Ekonomi Dunia Masih Jumpalitan, Perusahaan Raksasa Dunia Mau PHK Karyawan

JAKARTA - Selain geopolitik dan keamanan, situasi ekonomi dunia saat ini masih jumpalitan. Akibatnya, sejumlah perusahaan raksasa dunia seperti Panasonic dan Nissan berencana melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya. Semoga kondisi ini tak berdampak ke Indonesia.
Panasonic Holdings Corporation secara resmi mengumumkan rencana pengurangan 10 ribu karyawan di dunia, atau sekitar 4 persen dari total stafnya di domestik maupun internasional. Upaya ini merupakan bagian dari inisiatif restrukturisasi komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan profitabilitas.
Dalam laporan keuangannya, Panasonic mengaku mengalami penurunan laba bersih hingga 366 miliar yen (Rp 41 triliun) untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2025 sebesar 17,5 persen. Sementara laba bersih di periode yang sama tahun lalu mencapai 443 miliar yen. Kondisi ini dipengaruhi perlambatan ekonomi global dan berkurangnya permintaan untuk kendaraan listrik.
Nasib serupa juga dialami Nissan. Nissan Motor Co berencana merampingkan 10 ribu karyawan di dunia. Padahal, pada 2020 Nissan juga sempat melakukan PHK terhadap 20 ribu karyawannya. Rencana PHK ini merupakan buntut dari kerugian perusahaan yang mencapai 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 82 triliun.
Menukil pemberitaan NHK, Senin (12/5/2025), Nissan juga berencana merumahkan 9 ribu posisi pada November 2025. Dengan upaya ini, Nissan menargetkan pengurangan 15 persen dari total karyawannya di dunia.
Sebenarnya, apa yang terjadi dengan Panasonic dan Nissan, sejalan dengan proyeksi sejumlah lembaga dunia. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah mengoreksi proyeksinya pertumbuhan ekonomi dari 3,3 persen menjadi 3,1 persen.
Begitu juga Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 dari sebelumnya 3,3 persen menjadi 2,8 persen. Bank Dunia bahkan melaporkan, ekonomi global hanya akan tumbuh 2,7 persen sepanjang 2025.
Ekonom senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai kedua perusahaan itu memang kesulitan bersaing dengan produk Korea dan China. Sialnya, iklim usaha di Indonesia kurang kondusif.
Menghentikan operasi di daerah yang dianggap kurang efisien adalah salah satu pilihan. Dalam hal ini Indonesia menjadi target atau korban,” ulas Wijayanto saat dihubungi, tadi malam.
Prediksinya, ekonomi tahun ini akan semakin berat, akibat pelemahan daya beli masyarakat dan PHK yang semakin marak. Kondisi fiskal yang buruk akibat melemahnya penerimaan dan tingginya utang negara membuat Pemerintah sulit melakukan kebijakan yang ekspansif.
Pemerintah, lanjut dia, harus segera memastikan perbaikan iklim usaha dan kepastian hukum. “Premanisme perlu dihentikan, kebijakan yang tumpang tindih disederhanakan, korupsi dan ekonomi biaya tinggi diakhiri. Ini semua resep yang kita sudah tahu, tetapi belum dijalankan dengan baik,” sindir Wijayanto.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie menilai, PHK massal bisa berdampak pada dunia usaha. Namun, Kadin dan Pemerintah akan terus bersinergi, menciptakan lapangan pekerjaan.
Anin mengatakan, Pemerintah dan dunia usaha harus mencari celah dari kondisi ini. Menurutnya, upaya diplomasi Pemerintah terhadap tarif Presiden Amerika Donald Trump bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Asalnya dilakukan sebaik mungkin.
“Karena artinya akan banyak sekali ekspor. Tentu, Kadin bersama Pemerintah menjaga supaya kebijakannya melindungi industri lokal dan pengusaha makin banyak dan bertahan dan berhasil,” ujar Anin.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief memastikan PHK Panasonic tidak terjadi di Indonesia. Mengingat, Indonesia menjadi salah satu basis produksi terpenting Panasonic di ASEAN.
Kata Febri, pabrik Panasonic di Indonesia menjadi basis ekspor ke lebih dari 80 negara. “Yang mencerminkan daya saing industri elektronik nasional yang sangat kuat,” ujar Febri dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (12/5/2025).
Memang, utilisasi industri elektronik saat ini sedang berada pada level yang rendah, yakni 50,64 persen pada triwulan I 2025. Sedangkan, sebelum Pandemi Covid-19, utilisasi sektor ini mencapai 75,6 persen.
Febri menyebut, kondisi ini menjadi pengingat bagi seluruh pelaku industri dan karyawan untuk terus beradaptasi dan melakukan transformasi agar tetap kompetitif. “Ini adalah peringatan bahwa transformasi teknologi, peningkatan produktivitas, dan efisiensi operasional adalah kunci untuk bertahan hidup,” kata Febri.
Nasional | 18 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 9 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu