TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Menanggapi Kritik Guru Besar, Kuping Istana Tidak Panas

Menganggap Kritik Sebagai Vitamin

Laporan: AY
Minggu, 04 Februari 2024 | 09:31 WIB
Guru besar UI. Foto : Ist
Guru besar UI. Foto : Ist

JAKARTA - Kritik terhadap pemerintah terus disampaikan para guru besar kampus. Mereka merasa prihatin dengan situasi politik Indonesia saat ini. Mendengar kritik itu, kuping Istana tidak panas dan menganggapnya sebagai vitamin.
Beberapa waktu terakhir, sejumlah universitas di berbagai wilayah Indonesia telah menyampaikan kritiknya terhadap kondisi politik dan demokrasi Indonesia. Dimulai dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar dan Universitas Muhammidyah Yogyakarta (UMY).
Paling anyar, kritik disampaikan 82 guru besar, 23 dosen serta alumni Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, pada Sabtu, (3/2/2024). Mereka menyampaikan petisi bertajuk 'Selamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Beretika dan Bermartabat'.
Ketua Senat Unpad, Prof. Ganjar Kurnia mengatakan, aksi ini merupakan respon dari banyaknya peristiwa-peristiwa sosial, politik, ekonomi, dan hukum yang belakangan terjadi. Dalam petisinya, civitas menilai banyak terjadi penurunan kualitas demokrasi menjelang berakhirnya kepemimpinan Presiden Jokowi.
“Ini akan terus-menerus. Selama ada  etika akademik bermasalah, kita suarakan terus menerus. Tidak ada masa, tidak ada akhir,” tegas Ganjar Kurnia di Kampus Unpad, Bandung.

Istana menanggapi santai seruan para guru besar kampus. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, dalam negara demokrasi semua pihak bebas menyampaikan pendapat ataupun kritik. Menurutnya, segala bentuk perbedaan yang diutarakan di tahun politik adalah sesuatu yang wajar. Termasuk kritik dan petisi dari para guru besar. 

“Kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita,” katanya.
Menanggapi kritik yang semakin meluas dari para guru besar, Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menganggap itu semua sebagai masukan dan bahan evaluasi. “Kalau saya sih masukan masukan evaluasi dari semua pihak kami terima ya. Masukannya terima kasih,” ujarnya di Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (3/2/2024).

Sementara, Capres nomor urut 01 Anies Baswedan menilai, sikap dari para intelektual universitas yang mengkritik pemerintah adalah bentuk kepedulian terhadap bangsa. “Kami senang bahwa kampus menyuarakan dan itu menunjukkan bahwa kampus peduli,” kata Anies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (2/2/2024).
Capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo justru meminta pemerintah serius dalam menanggapi kritik. Menurutnya, masih ada waktu bagi pihak-pihak yang disinggung untuk segera memperbaiki jalannya demokrasi jelang Pemilu 2024. “Kita harapkan semuanya akan bisa kembali kepada koridor. Rasa-rasanya, yuk kita kembalikan (demokrasi) bareng-bareng. Masih ada waktu, jangan mencederai,” ujarnya, Jumat (2/2/2024).

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Fahri Hamzah ikut bersuara terkait munculnya suara kampus. Lewat akun media sosial X miliknya, @Fahrihamzah, Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini menilai yang disuarakan kampus merupakan rancangan dari pihak tertentu yang tidak ingin jagoannya menang dalam Pilpres.

Ini agenda siapa? Hampir 10 tahun kampus kita diam, guru besar bungkam. Termasuk saat saya ditolak ceramah di UGM sebagai pimpinan DPR RI. Jadi saya yakin ini soal Jokowi mendukung Prabowo. Coba kalau dukung 01 dan 03 pasti aman. Semua ini adalah kekuatan yang menghambat Indonesia maju,” kicaunya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon ikut menyindir aksi para guru besar yang mengkritik Jokowi. Sebagai bagian dari TKN, dia menyebut para akademisi sebenarnya adalah simpatisan salah satu paslon dalam Pilpres. “Akademisi rasa relawan, relawan berkedok akademisi. Seolah suara perguruan tinggi padahal gimmick segelintir relawan politisi,” cuit Fadli lewat akun X, @fadlizon, dikutip Sabtu, (3/2/2024).
Lantas bagaimana pandangan pakar melihat fenomena ini? Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Prof. Djohermansyah Djohan menyebut kampus adalah gudang cendekiawan dan intelektual yang ikut mempelajari sekaligus mengajarkan jalannya roda pemerintahan. Baik itu soal pemilu, partai, maupun demokrasi.

“Mereka itu kalangan terdidik yang independen, jadi mereka menyuarakan secara objektif berdasarkan ilmu pengetahuan, data, fakta, maupun teori jika ada penyalahgunaan wewenang oleh penguasa,” ungkapnya kepada Redaksi.
Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ini menjelaskan, secara terang benderang memang telah banyak terjadi praktik yang menggerus sistem demokrasi di Indonesia. Oleh karenanya para guru besar menyuarakan pandangannya tentang anomali politik yang dianggap ganjil dan aneh. “Kalau tidak diberi kritik nanti akan merusak demokrasi yang sudah susah payah dibangun lewat reformasi,” ujarnya.
Selain itu, pria yang akrab disapa Prof Djoe ini mengaku prihatin, jika ada pihak tertentu yang menyeret gerakan kampus ke dalam ranah politik. Sebab, menurutnya para guru besar punya kebebasan berpikir dan tidak ada yang bisa mendiktenya untuk memilih salah satu paslon dalam Pilpres.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo