Industri Garmen Dan Tekstil Dalam Negeri Lesu Darah

JAKARTA - Industri garmen dan tekstil Indonesia sedang lesu darah. Jumlah penjualannya menurun, baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini jadi penyebab meningkatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Dalam kurun Januari hingga awal Juni 2024, terdapat 10 perusahaan mem-PHK 13.800 karyawan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, industri yang paling besar mengalami pelemahan penjualan adalah sektor manufaktur padat karya berorientasi ekspor.
“Khususnya tekstil dan garmen. Industri tekstil dan garmen sudah lemah karena penurunan market share pasar domestik dan penurunan daya saing ekspor besar,” kata Shinta, kepada Redaksi, Rabu (26/4/2024).
Menurutnya, salah satu faktor penyebab penurunan penjualan di luar negeri karena eksportir harus bersaing dengan negara yang mengalami depresiasi mata uang lebih rendah. Sehingga menurunkan daya saing ekspor Indonesia secara signifikan.
Meski demikian, kata Shinta, Apindo sedang mendalami penyebab pasti industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mengalami badai PHK.
Menurutnya, selain mengalami persoalan menurunnya permintaan pasar, industri TPT tengah menghadapi tantangan gempuran produk tekstil impor ilegal.
“Kami coba membantu untuk mengatasi masalah impor ilegal,” ujarnya.
Shinta menambahkan, industri TPT sebetulnya tidak terdampak keputusan Pemerintah yang memutuskan kembali melonggarkan impor lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Sebab, regulasi itu diperlukan bagi industri lain yang memerlukan bahan baku impor dari luar negeri.
Shinta menilai, industri TPT saat ini membutuhkan perlakuan khusus karena persoalan yang terjadi di industri itu terletak pada aspek barang jadi (finished goods), bukan bahan baku.
“Kami sekarang lagi membahas persoalan ini dengan Pemerintah,” jelasnya.
Shinta menduga, badai PHK akan terus terjadi namun secara bertahap. Pasalnya, saat ini cost of doing business industri TPT yang terganggu karena menurunnya permintaan yang menjadi faktor kuat industri TPT melakukan PHK.
Sementara, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Dwi Astuti, mengatakan, industri TPT merupakan primadona pada 1990-an. Namun, industri tersebut sedang mengalami kesulitan karena harus mengimpor bahan baku dari luar negeri.
Esther bilang, industri TPT memiliki nilai tambah kecil karena kebutuhan komponen bahan baku impor yang tinggi. Oleh sebab itu, yang sekarang menjadi tantangan adalah bagaimana industri TPT bisa menciptakan nilai tambah dengan memprioritaskan penggunaan bahan baku domestik.
“Kalau kita bisa menggantungkan diri pada bahan baku domestik, ya kita akan punya high value added. Tapi kalau masih tergantung pada bahan baku impor, masih low value added,” tuturnya.
Presiden Jokowi memerintahkan para menteri terkait bergerak cepat mengatasi masalah ini.
Salah satu titah Jokowi adalah memproteksi barang impor untuk masuk pasar domestik. Selama ini, banjir barang impor dinilai menjadi biang kerok utama ambruknya industri tekstil.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, akan menerbitkan aturan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk komoditas tekstil.
Pasalnya, selama ini BMTP Kain yang masa berlakunya telah berakhir pada 8 November 22022, aturan perpanjangannya belum terbit.
Meskipun perpanjangan BMTP Kain telah disetujui, namun hingga saat ini belum terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi dasar pelaksanaannya.
“PMK akan keluar berdasarkan permintaan Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan. BMTP dan BMAD seterusnya akan di-follow up berdasarkan permintaan Mendag dan Menperin,” ungkap Sri Mulyani usai rapat internal membahas industri tekstil di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
BMTP dan BMAD dapat melindungi industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan produk impor. Dua kebijakan ini merupakan instrumen trade remedies.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan, BMTP dan BMAD bukan hanya akan dikenakan pada produk tekstil. Tapi juga untuk komoditas elektronik, alas kaki, dan keramik.
“Semua dikenakan BMTP dan anti-dumping sekalian,” jelas pria yang akrab disapa Zulhas.
Zulhas juga mengakui, akan mengkaji lagi aturan terkait impor Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag Nomor 13 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Ada beberapa poin dalam kebijakan tersebut yang justru tidak mengakomodir kepentingan industri dalam negeri.
Kemendag akan rapat ulang dengan Kementerian Perindustrian, sehingga dalam waktu tiga hari akan ada keputusan soal nasib Permendag 8/2024.
“Apakah kembali ke Permendag 8, atau susun aturan baru. Nanti kami akan berunding lebih lanjut,” ujarnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 19 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu