Gerakan Jitu Di ICU, "Tepat Waktu, Tepat Pasien, Tepat Guna”.
SERPONG - Berurusan dengan ruang perawatan intensif (intensive care unit/ICU) bukanlah hal mudah bagi keluarga pasien, karena seringkali situasinya berhubungan dengan keselamatan nyawa. Belum lagi jika menimbang ancaman resistansi antimikroba (AMR) yang membuat bakteri, jamur atau virus penyebab infeksi pada tubuh seseorang lebih sulit ditangani dengan antibiotik, antijamur, atau antiviral sehingga pasien sulit sembuh dan perlu dirawat lebih lama.
Keterlibatan pasien dan keluarganya memegang peran penting dalam hal mencegah kondisi AMR di ICU. Caranya adalah dengan membangun komunikasi yang produktif dengan tenaga kesehatan terkait.
Komunikasi dua arah ini akan meningkatkan pemahaman pihak pasien, dan mendorong diskusi lanjutan yang lebih baik mengenai rekomendasi medis dari tenaga kesehatan. Dengan begitu, pemberian antibiotik pun menjadi lebih jitu di ICU, hingga berujung pada meningkatnya kualitas perawatan yang diterima pasien dan menurunnya risiko AMR.
Sejalan dengan ini, Pfizer Indonesia bekerja sama dengan Eka Hospital dan mitra kesehatan lainnya, menyelenggarakan seminar bertema “Peran Nakes dan Keluarga Pasien dalam Mewujudkan Tata Laksana Penggunaan Antimikroba yang Bijak & Rasional di ICU: Tepat Waktu, Tepat Pasien, Tepat Guna”. Seminar ini mengupas lebih dalam manfaat gerakan #JituDiICU dengan mendorong keluarga pasien untuk melakukan komunikasi yang terbuka dan konstruktif dengan tenaga kesehatan.
“Sebagai perusahaan biofarmasi inovatif, Pfizer Indonesia menyuarakan gerakan #JitudiICU sebagai wujud kontribusi nyata dalam upaya bersama mengedukasi masyarakat. Pasien perlu berdialog dan memperoleh informasi yang jelas dari tenaga kesehatan sehingga risiko AMR dapat dipahami dan ditanggulangi,” ungkap Nora Tiurlan Siagian, Presiden Direktur Pfizer Indonesia.
Hadir sebagai seorang patient advocate, Butet Trivyantini, menyambut baik diluncurkannya gerakan #JituDiICU. “Keluarga dan pemerhati pasien sudah seyogyanya bertanya, serta mendapatkan informasi yang jelas dan edukasi tentang alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, dan risiko terkait penggunaan antibiotik di ICU,” jelas Butet.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Vannesi T. Silalahi, Sp.An, MSc, KIC, dokter spesialis anestesi konsultan perawatan intensif Eka Hospital BSD menyatakan beberapa poin penting untuk membangun komunikasi dua arah agar meningkatkan pemahaman pihak pasien dan mendorong diskusi lanjutan yang lebih baik mengenai rekomendasi medis dan tenaga kesehatan.
Lebih lanjut dr. Vannesi menjelaskan, terdapat 4 pertanyaan yang dapat membuka diskusi dengan tenaga kesehatan dalam hal pemberian antibiotik yang lebih jitu, sehingga berujung pada meningkatnya kualitas perawatan yang diterima pasien dan menurunnya risiko AMR. Pertama tanyakan bagaimana penggunaan antibiotik saat ini. Kedua tanyakan bagaimana dengan hasil uji kultur. Selanjutnya bisa ditanyakan dengan perkembangan kondisi pasien. Dan yang keempat bisa ditanyakan tentang resiko risistansi antimikroba ditangani. (rls)
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 3 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Galeri | 13 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu