TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Masa Jabatannya Digugat Ke MK

Ketum Parpol Ketar-ketir

Laporan: AY
Selasa, 27 Juni 2023 | 08:43 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Masa jabatan ketua umum partai politik sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Alasannya, ada beberapa parpol yang ketua umumnya tidak ganti-ganti dan membentuk dinasti politik. Kalau gugatan itu dikabulkan, para ketum parpol bisa ketar-ketir.

Gugatan tersebut diajukan warga Nias Utara bernama Eliadi Hulu dan warga Yogyakarta bernama Saiful Salim. Permohonannya telah didaftarkan pada 22 Juni 2023. Keduanya meminta agar jabatan ketum parpol diatur maksimal hanya 2 periode saja.

Adapun objek materiil yang digugat adalah Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Dalam pasal tersebut dijelaskan, pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).

Pemohon meminta pasal tersebut lebih rinci mengatur soal masa jabatan ketua umum parpol. AD dan ART Parpol wajib mengatur masa jabatan berlaku selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama. Baik secara berturut-turut, maupun tidak berturut-turut.

Pembatasan masa jabatan ketum parpol ini sejalan dengan ketentuan tentang kekuasaan pemerintahan yang masa jabatannya dibatasi untuk dua periode. Mengingat parpol merupakan miniatur politik yang juga dibentuk atas dasar UU yang sama.

“Sudah sepatutnya bagi siapapun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya,” tulis pemohon dalam gugatannya, dikutip kemarin.

Dalam paparannya, kedua Pemohon mengaku berkeinginan untuk bergabung menjadi kader atau anggota parpol. Keduanya punya pengalaman organisasi yang dianggap memenuhi untuk menjadi kader parpol.

Saiful Salim misalnya. Dia merupakan Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) 2021-2023. Sementara Eliadi Hulu menyatakan diri pernah menjabat Ketua organisasi intra kampus pada saat menempuh pendidikan strata I di salah satu universitas di Jakarta.

Namun, karena masa jabatan ketua umum parpol tidak diatur jelas, mereka menilai hak konstitusionalnya dirugikan. Sebab hal itu dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk melanggengkan kekuasaan.

Kedua Pemohon juga menyinggung soal dinasti parpol yang terjadi di tubuh PDIP dan Partai Demokrat. Menurut mereka, kedua partai dipimpin oleh klan keluarga secara turun menurun.

Di PDIP, Megawati Soekarno Putri sudah menjabat sebagai ketua umum selama 24 tahun. Saat ini, putri Mega, Puan Maharani menempati posisi strategis sebagai Ketua DPP PDIP.

Hal yang sama juga terjadi di Partai Demokrat. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) adalah anak dari Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Sedangkan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menjabat sebagai Wakil Ketua Umum yang juga merupakan anak kedua dari SBY,” tulis Pemohon.

Kedua contoh tersebut, dinilai Pemohon menjadi bukti bahwa dinasti dalam tubuh partai politik masih berlangsung. Dengan demikian keduanya meminta agar dibuat aturan yang dapat membatasi masa jabatan ketua umum selama 5 tahun untuk maksimal 2 periode melalui AD dan ART.

“(Aturan) Tersebut akan menciptakan kepastian hukum dan mencegah adanya pemusatan kekuasaan,” pintanya.

Apa tanggapan parpol atas gugatan tersebut? Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron menilai, gugatan itu salah sasaran. Alasannya, masa jabatan ketua umum parpol merupakan urusan internal yang tidak bisa diatur dan diintervensi oleh negara.

Parpol sebagai lembaga otonom, lanjut Herman, anggarannya berasal dari kader-kader internal. Sehingga menuntut masa jabatan ketum parpol sesuai dengan lembaga negara, tentu tidak relevan.

“Karena ini menjadi urusan internal, menjadi urusan rumah tangga partai itu sendiri. Sehingga tidak bisa diatur oleh negara,” tutur Herman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Herman berpendapat, gugatan masa jabatan parpol itu harusnya hanya menjadi kajian, bukan untuk disampaikan ke MK. Ia menganggap, ada perbedaan mendasar tentang masa jabatan lembaga pemerintah dengan partai politik.

Menurutnya, kekuasaan partai politik ada di tangan internal dan sangat tergantung kepada para pengurus yang tergabung dalam struktur partai masing-masing. Sementara jabatan pemerintah ada di tangan masyarakat.

“Saya kira pembatasan akan sangat tidak relevan dengan kondisi internalnya masing-masing,” tegas anggota DPR Fraksi Demokrat itu.

Hal senada juga disampaikan politisi PDIP Deddy Sitorus. Dia menilai, gugatan tersebut tidak tepat sasaran dan tidak layak untuk diajukan. Alasannya, negara hanya boleh ikut campur terkait institusi atau organisasi yang merupakan perpanjangan tangan negara (state auxiliary institutions).

Sekretaris Tim Koordinasi Relawan Pemenangan untuk Ganjar Pranowo itu mengatakan, urusan partai politik adalah kedaulatan anggota partai untuk mengatur pemimpinnya. “Gugatan itu sama saja meminta negara campur tangan urusan parpol/masyarakat sipil,” kata Deddy.

Baca juga : Andreas Hugo Pareira: Masa Jabatan Ketum Parpol Tak Diatur UUD

Pengamat Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menilai dalil yang diajukan pemohon dalam gugatannya dapat diterima secara logika. Sebab tidak ada pembatasan masa jabatan ketua umum, maka parpol akan terus dikendalikan oleh dominasi klan keluarga atau kelompok tertentu.

“Dampaknya, tidak akan ada regenerasi dalam parpol. Ini kan tidak sehat dan membunuh demokrasi dalam tubuh parpol,” ujar Herdiansyah, semalam.

Baca juga : Eliadi Hulu: Pembatasan Kekuasaan Di Parpol Sangat Penting

Namun untuk diterima MK, Herdiansyah pesimis gugatan itu akan dikabulkan. Mayoritas parpol saat ini dipimpin klan politik tertentu. Sehingga MK akan memilih main aman. Meskipun sebelumnya, MK dalam gugatan uji materiil, mengabulkan masa jabatan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

“Parpol harusnya tunduk terhadap pembatasan kekuasaan demi demokrasi yang sehat dan bermartabat. Sebab kekuasaan tanpa batas, jatuhnya mengarah kepada otoritarianisme,” pungkasnya.

Pos Berikutnya:
Surplus Rp 204 T
Foto : Ist
Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo