TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Penonaktifan NIK Kudu Dikaji Ulang, Banyak Warga Miskin Tidak Dapat Bansos

Laporan: AY
Selasa, 09 Juli 2024 | 11:34 WIB
Pj Gubernur Jakarta saat acara Sembako Murah. Foto : Ist
Pj Gubernur Jakarta saat acara Sembako Murah. Foto : Ist

JAKARTA - Banyak warga miskin atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tidak kebagian bantuan sosial (bansos) karena terdampak program penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Padahal mereka masih tinggal di Jakarta, hanya pindah alamat kontrakan.

Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo meminta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) lebih cermat dan teliti dalam penonaktifan NIK.

Rio mendesak Dukcapil melakukan pemeriksaan secara berlapis sebelum menghapus NIK warga yang terindikasi su­dah tidak berdomisili di Jakarta.

Anggota Komisi A ini men­gaku banyak menerima keluhan warga yang tidak bisa meng­gunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena terdampak pena­taan NIK.

“Harus dicek, diidentifikasi dan diverifikasi, apakah mereka tidak punya hubungan lagi dengan daerah tempat asalnya,” kata Rio dalam keterangannya dikutip Minggu (7/7/2024).

Rio mengaku tidak memper­soalkan kebijakan penghapusan NIK. Tapi, dia mewanti-wanti agar program tersebut tidak merugikan warga.

“Kalau memang tidak ada KK (Kartu keluarga) atau RT (Rukun Tetangga) mengakui mereka, oke kita delete. Namun kalau orang tua atau keluarganya masih di situ tapi tidak punya aset, terus kita delete, ini perlu dicek lagi,” ujarnya.

Selain itu, akibat dari penon­aktifan NIK, warga tidak dapat mengakses hak sebagai penerima bantuan sosial (bansos). Di an­taranya, Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) dan sebagainya.

Banyak warga yang terdampak masih berdomisili di Jakarta. Hanya berpindah rumah sewa/kontrakan ke RT atau Rukun War­ga (RW) lain yang masih dalam satu wilayah kelurahan yang sama.

“Hal ini harus digarisbawahi bahwa warga Jakarta yang hanya pindah alamat jangan sampai terkena dampak,” imbau Rio.

Dia juga menyayangkan pe­nonaktifan NIK yang salah sa­saran. Padahal bansos itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Karena itu, Rio meminta ke­bijakan penertiban NIK dikaji ulang. Sebab, banyak dampak sosial yang muncul setelah ke­bijakan berjalan beberapa waktu belakangan ini.

Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin mengatakan, sampai saat ini penonak­tifan NIK baru menyasar warga Jakarta yang telah wafat.

“Saat ini baru masuk dalam daftar warning saja. Setelah di­nonaktifkan terus nggak bisa ngapa-ngapain, mereka masih bisa menyanggah ke kami,” ucap Budi.

Dalam akun Instagram resmi @dukcapiljakarta, Dukcapil DKI Jakarta mengimbau warga yang NIK-nya masuk dalam penataan dan penertiban do­kumen kependudukan sesuai domisili, tidak panik. Warga bisa menyanggah dan mengajukan pengaktifan NIK.

“Tenang. Caranya gampang banget kok,” tulis @dukcapiljakarta.

Dijelaskan @dukcapiljakarta, untuk warga yang sudah tidak tinggal di Jakarta tapi masih memiliki KTP Jakarta, cukup mengajukan surat pindah di kelurahan sesuai domisili KTP dengan membawa KTP dan KK untuk mengajukan Surat Keterangan Pindah (SKP).

Jika alamat masih sesuai dengan di KTP, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan.

Pertama, langsung datang ke Kelurahan untuk meminta formulir Berita Acara Verifikasi atau Survei Lapangan Pengakti­fan Kembali NIK.

Kemudian, isi data dan kem­bali formulir ke Kelurahan yang sudah dilengkapi tanda tangan RT & RW, dan dibubuhi materai. Jangan lupa membawa persyaratan fotokopi Kartu Ke­luarga, fotokopi KTP-el dan dokumen pendukung lainnya (sertifikat rumah & surat keterangan dari rumah sakit).

Setelah melakukan pengajuan, pihak Dukcapil akan melakukan survei ke tempat tinggal untuk melakukan verifikasi, apakah ting­gal sesuai alamat KTP-el atau tidak.

Apabila sudah sesuai, maka NIK kembali aktif dan dikelu­arkan dari penataan NIK.

Jika hasil survei menyatakan domisili tidak sesuai dengan KTP-el, maka harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Pindah (SKP),” jelas @dukcap­iljakarta.

Unggahan tersebut pun menu­ai banyak komentar dari netizen.

“Gampang banget emang pak/bu kalau ngetik caption mah. Enak dah pokoknya jadi pembuat aturan. Ya kali pengontrak harus gonta-ganti KTP, emang demen nyusa­hin rakyat. Apa itu gunanya KTP elektronik,” tulis @agustinautam.

“Hallooooo… saya tinggal di rumah sesuai alamat KTP tapi malah dimasukin ke daftar dinonaktifkan, kacau amat sih. Nyusahin orang aja suruh urusin ginian,” keluh @meinakwok.

“Saya sudah pengajuan ak­tivasi sudah sebulan nggak diproses,” kata @putri_zavara.

“Bikin ribet warga aja, tambah lagi pakai surat keterangan dari rumah sakit, gunanya apa coba. Kalau mudah kenapa dipersu­lit!!!,” ketus @realzeals.

“Bagi yang ngontrak tapi domisilinya masih di DKI bagaimana? Sedangkan domisili sama kontrakan sekarang hanya beda RW, syaratnya tetap ribet. Tolonglah kasihan yang ngon­trak harus bikin KTP baru syarat yang menyulitkan. Ini Pemprov DKI mau buat warganya state­less ya?” ujar @ivan_aruan_.

“Saya sudah ke kelurahan dari Mei, terakhir lihat masih dalam penertiban karena kerja di daerah Jaksel. Jadi ngekos di sana, masa harus pindah domisili? Padahal itu rumah ortu dan saya salah satu pewarisnya,” ungkap @ina_siahaan.

“Ribet karena kelalaian duk­capil tapi warga yang harus datang. Turun ke lapangan, jangan suruh warga datang. Warga sibuk, harus rela cuti buat melakukan sesuatu yang nggak perlu dan ha­rusnya tanggung jawab dukcapil,” tandas @dinirisman.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo