TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Jalan Buntu Gerakan Mahasiswa

Oleh: Isa ismail
Minggu, 16 Juli 2023 | 07:11 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

SETELAH mengamati rentetan pergerakan mahasiswa beberapa tahun belakangan ini. Saya menilai pergerakan mahasiswa terkesan tidak tahu arah alias kehilangan ruh gerakan. Masalah ini menjadi demikian kompleks  sebab wajah evolusi peradaban yang kian rumit, ironis dan memperhatinkan. Lantas bagaimana posisi mahasiswa sebagai ujung tombak perubahan bangsa? Serta bagaimana bentuk ideal pergerakan mahasiswa agar mampu mencabik-cabik kekuasaan, yang kian  naif dan tidak kunjung mampu menyelesaikan problem-problem spesialisasi mereka?

 

Orientasi Gerakan

 

Saya sering mendefinisikan mahasiswa sebagai pasukan elite masyarakat. Sebab dari jutaan masyarakat di Indonesia, hanya sebagian kecil dari mereka yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Tidak hanya itu, mahasiswa ialah orang-orang yang terlatih, untuk memperjuangkan kebenaran. Mereka mempunyai orientasi gerakan pada nilai-nilai ideal dan kebenaran hakiki, tanpa dicemari oleh kepentingan-kepentingan praktis dan pragmatis. Barangkali mahasiswa juga dapat saya katakan, sebagai kelompok yang konsisten menentang dan menantang kelompok-kelompok penindas masyarakat secara gila-gilaan.

Selanjutnya, ungkapan demikian ternyata sejalan dengan Lewis A Coser, yang mengatakan, mahasiswa ialah mereka yang tidak pernah puas dengan kenyataan, mereka akan selalu meragui kebenaran pada zamannya dan mencari kebenaran yang lebih tinggi dan luas. Mahasiswa akan mengekpresikan dirinya dengan menentang pelanggaran dan penyelewengan.

Jika kembali membaca sejarah, sudah berceceran fakta dari media online dan cetak. Mahasiswa sudah membabi-buta menentang kelompok-kelompok penindas sejak pra-kemerdekaan. Contohnya saja, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Sultan Syahrir, Tan Malaka mereka adalah mahasiswa pada zamannya yang berkontribusi aktif terhadap bangsa, mereka mempunyai gagasan yang mampu mengkerangkai kemerdekaan dan menopang negara dengan konsepnya.

Barangkali kita sepakat, gerakan mahasiswa memang memiliki sejarah panjang dengan kontribusi yang luar biasa. Tidak hanya masa pra-kemerdekaan, gerakan mahasiswa tetap terawat hingga hari ini. Mengulas kembali peristiwa cikal bakal runtuhnya pemerintahan orde lama tahun 1966, atau yang dikenal dengan gerakan angkatan 66, mahasiswa melakukan gerakan demonstrasi secara besar-besaran. Dengan tuntutan saat itu ialah menuntut membubarkan PKI dan ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora dan juga menuntut turunnya harga pangan yang sering dikenal dengan TriTura (Tiga Tuntutan Rakyat).

Tidak hanya, di tahun 1998 yang dikenal dengan tahun jatuhnya singgasana orde baru, juga merupakan peristiwa gerakan mahasiswa secara besar-besaran. Gerakan ini telah memberikan lembaran reformasi yang bersejarah untuk perbaikan bangsa.

 

Jalan Buntu Pergerakan

 

Lalu, bagaimana gerakan mahasiswa hari ini? Jika menyoal gerakan mahasiswa hari ini, barangkali memiliki perbandingan jauh dengan gerakan sebelumnya. Gerakan mahasiswa hari ini, terkesan kehilangan ruh pasca-reformasi. Orientasi gerakan hingga bentuk gerakan mahasiswa sebelum dan sesudah reformasi seolah-olah bertolak belakang.

Setelah mengamati rentetan gerakan mahasiswa belakangan ini, saya dapat menyingkap tabir yang menjadi gerakan mahasiswa tidak begitu berkesan dan menakutkan penguasa saat ini. Gerakan-gerakan mahasiswa di beberapa kota di Indonesia belakangan ini, seringkali tidak mendapatkan hasil yang membahagiakan.

Saya beranggapan, bahwa ada beberapa faktor yang menjadikan gerakan mahasiswa tidak membuahi hasil yang baik. Pertama, tidak merawat masalah, maksudnya ialah tidak adanya follow- up terhadap tuntutan yang dibawa. Saya seringkali melihat tuntutan yang dibawa oleh gerakan mahasiswa hanya berakhir sampai surat diterima oleh pihak terkait, mahasiswa tersebut telah merasa menang jika surat tuntutan yang dibawa telah diterima.

Akan tetapi, yang kemudian yang saya sayangkan ialah mereka lupa memfollow-up lagi, bagaimana kelanjutan surat tuntutan tersebut. Seharusnya mereka merawat masalah tersebut sampai tuntas, dengan adanya follow-up atas tuntutan. Kemudian juga mempertanyai apakah tuntutan sudah membawa perubahan yang baik, ataukah tidak ada tindak lanjut dari surat tersebut, tentu jika tidak ada tindak lanjut dan perubahan, maka harus ada gerakan jilid dua dan seterusnya sampai menang (Adanya perubahan).

Kedua, sibuk mencari eksistensi di sosial media, maksudnya ialah berapa banyak gerakan mahasiswa yang mahasiswanya hanya sibuk berfoto-foto ria di lokasi aksi, hingga tidak fokus lagi dengan tuntutan. Tak jarang juga banyak mahasiswa ikut ke lokasi aksi hanya untuk tren semata, tanpa mengetahui masalah yang harus ditindak lanjuti. Bahkan sering juga saya temui, terkadang beberapa organisasi-organisasi juga ikut bergerak hanya untuk eksistensi semata walaupun tidak mengkaji permasalahan.

Ketiga, terkotak-kotaknya massa gerakan, maksudnya ialah tidak adanya kesatuan yang solid dalam gerakan mahasiswa. Misalnya, tak jarang gerakan-gerakan mahasiswa terdapat kelompok yang duluan melakukan aksi, dan ada pula yang terlambat, ataupun misalnya ada kelompok A yang hari senin aksi, sedangkan kelompok B aksi pada hari selasa. Padahal seharusnya, gerakan mahasiswa harus dilakukan secara serempak tanpa mementingkan kelompoknya, yang jelas mereka harus bersatu memperjuangkan kebenaran dan melakukan gerakan secara besar-besaran.

Keempat, gerakan dunia maya, maksudnya ialah gerakan-gerakan mahasiswa di media sosial berupa petisi online, brosur penolakan dll. Secara umum, memang tidak ada masalah terhadap gerakan ini. Namun, saya pikir gerakan seperti ini dapat dikataan dengan gerakan baik yang tidak sehat, dalam artian kata seharusnya kita tidak hanya riuh di media saja. Namun juga harus ikut terjun langsung dengan bersikap tegas.

Barangkali empat faktor tersebut telah menjadi penghalang gerakan-gerakan mahasiswa untuk dapat membuahi hasil. Tentu, selama beberapa faktor tersebut masih mendarah daging di dalam diri mahasiswa-mahasiswa, aktivis- aktivis gerakan ataupun organisasi kemahasiswaan di Indonesia, maka selama itulah pergerakan mahasiswa akan mengalami “jalan buntu”. Sebab pergerakan mahasiswa tidak akan membawa perubahan dan tidak mampu mencabik-cabik penguasa.

 

Penutup

 

Terlepas dari sengkarut permasalahan tersebut, yang jelas gerakan mahasiswa akan selalu di tunggu-tunggu oleh masyarakat. Tentu Gerakan mahasiswa yang bergerak secara kontekstualisasi perjuangannya, yang membangun gerakan dengan nilai-nilai ideal kebenaran dan gerakan yang dibangun atas kepentingan masyarakat. Akan tetapi, jika seandainya beberapa faktor yang telah dibahas tadi masih ada pada tubuh gerakan mahasiswa, barangkali sudah pasti gerakan mahasiswa tidak akan didambakankan lagi. Percuma ada gerakan mahasiswa!

Dengan mempertimbangan kondisi masyarakat secara nasional, sudah saatnya gerakan mahasiswa mengubah pola gerakannya. Sudah semestinya mahasiswa melakukan evaluasi bentuk gerakan, mengapa gerakan-gerakannya tidak membuahi hasil? Barangkali tulisan ini akan menjadi penyadaran terhadap gerakan-gerakan mahasiswa yang telah dibangun. Sudah saatnya gerakan dibangun sampai menang (Adanya perubahan), sudahnya tidak saatnya gerakan hanya untuk eksistensi pribadi ataupun organisasi semata, sudah saatnya massa gerakan yang terkotak-kotak itu disatukan kembali maka timbullah gerakan yang besar-besaran dan gila-gilaan.

Akhir kata, Kemarau keadilan sudah terlalu lama menggerogoti bangsa, sudah saatnya mahasiswa bangun dari tidur panjangnya. Sudah saatnya kita bergerak dengan strategi dan kajian masalah yang matang. Mari bergerak atas bentuk kesadaran, bukan hanya karena dan untuk tren semata. BERGERAKLAH KARENA DAN UNTUK RAKYAT, HIDUP MAHASISWA!

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo