Diri Kita yang Tersembunyi
SEORANG pakar genetika dari Jepang, Kazuo Murakami dalam bukunya “The Divine Massage of the DNA” (2006) menemukan kuasa di luar pemahaman manusia, meski ia tak menyebutnya dengan “Tuhan” melainkan “Sesuatu yang Agung”. Mengamati kehebatan dalam struktur DNA, Murakami berkesimpulan, bahwa sejauh apapun kemajuan sains, ia takkan mampu menciptakan kehidupan sekompleks dan seteratur itu. Apa yang bisa dilakukan sains modern hingga post-modern sejauh ini, hanyalah membiarkan sebuah kehidupan lahir dan tumbuh berkembang secara alamiah.
Menurut Murakami, dari banyaknya gen dalam tubuh manusia, ternyata hanya lima hingga sepuluh persen saja yang aktif penuh. Gen pada sel kuku telah diprogram pada “mode kuku”, sementara segala kemungkinan lain dinonaktifkan atau dipadamkan. Sebagian gen menjadi aktif atau padam karena periode waktu tertentu. Misalnya, gen pertumbuhan payudara pada wanita akan menyala pada masa pubertas. Demikian pula gen pertumbuhan rambut pada wajah seorang pria.
Ada mekanisme aktif dan non-aktif pada gen yang masih terus ditelusuri. Murakami mengembangkan hipotesis tentang bagaimana kita bisa memicu gen menjadi aktif atau padam. Berbeda dengan ilmuwan lain yang lebih berfokus pada faktor fisik dan kimiawi. Murakami mencoba memusatkan perhatian pada faktor pikiran dan lingkungan, mengingat petuah leluhur Jepang yang terkenal, “Setiap penyakit, pada hakikatnya bersumber dari pikiran.”
Secara implisit Murakami berkesimpulan bahwa cara-cara berpikir seseorang, sangat memengaruhi kualitas genetik dalam dirinya. Bahkan, memengaruhi bagaimana gen itu dapat bekerja dengan baik. Untuk itu, dalam terminologi Islam dikenal “husnudzan”, bahwa berpikir positif akan mengaktifkan gen bekerja secara positif, dan begitu pula sebaliknya.
Pada tahun 2003 lalu, Murakami melakukan eksperimentasi kepada para penderita diabetes stadium 2. Mereka dibagi menjadi dua kelompok. Yang pertama, mendengarkan kuliah serius tentang kesehatan tubuh, dan yang kedua, menonton pertunjukkan Stand Up Comedy. Setelah mereka menyantap makanan dengan menu yang sama, glukosa mereka kemudian diukur.
Justru mereka yang serius mengikuti kuliah mengalami peningkatan glukosa darah hingga 123 mg/dl. Sedangkan, mereka yang menonton komedi, peningkatannya hanya 77 mg/dl. Eksperimentasi kemudian diulang sekali lagi, dan hasilnya ternyata sama saja.
Manfaat Tertawa
Murakami juga menemukan bahwa tertawa dapat mengaktifkan 23 gen dalam tubuh manusia. Salah satu gen yang aktif adalah reseptor D4 dopamin. Gen ini bertugas menghambat adenylyl cyciase, yakni enzim yang sangat berperan meningkatkan glukosa darah. Selain itu, hipotesis Murakami juga menunjukkan bahwa sifat husnudzan dapat mengaktifkan tombol genetik. Hasil eksperimentasi itu telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Diabetes Care pada Mei 2003 dan Psychotherapy and Psychosomatics pada 2006.
Bagi Murakami, faktor lingkungan sangat memengaruhi cara kerja gen. Dia menceritakan bagaimana dia bisa berkembang di bidang keilmuwan justru setelah mencoba hijrah ke Amerika Serikat. Murakami percaya sebuah lingkungan baru dapat memicu tombol yang menyalakan gen-gen dorman. “Semula saya ini orang biasa-biasa saja, tapi tak berapa lama setelah pindah ke Amerika, tahu-tahu saya dikenal sebagai ilmuwan yang sukses,” tegas Murakami.
Namun, ia sendiri akhirnya mengakui bahwa contoh yang dia kemukakan belum tentu berlaku bagi semua orang. Karena yang terpenting baginya, suatu tempat dan wilayah yang membuat kita berpikir positif, itulah yang dapat memacu cara kerja gen. Terkait dengan itu, ia pun pernah berpendapat, bahwa Amerika, yakni suatu negara tempat para penyendiri bisa bekerja leluasa hingga mencapai taraf kemakmuran, itulah yang barangkali memacu kreativitasnya. Boleh jadi, ilmuwan lain merasa kurang cocok dengan suasana Amerika, karena apa-apa yang dialaminya bersifat kasuistik. Namun pada prinsipnya, lingkungan yang nyaman jelas sangat memengaruhi cara kerja pikiran. Perubahan ini juga dapat mengaktifkan gen-gen tersembunyi dalam tubuh manusia.
Itulah yang membuat saya setbeck beberapa tahun ke belakang, karena saat ini saya baru memahami ketika penulis novel Perasaan Orang Banten pernah menyatakan, “Saya sedang mencari tempat yang nyaman untuk melanjutkan novel Jenderal Tua dan Kucing Belang.”
Satu hal terbilang ekstrem dalam penemuan Murakami, misalnya ketika kita bertekad untuk berhenti merokok, atau bermaksud melakukan diet, justru rencana semacam itu masuk dalam kategori negative thinking. Baginya, niatan semacam itu tidak akan berpengaruh untuk mengaktifkan gen-gen positif, tetapi justru akan menimbulkan stres dalam pikiran kita. Itu artinya, biarpun merokok dituding sebagai penyebab kanker paru-paru, ternyata ada prosentasi yang cukup besar bagi para perokok berat, justru tidak mengindap penyakit tersebut. “Jika Anda merasa senang dengan makanan atau minuman tertentu, nikmati saja. Selama hal itu tidak membuat Anda sakit, Anda bisa nyaman menikmatinya,” tandas Murakami.
Gen Dorman
Ada cerpen menarik berjudul “Jiwa-jiwa yang Sakit” karya Chudori Sukra, seorang kiai NU dari Banten. Ia menceritakan puluhan ibu-ibu pengajian yang mengalami kejang-kejang, karena menyantap makanan ransum yang disediakan panita pengajian, lantaran berhembus isu-isu negatif bahwa sosis pada ransum tersebut berasal dari daging babi.
Hasil diagnosa tim dokter, tak ada satu pun dari puluhan pasien yang dilarikan ke rumah sakit itu, menderita keracunan makanan, juga tak ada yang terindikasi Covid-19. Namun, karena tekanan psikis yang membuat korban berjatuhan, bahkan beberapa ibu-ibu sampai meninggal dunia. Di akhir cerita dikabarkan, ternyata sosis itu sebenarnya terbuat dari daging sapi.
Adapun perihal isu-isu mengenai adanya daging babi, lantaran rumor itu berhembus dari kelicikan rival bisnis katering, karena suatu persaingan yang tak wajar, sampai akhirnya berurusan dengan pihak kepolisian.
Ibu-ibu yang berpikir positif, tentu memilih bercanda dan tak terimbas rumor negatif tersebut. Di sisi lain, berpikir positif juga bisa membangkitkan rasa percaya diri, hingga mencapai proses penyembuhan diri. Murakami juga menilai adanya peran penting gen dalam penyembuhan-diri. Manusia memiliki gen yang berpotensi menimbulkan penyakit tapi juga gen yang berpotensi menyembuhkannya. Sebagian besar gen yang dorman tersebut bisa jadi menyimpan kemungkinan untuk menyembuhkan penyakit.
Terkait dengan itu, Shiego Nozawa, seorang perintis metode pertanian hidroponik pernah menyatakan, bahwa suasana pikiran manusia merupakan lingkungan dalam dirinya sendiri. Bahagia dan nyamannya perasaan manusia, bersumber dari pikirannya. Seseorang mungkin menganggap bahwa sebuah tipe lingkungan tertentu adalah ideal, namun sesungguhnya setiap lingkungan yang dianggap baik itu akan bermanfaat bagi dirinya.
Karena, lingkungan tersebut dan proses hidup orang itu berinteraksi, dapat saling menguntungkan. Namun pada prinsipnya, segalanya bersumber dari dalam pikiran, karena tidak ada lingkungan yang secara mutlak baik maupun buruk.
Aspek spiritual
Gen dorman dalam diri manusia akan bangkit secara aktif, ketika seseorang terpapar emosi yang sangat mendalam. Kita perlu membiarkan diri kita terhanyut dalam emosi yang membuat kita merasa tak berdaya di hadapan “Yang Maha Agung”. Adakalanya kita bersedih dan menangis sesenggukan, hingga kemudian terjadi pelepasan perasaan yang membuat kita merasa nyaman. Ini indikasi bahwa gen-gen positif telah diaktifkan.
Ketika seseorang merasa tak berdaya, bersedih dan menangis, maka terjadi pembersihan hati nurani, sehingga tak ada lagi tempat untuk membenci dan mendendam. Murakami berkesimpulan, bahwa orang yang tergerak oleh emosi tulus dan mendalam, bisa tampak lebih muda daripada usianya, bahkan bisa berumur panjang.
Kemajuan dari hasil analisis Murakami, bahwa ia tak manampik buah jatuh yang tak jauh dari pohonnya. Namun, setiap individu memiliki keunikan tersendiri, karena gen tiap-tiap manusia ternyata menyimpan potensi dari seluruh ras manusia. Untuk itu, ia memiliki pandangan yang selangkah lebih maju, karena – menurut Murakami – apa-apa yang diwariskan dari ayah dan ibu, mungkin saja berbeda atau mengalami perubahan. Baginya, tidak mutlak benar bahwa orang tua ber-IQ tinggi akan menurunkan anak ber-IQ tinggi pula. Tidak menutup kemungkinan, anak ber-IQ tinggi lahir dari orang tua yang ber-IQ rendah atau rata-rata.
Pada prinsipnya, berpikir positif secara internal, juga faktor pendidikan, lingkungan, dan pengalaman secara eksternal berperan penting dalam mengaktifkan gen-gen positif. Gen-gen kita berpotensi menyembuhkan penyakit dan melejitkan kecerdasan, dan semua itu bergantung pada cara berpikir dan lingkungan yang memengaruhinya.
Di sisi lain, gen juga tidak bertambah tua seperti halnya fisik. Sebagian besarnya bahkan stabil jika tak terpapar oleh radiasi atau obat-obatan berbahaya. Ini berarti bakat-bakat terpendam dalam diri kita bisa muncul kapan saja, bahkan di usia berapa pun. Tak pernah ada kata terlambat untuk mengembangkan potensi diri, dengan berdalih bahwa kita loyo karena sudah tua. Sebab, gen-gen tersembunyi itu bisa dinyalakan dan diterangkan kapan saja.
Melejitkan Kecerdasan
Jika manusia sanggup mengaktifkan gen-gen dorman dalam dirinya, maka tidak menutup kemungkinan 90 persen potensi yang terpendam akan muncul secara revolusioner. Kita semua tahu, dari miliaran kode genetik dalam tiap-tiap 60 triliun sel tubuh manusia, hanya 5 hingga 10 persen saja yang aktif. Betapa banyak potensi terpendam dalam gen-gen dorman, yang apabila diaktifkan justru bisa menyembuhkan penyakit seganas apapun, bahkan bisa melejitkan kecerdasan manusia.
DNA atau zat di dalam inti sel yang disebut gen, adalah sepasang untaian molekul yang menyimpan kode genetik dalam tubuh kita. Ia memicu pembelahan sel yang kemudian membentuk kehidupan. Satu sel manusia bisa memiliki tiga miliar kode genetik. Jika kita mencetak kode genetik itu – sungguh luar biasa – dapat dihasilkan sekitar 3.000 jilid buku, yang masing-masing memiliki ketebalan 1.000 halaman penuh.
Betapa banyak informasi genetik dalam tubuh manusia yang memiliki 60 triliun sel itu. Inilah keajaiban gen-gen dalam tubuh kita, yang membuat Kanzuo Murakami tak henti-henti berdecak kagum. Gen memiliki kemungkinan kombinasi tak terkira, sehingga selalu menghasilkan makhluk hidup yang unik.
Tak akan pernah ada makhluk hidup yang sama persis di alam semesta ini. Tapi, meskipun memiliki informasi yang sama dalam miliaran gen, sel-sel itu seperti berbagi tugas yang berbeda, namun tetap setia pada tugasnya masing-masing. Kekaguman itu pula yang membuat seorang filosof Inggris, Antony Flew menulis buku “There is a God” (2007). Padahal sebelumnya, ia dikenal sebagai seorang atheis yang konsekuen. Secara jujur Flew mengakui, bahwa ia mengingkari atheisme setelah ditemukannya elemen DNA yang menakjubkan di dunia keilmuwan.
Di usia senjanya, ia terpesona menyaksikan fenomena dalam wujud elemen DNA yang dinilainya sebagai intelligent design dari Sang Maha Pencipta dan Maha Kreator yang sesungguhnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu