TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Konflik Iran-Israel Memperburuk Perekonomian Dunia

Rupiah Melemah, Harga Minyak Melambung

Oleh: Farhan
Minggu, 21 April 2024 | 12:35 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Meningkatnya ketegangan geopolitik Iran-Israel mulai berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Agar dampaknya tidak semakin parah, Pemerintah harus mengambil gerak cepat (gercep) dan terarah.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, perang di Timur Tengah sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, terutama kepada harga komoditas energi seperti minyak dan gas.
“Indonesia merupakan importir migas dan volume impornya masih sangat besar. Kalau harga migas melambung, belanja di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pasti membeng­kak, khususnya untuk subsidi Ba­han Bakar Minyak (BBM),” kata Esther kepada Rakyat Merdeka, Jumat (19/4/2024).

Tidak hanya itu, Esther mengatakan, konflik yang terjadi juga ikut melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi tersebut menyebabkan belanja Pemerintah untuk infrastruktur dan belanja pembangunan lainnya, termasuk impor komoditas yang pembelinya menggunakan dolar AS akan meningkat.

“Yang lebih ngeri lagi, besarnya cicilan utang luar negeri dan bunganya juga membengkak karena pelemahan rupiah,” ujar Esther.
Karena itu, lanjut dia, Pe­merintah harus segera merevisi asumsi indikator makroekonomi di APBN, khususnya untuk harga minyak dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Selain itu, Pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran ke aktivitas yang produktif, sehingga bisa meningkatkan penda­patan negara lebih banyak.
Menurutnya, Kementerian dan Lembaga juga harus mendorong ekspor produk industri dalam negeri untuk menggenjot devisa negara. Hal tersebut harus dibarengi pengelolaan anggaran secara efisien dan hindari pemborosan.

Esther juga menyarankan agar Bank Indonesia (BI) segera mengambil kebijakan floating market, dan jangan operasi pasar karena depresiasi rupiah akan terus terjadi.

“BIharus menjaga stabilitas harga untuk meredam inflasi dan mitigasi risiko yang akan terjadi akibat perang makin buruk,” pungkas Esther.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CE­LIOS) Bhima Yudhistira menga­takan, dari sisi penerimaan negara, naiknya harga minyak dunia akibat konflik Iran-Israel tidak banyak menguntungkan Indonesia.

Pasalnya, kata dia, meski harga minyak dunia naik, harga berbagai komoditas lain seperti batubara justru anjlok. Selain itu, aliran investasi asing banyak yang keluar dari pasar negara berkembang karena meningkat­nya risiko geopolitik.
“Investor pastinya akan mencari aset yang lebih aman,” kata Bhima di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Menteri Koordinator Bidang Per­ekonomian Airlangga Hartarto me­mastikan konflik Iran-Israel belum banyak berpengaruh ke Indonesia karena fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat.

“Tapi kita tetap terus me­mantau kondisi kenaikan harga minyak dunia dan memberikan respons sesuai kondisi. Kita tidak mau mengandai-andai,” kata Airlangga di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Ketua Umum Partai Golkar itu juga memastikan Pemerintah telah menyiapkan skenario untuk mere­dam dampak gejolak geopolitik global ke perekonomian Indone­sia, terutama bagi sektor riil.
“Pasti kita siapkan (antisi­pasi). Namun sekarang kita masih menunggu perkembangan (konf­lik Iran-Israel),” kata Airlangga. 

Dia mengatakan, sejauh ini potensi eskalasi antara Iran dan Israel belum terlihatp signifikan. Apalagi para pemimpin dunia sejauh ini masih satu suara, ingin menghindari eskalasi.
Airlangga juga meyakini in­vestor masih memiliki tingkat kepercayaan yang baik terhadap ketahanan ekonomi Indonesia. Perekonomian nasional juga diperkirakan tetap tumbuh di kisaran 5 persen tahun ini.

“Ekonomi global diperkirakan flatten atau tetap di kisaran 3,5 persen, sedangkan Indonesia 5,1 persen di 2025. Negara berkem­bang pun rata-rata ekonominya hanya tumbuh di 4,2 persen,” kata dia. 

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo