TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Bukan Besarnya Koalisi Partai

Kemenangan Pilpres 2024 Ditentukan Suara Milenial

Oleh: Farhan
Rabu, 30 Agustus 2023 | 09:30 WIB
Kwtum Hanura Oesman Sapta. Foto : Ist
Kwtum Hanura Oesman Sapta. Foto : Ist

JAKARTA - Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Oesman Sapta Odang meragukan banyaknya partai politik pendukung menjamin kemenangan di Pemilihan Presiden (Pilpres). Tapi suara kaum milenial.

Diketahui, koalisi gerbong Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto kini kedatangan Partai Golkar dan PAN. “Itu koalisi boleh gemuk, tetapi, yang kurus saja bisa menang kok,” kata OSO, sapaan karibnya, di Kantor DPP Hanura di Jakarta, belum lama ini.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhasil dua kali menang di Pilpres. Padahal, badannya kurus dan kecil. “Selain badan, koalisi Pak Jokowi di periode pertama itu kurus, enggak gemuk kan? Tapi bisa menang. Itu contoh,” ujarnya.

Penentu kemenangan, lanjut OSO, adalah generasi milenial. Karena kini persentasenya menca­pai 67 persen. “Siapa yang pegang anak muda, itulah dia yang kuat,” ucapnya.

Diketahui, Prabowo telah mendapatkan dukungan dari em­pat parpol parlemen dan satu non parlemen, di antaranya Partai Gerindra, Golkar, PAN, PKB, dan PBB. Menyusul partai baru yakni Gelora Indonesia.

Sementara gerbong Capres Ganjar Pranowo didukung dua parpol parlemen dan dua partai non parlemen, yakni PDI Perjuangan (PDIP), PPP, Hanura, dan Perindo.

Senada, Ketua DPP PDIP, Eriko Sotarduga justru mensyu­kuri jika Ganjar seolah dikeroyok koalisi gemuk. “Kami sangat mensyukuri kalau dikatakan saat ini PDI Perjuangan itu dalam tanda kutip dikeroyok,” katanya.

Sebab, Banteng sudah berkali-kali mengalami nasib serupa. Misalnya, saat Ganjar maju sebagai Calon Gubernur di Jawa Tengah di periode pertamanya. Pada 2012-2013, survei Ganjar tak sampai 6 persen. Sedangkan lawannya, Bibit Waluyo hampir 60 persen.

“Kalau berdasarkan statistik sudah hampir tidak mungkin. Nah itu bisa dibalikkan dengan modal yang sangat terbatas. Sama juga saat Presiden Jokowi maju di Pilpres 2014. Ini semua bukan kebetulan belaka,” yakinnya.

Ditegaskan, justru semakin dike­royok, PDIP kian semangat. “Ban­teng ketaton, semakin dikeroyok semakin semangat,” ujarnya.

Sedangkan Ketua DPP Gol­kar, Dave Laksono menilai, kemenangan dalam Pilpres me­mang tak ditentukan besarnya koalisi. Pernah ada koalisi be­sar menang kontestasi. Pernah pula ada koalisi ramping yang menang pertarungan. Misalnya saat koalisi pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pemilu 2009 atau menuju periode ke-2 menjadi Presiden.

“Contoh koalisi besar menang, waktu periode ke-2, Koalisi Pak SBY cukup besar, dan menang mutlak. Jadi semua kembali kepada kinerja mesin partai dan koalisi,” kata Dave dalam pesannya, kemarin.

Sekadar informasi, SBY berpasangan dengan Boediono menang dalam Pemilu 2009 deng­an perolehan suara 60,80 persen. Kala itu, SBY dan Boediono diusung Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB.

SBY mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabo­wo Subianto yang diusung PDIP dan Gerindra, serta M Jusuf Kalla-Wiranto yang diusung Partai Golkar dan Hanura.

Artinya, Dave menyebut penentu kemenangan ramping kurusnya anggota koalisi. Melainkan, kerja dan strategi pemenangan. “Ten­tunya Golkar selalu canggih strateginya dan jadi penentu koalisi,” tegasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo