Catatan Menjelang Kongres PWI Bandung 2023
Bang Atal dan Pengurus Yang Lesu Darah
SERPONG - Manfaat dari kegiatan suatu organisasi yang sudah dan mau menerapkan teknologi digital, sejatinya, adalah meningkatkan kualitas pelayanan. Dalam arti, pelayanan organisasi menjadi lebih cepat, mudah, lancar dan terbuka. Dan ini akan ikut mendorong tumbuhnya sikap kerja yang serba transparan dari jajaran pengurusnya.
Sayang, itu tidak terjadi di PWI Pusat saat ini. Mungkin, karena gagal merealisasikan semua aplikasi digital yang dijanjikan, pola kerja pengurus yang diharapkan bisa cepat dan terbuka, tidak terwujud. Kerja tim yang bahu membahu antar pengurus--beberapa di antaranya mukim di luar Jakarta--tak terbangun. Walhasil, satu dua pengurus mulai pasif. Tidak lagi aktif menjalankan tupoksi jabatannya. Ini menyebabkan Ketum PWI Pusat jadi sering turun tangan sendiri dan akhirnya menjadi pusat komando operasional. Ia terjebak dalam kesulitan menggerakkan staf pengurusnya agar bisa segera menunaikan lima misi atau program yang sudah dijanjikan.
Terkaman pandemi Covid 19 yang mencengkeram Indonesia sejak 2019, harus diakui, ikut menjadi penyebab kepengurusan PWI Bang Atal mengalami semacam lesu darah. Giliran rapat, ruang rapat sepi. Akibatnya, keluhan kerap terdengar dan cukup merata dari beberapa PWI provinsi. Ada banyak masalah yang dihadapi para anggota di daerah. Misalnya, pengurusan kartu anggota, administrasi kartu UKW masih tetap lambat diselesaikan.
Keluhan lain lagi. Semua persoalan di daerah ketika dibawa atau diadukan kepada Pengurus PWI Pusat, tidak bisa tuntas atau segera cepat diselesaikan. Itulah sekelumit percikan suasana di panggung internal PWI Pusat.
Di panggung eksternal juga terdengar banyak keluhan. Ketum PWI Pusat dinilai tidak tampil prima dan mengemuka dalam membawakan kiprah PWI. Responnya atas pelbagai masalah terkait wartawan dan pers nasional, dinilai lamban. PWI dalam banyak hal, sering tertinggal dan kalah cepat dari organisasi wartawan lain.
Ketum lebih banyak diam. Dan sikap itu menular ke para pengurus lain. Beberapa di antaranya, selain tidak aktif, kelihatan lebih suka bercengkrama di WA Group PWI. Singkatnya, main aman. Dari pada responsif dan berinisiatif, “nanti tidak sejalan dengan ketum, kena tegur”. Begitu kutipan pendek dari beberapa pengurus PWI Pusat.
Makanya agar tidak terkena risiko itu, mereka menyerahkan penyelesaian final suatu masalah pada ketua umum. Pelayanan pun jadi banyak tergantung pada persetujuan ketua.
Contoh terbaru pelayanan PWI Pusat yang dikeluhkan banyak anggota. Mendekati penyelenggaraan Kongres Bandung, tak tersedia cukup informasi. Ada Humas PWI. Tapi kurang berfungsi maksimal. Lebih banyak keliru karena tidak menguasai persoalan. Belum urusan siaran pers yang dia terbitkan, bahasanya bergelemak peak. Dia cuma menyuarakan kehendak dan kegiatan Ketua Umum PWI Pusat. Kurang merespon atau tidak bisa merespon pertanyaan kritis dari anggota PWI.
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 21 jam yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu