TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Omzet Turun, UMKM Teriak

Duh, Algoritma TikTok Utamakan Produk China

Oleh: Farhan
Senin, 19 Juni 2023 | 11:35 WIB
Bhima Yudhistira. Foto : Ist
Bhima Yudhistira. Foto : Ist

JAKARTA - Pemerintah perlu segera turun tangan meninjau dan membuat aturan main perdagangan di social commerce. Hal itu untuk memastikan perlindungan terhadap pedagang dan produk dalam negeri.

Jagat Twitter sejak Rabu (14/6) hingga Sabtu (17/6) dira­maikan dengan tagar (tanda pagar) #TiktokTipuIndonesia. Tagar ini muncul mengkritik kebijakan Shadowban TikTok yang dituding tidak transparan oleh para pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). Kondisi tersebut membuat mereka kesulitan mendapatkan ex­posure hingga pesanan.

Mayoritas pelaku UMKM yang berjualan di TikTok mengeluhkan kebijakan tersebut lewat Twitter. Misalnya saja akun @B*******_id, mengeluhkan uang hasil transaksi dari TikTok memakan waktu 2-3 minggu untuk mencairkannya.

“Hmmm tapiii yg bikin UMKM merana adalah pencairan uang hasil transaksi yang lama, bahkan bisa memakan 2-3 minggu. Ini sangat memberatkan penjual, yuk Pemerintah segera atasi ini,” serunya dengan tagar #TiktokTipuIndonesia.

Akun @r****_g******* juga mencuit. “Belakangan ini banyak keluhan atau curhatan seller TikTok yang mencoba jualan lewat TikTok. Namun sayang, karena hal yang tidak jelas dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, akun mereka terkena shadowban yang menyebabkan turunnya viewer mereka bahkan omzet ikutan jatuh,” katanya.

Untuk diketahui, shadowban adalah larangan pembatasan akun di platform TikTok.

Selain itu, para pelaku UMKM juga mengeluhkan algoritma TikTok yang mulai cenderung mengutamakan produk-produk asal China, negara asal TikTok, muncul di timeline ketimbang produk UMKM domestik.

Menyoal ini, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat, masalah di TikTok ini menunjukkan belum adanya pengaturan dan penga­wasan dari Pemerintah terkait jual beli menggunakan platform media sosial atau social commerce.

Menurutnya, ada loop holes ke­bijakan seiring dengan naiknya tren belanja di social commerce. Untuk pasar Asia Tenggara GMV (Gross Merchandise Value) TikTok shop menembus 4,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 65,84 triliun di tahun 2022.

Menurutnya, karena ada kegiatan jual beli secara elektronik, harusnya penyedia layanan tunduk pada aturan Menteri Perdagangan dan standar lainnya soal perlindungan merchant atau penjual.

Seperti prosedur pencairan dana dan proses pengaduan apa­bila dilakukan tindakan diskrimi­natif oleh pihak platform social commerce berupa shadowban,” te­gas Bhima saat dihubungi Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Grup), Sabtu (17/6).

Bhima meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Per­dagangan (Kemendag), segera turun tangan. Jangan membiar­kan social commerce beroperasi secara liar. Karena kerugian dari sisi penjual cukup tinggi apabila platform bertindak sepihak.

“Aturan main harus adil, tidak ada bedanya berjualan live di tiktok shop dengan platform e-commerce lainnya,” imbau Bhima.

Ia mendorong social commerce diatur dalam Peraturan Mendag. Perlindungan penjual dan kon­sumen harus diperketat.

“Lalu harus ada pengenaan pajak yang sama dengan plat­form e-commerce. Ini untuk memberikan ruang bagi Ditjen (Direktorat Jenderal) Pajak mengawasi transaksi social com­merce, sehingga ada pengawasan berlapis,” ungkap Bhima.

Ia meminta, agar proses stan­dar pencairan dana penjual diatur layaknya e-commerce lain, sehingga ada kepastian kapan dana bisa diperoleh penjual, khususnya UMKM yang cash flow-nya terbatas.

Selanjutnya, tambah Bhima, Algoritma TikTok shop juga perlu dibenahi karena berbeda dengan platform sejenis. Di sini TikTok dapat menaikkan penjualan seller tertentu tanpa pertimbangan fyp (for your page)/view terbanyak.

“Ini yang dikhawatirkan, algoritma bisa mendorong seller prioritas yang jual barang impor dibanding produk lokal,” katanya.

Keluhan para UMKM ini sangat disayangkan muncul setelah kedatangan Chief Execu­tive Officer (CEO) TikTok Shou Zi Chew ke Indonesia. Untuk diketahui, TikTok mengumum­kan rencananya untuk menginvestasikan 10 miliar dolar AS atau sekitar Rp 149 triliun dalam dua hingga lima tahun ke depan di Indonesia.

Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Grup) sudah menco­ba mengkonfirmasi kepada pihak TikTok untuk menjawab keluhan UMKM, namun mereka belum memberikan tanggapan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo