TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Setelah Minta Maaf Ke TNI

Nyali KPK Jangan Ciut Ya

Laporan: AY
Minggu, 30 Juli 2023 | 08:30 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Setelah penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi sebagai tersangka suap menuai polemik dan protes dari TNI, KPK pilih ambil sikap ksatria. Lembaga anti rasuah yang dipimpin Firli Bahuri itu, mengaku khilaf dan meminta maaf. Meskipun begitu, publik berharap KPK tidak ciut nyali untuk menuntaskan kasus tersebut. Ayo KPK, sikat terus koruptor!!!

Awalnya, permintaan maaf itu disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak. Dia menyampaikan permohonan maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono atas kesalahan prosedur dalam OTT Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Di mana, dari hasil pengembangan kasus ini, turut menetapkan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka.

Tanak mengakui, ada kesalahan prosedur dalam OTT yang dilakukan pihaknya terhadap Henri dan Afri Budi. Sebab, keduanya masih berstatus TNI aktif. Dia menyebut, penyelidik dan penyidik KPK keliru dan khilaf atas OTT tersebut.

“Karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI, kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini,” ujar Tanak, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7)

Tanak mengakui, ada kesalahan prosedur dalam OTT yang dilakukan pihaknya terhadap Henri dan Afri Budi. Sebab, keduanya masih berstatus TNI aktif. Dia menyebut, penyelidik dan penyidik KPK keliru dan khilaf atas OTT tersebut.

“Karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI, kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini,” ujar Tanak, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata ikut memberikan komentarnya. Kata Alex, dalam kasus ini, pimpinan KPK tidak menyalahkan penyelidik, penyidik, hingga jaksa KPK terkait penanganan kasus dugaan suap itu. Menurutnya, tim penyelidik maupun jaksa KPK sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya.

“Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan, itu kekhilafan pimpinan,” kata Alex, dalam keterangannya, Sabtu (29/7).

Alex menerangkan, dalam kegiatan tangkap tangan, KPK memiliki dua alat bukti. Dua alat bukti itu yaitu keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang.

Selanjutnya, bukti elektronik berupa rekaman penyadapan/percakapan. Dengan begitu, penetapan tersangka terhadap Kabasarnas Henri dan bawahannya itu, sudah sesuai dengan ketentuan.

“Artinya, dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” kata Alex.

Ketua KPK Firli Bahuri juga ikut buka suara soal polemik yang terjadi. Namun, Firli memastikan, proses OTT, penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan tersangka Henri dan Afri Budi, sudah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku.

“Seluruh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan tangkap tangan ini telah sesuai dasar hukum dan mekanisme yang berlaku,” tandas Firli, dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Pensiunan Jenderal Polisi bintang tiga ini memahami Henri dan Afri Budi merupakan prajurit TNI yang semestinya ditindak melalui mekanisme peradilan militer. Maka, dalam proses gelar perkara pada kegiatan tangkap tangan di Basarnas, KPK melibatkan Puspom TNI.

“KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait,” aku Firli.

Kemudian, KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/militer. Sementara yang melibatkan oknum militer/TNI, diserahkan kepada Puspom TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut.

Selain itu, KPK menyampaikan terima kasih atas dukungan penuh Presiden Joko Widodo untuk memproses dugaan tindak pidana korupsi ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Serta, mendorong perbaikan sistem khususnya pengadaan barang dan jasa Pemerintah.

Tujuannya agar tidak terjadi kerugian keuangan negara, demi kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia,” tekan dia.

Sebelumnya, KPK menetapkan Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa. Henri melalui Koorsminnya, Afri Budi Cahyanto, diduga menerima suap senilai Rp 88,3 miliar dari para vendor pemenang lelang proyek di Basarnas pada periode 2021-2023.

Tiga vendor di antaranya, adalah PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya, dan PT Kindah Abadi Utama (KAU).

Merespons hal ini, TNI keberatan. Alhasil Puspom TNI yang dipimpin Marsekal Muda (Marsda) Agung Handoko menyambangi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).

Kedatangannya untuk membahas kasus suap pengadaan barang yang menjerat Henri Alfiandi. “Kita mau menyelesaikan,” ujar Agung, saat tiba di Gedung Merah Putih KPK.

Setelah itu, Agung langsung masuk ke dalam gedung komisi anti-rasuah tersebut. Dalam kesempatan ini, Agung menyatakan keberatan dengan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Henri dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Sebab, keduanya adalah anggota militer.

“Kami terus terang keberatan, kalau itu (Marsdya Henri dan Letkol Afri) ditetapkan sebagai tersangka, untuk yang militer, karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri,” sesal Agung.

Agung menjelaskan, pihaknya baru mengetahui adanya operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Letkol Afri dari pemberitaan media. Kemudian, Puspom TNI mengirim tim ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Di sana, tim Puspom TNI dan KPK mengadakan gelar perkara alias ekspose.

Pada saat gelar perkara tersebut, disepakati bahwa Letkol Afri akan ditangani Puspom TNI. “Namun, saat press conference ternyata statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka,” sesal Agung.

Padahal, ditegaskan dia, mekanisme penetapan tersangka prajurit TNI merupakan kewenangan Puspom TNI. Agung pun meminta KPK saling menghormati aturan dan kewenangan masing-masing institusi.

TNI tidak bisa menetapkan sipil sebagai tersangka. Agung berharap, pihak KPK juga demikian, tidak menetapkan militer sebagai tersangka.

“Mari kita bersama-sama bersinergi untuk pemberantasan korupsi. TNI sangat mendukung pemberantasan korupsi. Jadi, jangan beranggapan kalau misalkan TNI akan diamankan, tidak. Silakan, kita akan melaksanakan penyidikan secara terbuka. Kita akan menegakkan aturan hukum sebagaimana mestinya,” tegasnya.

Agung memastikan, TNI akan mengikuti arahan Panglima TNI agar setiap prajurit patuh pada aturan yang berlaku. Setiap personel TNI terbukti melakukan pelanggaran akan dijatuhi sanksi.

“Pada intinya, kami seperti apa yang disampaikan Panglima, sebagai TNI harus mengikuti ketentuan hukum dan taat pada hukum, itu tak bisa ditawar. Dan bisa kita lihat, siapapun personel TNI yang bermasalah, selalu ada punishment,” tandas Agung.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman memuji sikap KPK yang berani meminta maaf atas penetapan status tersangka terhadap Kabasarnas dan anak buahnya. “Kita apresiasi sikap KPK yang berani mengakui kekhilafan soal penetapan anggota TNI sebagai tersangka,” kata Habiburokhman.

Menurut dia, keberanian KPK mengakui kekhilafan merupakan hal positif. Sebab, kekhilafan harus dikoreksi agar tak menimbulkan kekisruhan. “Itu adalah sikap gentleman yang terpuji, kalau khilaf diakui dan dikoreksi, jadi tidak memancing kekisruhan,” pinta Habib.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini berharap, peristiwa tersebut menjadi pelajaran bagi semua pihak. Dia ingin kinerja KPK yang sudah baik tak tercederai oleh peristiwa tersebut.

“Kejadian hari ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Kita semua tidak ingin kinerja KPK yang sudah sangat baik tercederai oleh insiden-insiden seperti ini,” tekan dia.

Terpisah, Pengamat Hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad menilai permintaan maaf pimpinan KPK ke TNI merupakan terobosan baru. Sekalipun harus diperjelas dasar hukumnya.

“Penegakan hukum harus memperhatikan aspek prosedur, substansi, dan kewenangan. Makanya KPK harus tetap progresif memberantas korupsi. Jangan ciut nyali karena perkara ini,” pungkas Prof Suparji, kemarin.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo