, ting­kat literasi keuangan mencapai 38 persen, sedangkan ting­kat inklusi keuangan sebesar 76,2 persen. Gap saat itu sebesar 38,2 persen.

Salah satu upaya OJKuntuk memperkecil potensi dispute adalah dengan menggencarkan pengawasan perilaku pasar. Yang kini telah masuk dalam pasal-pasal di beleid P2SK. Antara lain terkait literasi dan inklusi keuangan, pengawasan perilaku pelaku usaha sektor keuangan, serta penangan pengaduan dan pemberantasan penipuan investasi.

Mantan bos Kustodian Sen­tral Efek Indonesia (KSEI) ini lalu menggarisbawahi, keuntungan masuknya poin-poin market conduct dalam beleid tersebut. Terutama untuk layanan pinjaman online (pinjol) yang kerap meresahkan masyarakat. Seba­gaimana diketahui, saat ini masih banyak pinjol ilegal, yang mengenakan bunga pinjaman tinggi.

“Jika dulu tidak ada keten­tuan pidana terkait perlindungan konsumen, sekarang hati-hati. Kalau masih ada yang ‘ber­main’ akan didenda Rp 1 triliun dan hukuman penjara 10 ta­hun,” warning Kiki.

Seperti diketahui, pada 2022 OJKmenerima 350 ribu pengaduan dengan 90 persen dari pengaduan tersebut terindikasi melanggar aturan OJK, baik aturan terkait kesehatan peru­sahaan jasa keuangan maupun terkait market conduct.

"Kebanyakan pelanggaran market conduct. Jadi kita laku­kan pemeriksaan, dan sekarang kita mulai kenakan sanksi kepa­da pelanggaran market conduct dengan Undang-Undang P2SK” tandasnya.

Mantan bos Danareksa Seku­ritas ini meyakini, jika kon­sumen merasa aman dan ter­lindungi, maka otomatis industri jasa keuangan Tanah Air akan berkembang pesat.

Market Conduct Di Global

Kiki menyebutkan, penga­wasan terhadap praktik market conduct di luar negeri sangat ketat. Sebut saja kasus market conduct di Australia. ASIC memberikan sanksi terhadap Findex Australia akibat iklan yang memuat kalimat Austra­lia’s Largest Independent Finan­cial Advice Company.

Padahal dalam praktiknya, imbuh Kiki, perusahaan ini mendapatkan komisi dari pe­langgannya. ASIC mengenakan sanksi denda 21,600 dolar Aus­tralia (Rp 214 juta).

“Karena kata independent dapat mempengaruhi keputusan finansial seorang konsumen,” terang Kiki.

Contoh lainnya, market con­duct di Amerika Serkat (AS). Bank yang berpusat di San Fran­sisco, yakni Wells Fargo Bank, membuka 1,5 juta rekening deposit baru dan 565 ribu kartu kredit tanpa seizin nasabah.

“Akibatnya, Wells Fargo Bank dikenakan denda total 185 juta dolar AS (setara Rp 2,7 triliun) oleh otoritas setempat. Dan full restitusi kepada kon­sumen,” terang Kiki.

Kiki berharap, dengan pengetatan market conduct ini, maka akan mempersempit ruang gerak pinjol ilegal. Serta, memi­nimalisir terjadinya kasus gagal bayar di industri keuangan.

“Ka­sus yang Jiwasraya, Bumiputera hingga Wanaartha Life semoga tidak terjadi lagi ke depannya,” tutup Kiki. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo