Roadmap-nya Akan Diluncurkan 10 November
OJK Patok 70 % Pinjol Untuk Sektor Produktif

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mematok pembiayaan via pinjaman online (pinjol) atau financial technology Peer to Peer ( fintech P2P) lending, didominasi untuk kegiatan sektor produktif. Untuk mewujudkan itu, roadmap-nya akan diluncurkan dalam waktu dekat ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengungkapkan, saat ini, dana pinjol masih didominasi pinjaman di sektor konsumtif.
“OJK akan meluncurkan Roadmap P2P lending pada 10 November 2023. Kalau sekarang P2P lending untuk sektor produktif baru 30 persen, sisanya konsumtif. Dalam lima tahun ke depan akan kami minta yang produktif jadi 70 persen,” terang Agusman di Bogor, Jumat (3/11).
Kebijakan itu, lanjut Agusman, bertujuan agar dana pinjol bisa berkontribusi membangun perekonomian nasional. Dipastikannya, OJK akan memberikan masa transisi ke pelaku industri pinjol. “Kalau tidak ada masa transisi, industri bisa kolaps,” ujarnya.
Berdasarkan data OJK, saat ini di Indonesia terdapat 101 perusahaan P2P lending dengan total aset Rp 7,41 triliun per September 2023. Total aset P2P ini meningkat 44,95 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
P2P lending konvensional mendominasi dengan nilai aset Rp 7,28 triliun. Sedangkan aset P2P syariah hanya Rp 140 miliar.Total nilai pinjaman (outstanding) P2P lending mencapai Rp 55,7 triliun atau naik 14,28 persen secara tahunan (year on year).
“Sementara rasio tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo (TWP90), dalam kondisi terjaga di 2,82 persen,” tutur Agusman
Menanggapi ini, Direktur Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyambut positif rencana OJK. Sebab, menurutnya, sudah seharusnya pinjol lebih banyak menyalurkan ke sektor produktif dibanding konsumtif.
“Terutama ke sektor pertanian, industri pengolahan atau industri skala kecil, sektor perdagangan, sektor usaha jasa transportasi, hingga restoran,” beber Bhima kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.
Bhima berharap, pendanaan fintech P2P lending ke sektor produktif bisa lebih dari Rp 20 miliar-Rp 30 miliar. Sedangkan batas maksimum pendanaan ke sektor konsumsi adalah di bawah Rp 100 juta.
“Atur ulang batas maksimum pembiayaan juga bisa mengurangi tingkat risiko gagal bayar pinjaman. Sebab, selama ini segmen pembiayaan konsumtif menjadi sektor yang tinggi mengalami gagal bayar pinjaman,” ucap Bhima.
Sementara terkait bunga maksimum dari fintech P2P lending itu pun seharusnya tidak terlalu berbeda jauh dengan bunga Kredit Tanpa Agunan (KTA) perbankan, yang besarannya 10 persen-25 persen per tahun.
Bunga 25 persen per tahun itu paling maksimum. Kalau sekarang fintech sampai 144 persen per tahun, meskipun tenor pendek itu dianggap terlalu tinggi,” tuturnya.
Bhima juga berpendapat seharusnya besaran bunga untuk sektor produktif bisa lebih rendah. Sebab, rata-rata bunga produktif itu sekitar 10 persen sampai 15 persen. Bahkan seharusnya bisa di bawah itu.
Ia menegaskan, hal itu seharusnya bisa direalisasikan karena tujuan awal dibentuknya fintech lending untuk mendorong pembiayaan di sektor produktif dan informal, yang kesulitan mendapatkan pembiayaan dari lembaga formal, seperti perbankan.
Tekan Bunga Pinjol
Sekarang ini, OJK juga tengah menggodok aturan agar suku bunga pinjol bisa lebih rendah.
Sekadar informasi, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memberikan batasan bunga pinjaman maksimal sebesar 0,4 persen per hari untuk pinjaman jangka pendek.
Sementara untuk pinjaman produktif seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), bunga yang diberikan rata-rata sekitar 0,03 persen sampai 0,06 persen per hari atau sekitar 12 persen hingga 24 persen per tahun.
Agusman mengatakan, aturan untuk menurunkan suku bunga pinjol masih terus digodok. Namun, ia memastikan besaran bunga pinjaman yang baru itu akan adil bagi nasabah maupun pelaku industri.
“Orang bilang, bunga tinggi susah untuk menjalankan usaha. Tapi kalau bunga turun, investor tidak tertarik. Jadi, kami cari (angka) ideal untuk kepentingan nasional,” ujar Agusman.
Agusman menyebutkan, saat ini suku bunga kartu kredit perbankan hanya berkisar 1,7 persen per bulan. Dan maksimal 21 persen per tahun. Sedangkan suku bunga pinjaman di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) paling mentok di angka 36 persen. Artinya, kedua lembaga ini mengenakan bunga kredit yang jauh lebih rendah dibandingkan bunga pinjol, yang bisa mencapai 122 persen hingga 144 persen per tahun.
Aturan yang diterbitkan dalam bentuk Surat Edaran (SE) itu, sambung mantan pejabat Bank Indonesia ini, nantinya akan mengatur mengenai kegiatan usaha, mekanisme penyaluran dan pelunasan dana, Batasan maksimum manfaat ekonomi, dan penagihan.
“Terkait batasan maksimum manfaat ekonomi atau bunga, aturan tersebut akan memberikan batasan yang lebih rendah dengan tetap memperhatikan para pihak terkait, yaitu pemberi dana, penerima dana, dan penyelenggara,” tutup Agusman.
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 23 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu