Biaya UKT Mahal, Mahasiswa Rame-rame Menolak
JAKARTA - Sejumlah kampus negeri berlomba-lomba menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Akibatnya, biaya kuliah makin mahal. Penolakan terjadi di mana-mana. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim pun dicari-cari netizen.
Mahasiswa ramai-ramai menolak kenaikan UKT dengan melakukan aksi damai sampai demo di kampusnya masing-masing. Mereka menganggap kenaikan biaya kuliah sangat membebani dan menutup kesempatan anak-anak kurang mampu bisa menikmati kuliah.
Penolakan juga disuarakan oleh para politisi Senayan. Mereka meminta kampus tidak menaikkan UKT secara ugal-ugalan.
Wakil Ketua Komisi X DPR dari Partai Demokrat, Dede Yusuf mengkritik kenaikan UKT secara signifikan. Menurutnya, kenaikan boleh saja dilakukan, tapi secara bertahap, dengan batas wajar.
Dede menduga, kondisi ini ditengarai pemotongan subsidi ke PTN. Namun, pihaknya masih harus dilakukan penelusuran mendalam. “Komponen apa yang menyebabkan angka pembiayaan pendidikan menjadi tinggi,” urainya.
Senada, dikatakan Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PKS, Ledia Hania Amalia. Menurut dia, mahalnya biaya pendidikan tinggi justru menghambat capaian target Pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi.
“Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” kritik Ledia.
Menanggapi kondisi tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Abdul Haris menegaskan, besaran UKT harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa. Sehingga, azas keadilan menjadi kunci dengan mencari titik ekuilibrium.
Hal ini mengacu pada Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024, tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, UKT ditetapkan oleh pemimpin PTN dan PTNBH.
“Dalam proses penetapan UKT, PTNBH harus melakukan konsultasi dengan Kemendikbudristek. Sementara perguruan tinggi selain PTNBH harus memperoleh persetujuan dari Kemendikbudristek,” tegas Haris.
Melihat problematika di perguruan tinggi, netizen langsung ingat satu nama. “Biaya kuliah ugal-ugalan. Mana respons Mas Nadiem?” tanya @massukis17. “UKT mahal tuh dosa pendidikan,” sahut @QiSuPart2.
“Sepupuku ada yang kek gini. Keterima di negeri, tapi karena biaya UKT mahal banget, akhirnya daftar ke swasta,” curhat @smthglikethis. “Trik UKT mahal biar habis SMA jadi Gojek aja daripada kuliah mahal,” sindir @Mas_zobirin.
“Dalam 10 tahun ke depan IQ bangsa Indonesia makin jongkok. UKT mahal. Boro-boro kuliah, bisa lulus SMP aja udah sukur,” kritik @PartaiPonsel.
“Pak Nadiem, tapi kalau kenyataannya penghasilan kampus dari mahasiswa gimana? Mbok program Kemendikbudristek dievaluasi, pak. Seperti praktisi mengajar. Selama ini udah ada magang, kerja praktik, praktik klinik, kuliah tamu yang semuanya itu untuk memberikan pengalaman pada dunia kerja,” pungkas @AtyantiA.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu