Bansos Banyak Salah Sasaran, Jakarta Dihuni 3 Juta Penduduk “Siluman”
JAKARTA - Ada tiga juta warga ‘siluman’ di Jakarta. Maksudnya, mereka memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jakarta tetapi tidak tinggal di Ibu Kota. Hal ini disinyalir menjadi salah satu penyebab bantuan sosial (bansos) salah sasaran.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengatakan, berdasarkan data kependudukan, jumlah penduduk Jakarta ada 11,3 juta. Padahal, telusuran Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, warga ber-KTP Jakarta dan menetap di Jakarta hanya 8,5 juta orang.
“Ini luar biasa, 3 juta selisihnya. Tentunya ini akan menjadi beban yang luar biasa bagi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) kita,” kata Joko di Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Menurut dia, banyaknya jumlah penduduk di Jakarta mempengaruhi beban APBD Jakarta. Padahal, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI ingin APBD digunakan seefisien mungkin.
Karena itu, Pemprov DKI Jakarta tengah melakukan sejumlah program untuk menertibkan penduduk siluman itu. Yakni, menonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi warga yang sudah meninggal dunia dan warga ber-KTP Jakarta, tapi berdomisili di luar Jakarta.
“Pemprov juga tengah menggodok aturan yang membatasi satu alamat rumah untuk maksi-mal tiga Kartu Keluarga (KK),” ungkapnya.
Joko menyebut, permasa lahan pendataan dan administrasi kependudukan yang belum terpadu kerap dihadapi oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Ditegaskannya, dukungan dan arahan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sangat dibutuhkan terkait pelayanan perpindahan penduduk.
Sebagai bahan pertimbangan dalam menangani isu ad minis trasi kependudukan, Joko meng ngkapkan, Pemprov DKI Jakarta mengajukan be berapa rekomendasi. Yaitu peniadaan proses persetujuan Flag K (Freeze) data penduduk oleh Kemendagri, mengingat data tersebut adalah hasil laporan lurah dan petugas di lapangan.
Lalu, diperlukan ketentuan tambahan mengenai jaminan tempat tinggal, pekerjaan dan keahlian/keterampilan bagi calon warga pendatang. Jika pendatang tidak memenuhi ketentuan tambahan dimaksud, maka penjamin bertanggung jawab memulangkan pendatang ke daerah asal.
Kemudian, dalam satu alamat tempat tinggal, hanya diperbolehkan memiliki maksimal tiga KK.
“Kita perlu membatasi, satu alamat tempat tinggal hanya diperbolehkan memiliki tiga kartu keluarga,” ucapnya.
Diungkap Joko, pihaknya menemukan satu alamat rumah di Jakarta dihuni oleh 13-15 KK.
“Jadi mereka gantian tinggal di rumah tersebut. Ini luar biasa dan mungkin tidak terjadi di daerah lain,” bebernya.
Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta Budi Awaludin menuturkan, banyaknya warga luar kota memiliki KTP dan KK Jakarta, karena memanfaatkan kemudahan layanan administrasi kependudukan di Ibu Kota.
Dijelaskannya, warga yang ingin mengajukan KTP dan KK, cukup membawa Surat Kete rangan Pindah Warga Negara Indonesia (SKPWNI) atau surat penjamin untuk menumpang alamat di Jakarta. Nah, surat penjamin tersebut sangat mudah dipalsukan.
“Pak Gubernur menemukan di satu alamat di Jakarta Utara, di satu rumah terdapat 20 KK,” ujarnya.
Dengan memiliki KTP dan KK Jakarta, mereka pun menikmati aset-aset dan mendapatkan bansos dari Pemprov DKI Jakarta. Seperti bansos sandang pangan senilai Rp 250.000 per bulan dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) senilai Rp 250.000-Rp 300.000 per bulan.
“Kalau anaknya tiga, dia sudah dapat Rp 750.000, bel sandang pangannya, dapat Rp 1 juta. Begitu baiknya Jakarta. Dan akibatnya banyak tantangan muncul,” imbuhnya.
Tantangan tersebut seperti kemacetan, polusi udara, penurunan muka tanah, pengangguran dan sampah. Karena itu, ditekankan Budi, penataan Jakarta menuju kota global kuncinya di penataan dan penertiban dokumen kependudukan.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu